Sekarang sedang nge-trend dengan banyaknya grup percakapan di media Whatsapp (grup WA). Sangat mengasyikkan bagi sebagian orang. Adanya grup WA menjadikan sebuah sarana hiburan tersendiri karena bisa bercanda dan berbagi informasi dengan teman-teman dari berbagai penjuru.Â
Selain itu, bisa merekatkan tali silaturahmi sesama anggota grup. Walau seringkali pula sebaliknya, terjadi konflik karena kesalahan dalam berkomunikasi atau adanya perbedaan pendapat yang tajam di antara  anggota grup.
Setiap Grup WA Punya Kultur Berbeda
Setiap grup WA memiliki ciri khas, gaya, tujuan, dan tingkat selera humor yang berbeda. Tergantung kesepakatan atau latar belakang terbentuknya grup WA itu.Â
Ada yang berlatar belakang  teman masa sekolah SD, SMP, SMA, Kuliah. Ada pula grup berlatar belakang pekerjaan, bisnis, pertemanan komunitas,  keluarga besar dan lain sebagainya.
Sementara gaya atau kultur dalam grup bisa serius (formil) atau pun non formil (penuh canda). Semua tergantung kesepakatan awal  terbentuknya grup. Ini yang menentukan gaya setiap grup. Biasanya tidak sama, tergantung latar belakang kultur grup itu dibangun.
Bila seseorang jadi anggota banyak grup WA, tentunya dia akan menyesuaikan diri pada tiap kultur grup WA yang diikutinya. Misalnya di Grup A yang serius, dia menjadi seorang yang serius karena itu merupakan grup kantor, ada atasannya yang 'gila hormat dan galak' tergabung dalam grup tersebut.Â
Di tempat  lain, misalnya grup B, C, D dan selanjutnya berisi percakapan penuh canda karena anggota grup itu teman-teman sekolah masa lalu, komunitas hobi, keluarga besar, dan lain sebagainya.
Jadi seseorang yang mengikuti banyak grup akan bersikap berbeda saat berada di grup yang diikutinya. Dia harus pandai-pandai memilih dan memilah perannya dalam grup.Â
Bisa jadi, di suatu grup dia menjadi seorang yang dihormati anggota grup karena dia adalah boss, atasan, atau pakar tertentu yang disegani.
Sementara di grup lain yang berisi teman sekolah atau tema masa kecil, dia berperan sangat konyol, kocak, sering dibully, jadi bahan candaan, dan lain sebagainya. Sejak awal dia menerima dan menikmati perannya tersebut.Â
Jadi, pada grup Whatsapp, berlaku pepatah seperti lagu Ahmad Albar ; Panggung Sandiwara. "Dunia ini panggung sandiwara. Setiap kita, punya satu peranan yang harus kita mainkan". Â
Lalu, mengapa kita bersandiwara? Ya, karena adanya tuntutan situasi sosial-budaya untuk terus membangun silaturahmi dengan individu lain, sambil tetap menjaga perasaan orang lain. Bukan hanya di grup WA saja, di dunia nyata juga demikian, bukan? Â
Teks dan Konteks dalam WA Grup
Sering saya temui capture atau hasil  screenshots (tangkap layar) dari sebuah grup WA diposting seorang kawan di facebook. Mungkin maksudnya untuk bercanda, ingin mendapatkaan respon teman-teman facebooknya.  Isi potongan pembicaraan dalam  screenshot (tangkap layar)  itu pun sesuatu yang tidak terlalu serius.Â
Kebetulan di beberapa kali screenshot itu, ada teman yang saya kenal, sebut saja Mr Anu.  Dia seorang yang sangat dihormati di lingkungan dunia nyata karena jabatan dan status yang melekat di dirinya. Dia juga anggota grup WA saya, dan dia sangat humoris. Sedangkan pemilik akun facebook itu bukan teman grup WA saya.
