Bandingkan bila seorang TKI yang walaupun berkewarganegaraan RI, namun bila tersangkut dugaan pelanggaran hukum dan saat pertama kali diperiksa tanpa pendampingan langsung KJRI (representasi negara) maka posisi si TKI yang cuma warga sipil itu sangat lemah dimata aparat kepolisian setempat.
Bisa jadi, dengan posisi sipilnya yang lemah dan keterbatasan pengetahuan hukum, walau 'de facto' tidak bersalah, bisa saja dinyatakan bersalah. Mungkin saja si TKI itu didampingi KJRI ketika kasusnya sudah lama diproses, dan pihak KJRI baru tahu.Â
Segala keterangan si TKI saat awal diperiksa tidak dipercaya begitu saja oleh kepolisian setempat. Bahkan kecurigaan bertambah bila kasusnya sangat sensitif, misal soal terorisme-ekstremisme.Â
Pemeriksaan awal merupakan kunci "nasib" seseorang terbebas atau akan dipenjara. Minimal mengalami jangka waltu penahanan yang relatif panjang, sambil menunggu pembuktian yang valid. Kalau bernasib sangat baik, akan dilepas di tingkat pemeriksaan kepolisian. Bila bernasib kurang baik, baru bebas setelah proses pengadilan yang panjang dan melelahkan.
Nasib paling buruk dan tergolong sial adalah diproses di pengadilan dan dinyatakan bersalah. Artinya harus menjalani hukuman setempat.
Andai seorang Rizieq Shihab posisinya seperti TKI tersebut, tentu saja sangat lemah di mata kepolisian Arab Saudi. Segala argumen penjelasannya tidak akan begitu saja dipercaya kepolisian. Ada jangka waktu proses penelitian dan penyidikan yang lama---sementara itu dia harus ditahan menunggu proses tersebut.
Gerak cepat KJRI tentu saja tak lepas dari kebijakan KBRI di Arab Saudi. Secara hirarki, KJRI merupakan "kepanjangan tangan" tugas KBRI di daerah. Jadi, Policy KBRI untuk hadir sebagai representasi negara pada pemeriksaan Rijiek Shihab tak bisa dianggap nihil. Lebih dari itu, "policy" KBRI ditentukan "petunjuk politis" presiden Jokowi.Â
Petunjuk politis itu bisa berupa sesuatu yang baku, bisa berupa sesuatu yang situasional sesuai karakteristis wilayah dan negara dimana KBRI dan KJRI itu berada.Â
Berdasarkan hal tersebut, dimungkinkan adanya petunjuk politis tertentu dari presiden terkait keberadaan Rizieq Shihab di Mekkah.Â
Jadi, ketika KJRI melakukan tindakan cepat pendampingan terhadap Rizieq Shihab, tentunya tak lepas dari "petunjuk politis" Jokowi jauh hari pada KBRI--sejak Rizieq Shihab berdiam di Mekkah.