Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya bisa menarik nafas lega, walau sedikit. Pasalnya, kursi Wagub DKI hampir pasti jadi milik mereka setelah kosong relatif lama ditinggalkan Sandiaga Uno.Â
Tentu saja "hadiah" kursi jabatan dari Gerindra itu diharapkan jadi etalase eksistensi PKS Â di perpolitikan nasional, mengingat Jakarta adalah ibukota negara. Konon, kedudukan Jakarta tersebut menjadikan jabatan gubernur/wagub DKI lebih bergengsi dibanding gubernur/wakil gubernur propinsi lain di wilayah RI.
Sebelumnya, cukup lama terjadi "tarik menarik" yang alot antara PKS dan Gerindra tentang pihak yang akan mengisi kursi wagub DKI. Gerindra, lewat sosok penting Muhamammad Taufik--selaku ketua DPD Gerindra Jakarta sekaligus wakil ketua DPRD DKI Jakarta---tampak ngotot ingin menduduki kursi tersebut.
Saat itu, dengan posisinya yang strategis, Muhammad Taufik "hampir" pasti jadi Wagub DKI. Tapi apa lacur, ibarat pepatah milenial "Kardus belum tentu berisi Indomie", maka oleh dinamika politik tingkat tinggi PKS-Gerindra, impian Muhammad Taufik tetap dipertahankan hanya sebagai impian, tanpa menjadi kenyataan.
Secara awam, cukup mengherankan juga melihat sikap Gerindra melunak dengan memberi "hadiah" kursi wagub DKI kepada PKS, mengingat sebelumnya Gerindra sangat super power, kokoh tak mau mendengar "rengekan" PKS meminta jabatan itu setelah sembilan orang elit politiknya "ditolak" Â mendampingi Prabowo sebagai cawapres.
Bukan rahasia lagi kalau kiprah politik eksternal PKS di ranah publik sangat militan mendukung Prabowo sejak pilpres 2014. Namun saat ini dalam lingkup internal partai PKS sedang sakit.Â
Beragam persoalan menimpanya. Walau disebut-sebut sebagai salah satu partai Allah (bersama PAN dan Gerindra), sejumlah kadernya terlibat dan tertangkap karena korupsi.
Mungkin oknum kader itu mengira saat itu Tuhan sedang tidur, atau Tuhan mengijinkan mereka korupsi demi memperjuangkan marwah partai. Yaa, ini cuma mungkin saja lho... ibarat kata pepatah Prof Pebrianov dari Antartika "Dalam politik, tak ada yang tidak mungkin selain mungkin yang menjadi mungkin semungkin-mungkinnya".
Tercatat kader PKS, Yudi Widiana Adia selaku (mantan) Wakil Ketua Komisi V DPR yang divonis 9 tahun penjara karena kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Selain itu bekas Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail jadi tersangka korupsi proyek pengadaan lahan untuk pelebaran Jalan Nangka, Tapos, Depok.
Persoalan lain terkait organisasi kepartaian PKS yakni banyak kader elit di sejumlah daerah mengundurkan diri karena ketidakpercayaan mereka pada kepenguruan elit partai PKS saat ini. Di tubuh PKS sendiri sedang terjadi faksi-faksi atau kelompok-kelompok  yang mengarah pada perpecahan diantara kader dan partai. Tercatat ada organsisasi Garbi atau Gerakan Arah Baru Indonesia.