Isi penggalan pembicaraan Mr Anu dalam screenshot itu sangat nganu---yang tidak menggambarkan orang terhormat di lingkungannya, saking kocaknya. Saya berpikiran, andai orang di luar grup WA itu membaca screenshot itu, bisa jadi  akan mendapatkan interpretasi lain terhadap si Mr Anu tadi.Â
Ketika membaca status facebook itu, saya sudah berpikiran ini akan jadi masalah. Dan ternyata benar. Ketika komen sudah banyak, ada yang komen juga dengan bercanda menyindir soal pribadi Mr. Anu di dunia nyata. Intinya dia kaget ternyata  Mr  Anu bisa seperti itu. Maka bisa ditebak, terjadi kesalahpahaman dan konflik.
Di salah satu grup WA dimana saya menjadi admin juga pernah kejadian  seperti itu. Seorang anggota meng-screenshot (tangkap layar) penggalan  isi pembicaraan dan mempostingnya di akun  facebook miliknya.Â
Tujuan awalnya bercanda. Tapi bila isi 'tangkap layar' Â itu dibaca, maka interpretasi yang muncul di benak pembaca facebook nya akan lain dengan isi pembicaraan sebenarnya di grup WA.Â
Melihat hal tersebut, segera saya hubungi pemilik akun dan menyarankan untuk menghapus 'tangkap layar' tersebut karena bisa menimbulkan salah pengertian, sehingga berpotensi  konflik.Â
Kemudian, saya ingatkan para enggota grup WA untuk tidak membuat 'tangkap layar' Â isi pembicaraan grup untuk diposting keluar grup. Bukan apa-apa, ini untuk saling menjaga privacy para anggota grup WA, agar tidak terjadi salah pengertian di rimba media sosial luar yang seringkali "ganas dan tak bertuan".
Kenapa bisa demikian? Karena setiap grup WA punya kultur bercanda yang berbeda satu sama lain. Isi pembicaraan dalam grup WA tidak bisa dipahami sepotong-sepotong saja karena bisa membuat salah interpretasi.Â
Dalam pembicaraan di grup WA tentunya ada "Konteks" dan "Teks". "Konteks"  merupakan hal yang  terkait tema pembicaraan, dan menjadi roh isi keseluruhan pembicaraan atau diskusi.Â
"Konteks" tidak bisa dibaca sepotong-sepotong karena akan menghasilkan pengertian yang berbeda. Bila "konteks" dibaca sepotong-sepotong oleh orang lain di luar grup, bisa menimbulkan salah pengertian. Â
Atau, orang lain di luar grup tidak mengerti "konteks"  pembicaraan dalam grup WA, yang berakibat pada rusaknya  image orang yang ada dalam 'tangkap layar' tersebut.
Sedangkan" Teks" adalah apa yang tertulis, diksi yang digunakan atau pemilihan kata atau kalimat dalam diskusi grup WA tersebut. Setiap orang punya cara sendiri membuat "teks" untuk mengungkapkan pemikirannya lewat kalimat yang ditulisnya. Bisa dalam bentuk yang serius, penuh humor, agak "jorok", satire, analogial, dan lain sebagainya.Â
Hal inilah yang membuat sebuah pembicaraan tergantung pada "Konteks" Â dan "Teks" yang saling terkait satu sama lain. Untuk memahaminya tidak bisa dipisahkan.Â
Adalah sangat tidak etis bila isi pembicaraan dipotong dan dicapture untuk dipublis ke media lain yang bersifat publik seperti facebook, twitter, atau  instagram. Di media sosial publik itu latar belakang pembacanya beragam, kulturnya pun tidak sama dengan grup WA.Â
Sebaiknya, isi pembicaraan dalam grup WA hanya untuk konsumsi para anggota grup WA itu saja. Tidak untuk dibawa keluar, apalagi dipublish di media publik. Kalau ndak mau, aku ya rapopo..
--Â
Peb30/11g2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H