Aku menemukan luka di tubuh perih. Saat pertama kali kusapa, luka terdiam. Dia hanya bergerak sedikit. Mungkin terkejut. Tak menyangka ada yang mengenali dirinya.
Aku memberikan senyum. Mengulurkan tangan, tanda persahabatan. Luka tak menyambutnya.
Beberapa kali kupanggil. Tak ada kata balasan terucap. Namun aku yakin, luka mendengar kata-kataku.Â
Tak hilang akal, aku tetap berada di dekat luka. Berharap dapatkan keberuntungan.
Tiba-tiba waktu datang menghampiriku. Entah darimana dia masuk. Tak sempat kulihat.Â
Sambil memandang luka, waktu berbisik sembari menyelipkan kenangan ke dalam genggamanku. Aku menjadi terdiam.Â
Waktu kemudian mengajakku sedikit menjauh dari luka. Tapi aku tak beranjak. Tak ada kata dan suara.Â
Waktu terus mengumbar dirinya. Tanganku ditarik. Tubuhku diguncang. Aku tetap bergeming, bagai sebuah batu besar yang sebagian tertanam sangat dalam.Â
---Â
Puisi ini dibuat untuk [Event  Fiksi] Luka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H