Hari ini aku datang ke stadion. Tak bercelana dan baju. Ritual magis di dalamnya mengisyaratkan harus telanjang. Kalau tidak mau, lebih baik duduk manis depan televisi di rumah atau nobar di kantor bersama kolega. Di situ semua tanda pangkat bisa kau sematkan di tubuh. Untuk menutup malu dan kemarahan bila kesebelasanmu kalah.
Tiba di stadion aku dijemput roh para nenek moyang menuju pintu masuk. Tadi saat mulai  berjalan dari parkiran mendadak aku bisa berbahasa roh. Kami pun terlibat pembicaraan mengasyikkan. Saling berbagi cerita.Â
Para roh bersusah payah bangun dari kubur untuk menjadi saksi dan menyerbarkan spirit kejayaan masa lalu. Aku mendengarkan. Terkesima. Sesekali bertanya.Â
Kepadanya aku pun bercerita. Bersusah payah kami bangun dari tidur hanya untuk mendirikan podium kejayaan di teras dekat batas tetangga. Tapi tak pernah tuntas. Dipertengahan seringkali roboh terguncang keculasan dan ego. Padahal blue print nya ada di atas meja dekat pembaringan.
Saat kami bicara dalam bahasa roh. Kurasa tak ada kamus yang bisa menterjemahkannya. Wartawan tak akan mengerti. Apalagi para pengamat yang tak punya nyali ke stadion, selain hanya membaca sejumlah sumber berita, kemudian bermain kata-kata.
Di dalam stadion keriuhan penuh sakralitas. Setiap orang--perempuan dan laki-laki--membaur menjadi barisan aubade, melantunkan mars dan hymne kemenangan. Setiap nada masuk hingga ke rongga sum-sum tulang. Menggetarkan semua sendi tubuh.Â
Roh nenek moyang menempati panggung dadakan, diantara pagar tribun dan lapangan. Mereka pimpin ritual magis yang melarutkan tubuh ke dalam satu bahasa roh.
Sempat kulihat beberapa orang terkenal dan terhormat yang biasa berpenampilan bijak di televisi dan koran. Selain itu ada pemuka agama, guru, profesor, artis, mantan pejabat, aktivis LSM, pengamat politik, motivator, dan lain-lain.
Di situ kulihat mereka telanjang sambil bernyanyi, menari, melompat dan berteriak histeris dalam kuasa roh. Wajah pun menegang dan memerah. Urat-urat bertonjolan. Mereka bagai kesurupan, tak beda dengan para pengangguran, preman dan abg yang sering tawuran di terminal.
---Â
Peb25/11/2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI