Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Bolehkah Penumpang Pesawat "Minta Turun" dalam Perjalanan Penerbangan?

30 Oktober 2018   15:10 Diperbarui: 31 Oktober 2018   10:30 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; asumsi.co.id

Saat itu, dengan melihat jam sudah melewati 1 jam penerbangan, saya perkirakan pesawat sudah memasuki wilayah udara Jawa Barat atau malah sudah di atas kota Bandung. 

Semakin lama, goncangan pesawat makin keras. Kami yang berada dalam pesawat seperti diaduk-aduk. Seperti nomor arisan yang dikocok-kocok dalam toples. Sering terdengar bunyi gedubak! Mungkin karena benturan body pesawat dengan gumpalan awan. 

Beberapa kali pesawat terasa "terjun bebas" atau kehilangan ketinggian. Mungkin karena tidak adanya tekanan udara luar, atau pesawat masuk ke zona hampa tekanan udara. Kalau sudah jatuh bebas begitu, seluruh isi perut beserta perangkat jeroan perut serasa pindah ke tengorokan. Benar-benar menyeramkan.

Beberapa tas penumpang ada yang terjatuh dari kabin atas yang terbuka karena goncangan. Saat itu tak ada crew pesawat dan penumpang yang memperdulikan karena mereka "dipaksa keadaan" untuk tetap di posisi masing-masing. 

Banyak penumpang berteriak-teriak, berdoa menyebut nama Tuhannya. Saya pun berdoa. 

Saya duduk di seat A, dekat jendela. Pandangan saya tak lepas dari jendela itu. Untuk "melihat posisi pesawat" terhadap daratan--yang sebenarnya tak juga bisa saya ketahui karena lagit gelap. Hanya terlihat lampu diujung sayap pesawat saja. 

Dari jendela itu saya lihat petir beberapa kali menyalak di langit. Sangat menakutkan. Timbul kekuatiran petir itu menyambar badan pesawat, walau saya tahu ada penangkal petir dalam sistem pesawat modern. Saya berharap sistem itu bisa bekerja dengan baik. Tapi siapa tahu dengan kekuatan petir maha dahsyat...? Hadeuuh!

Saat itu horor dalam partai puncak. Itu terjadi selama kira-kira 45 menit. Saya pun mulai ketakutan, tapi berusaha tenang. Tangan berpegangan pada handel tempat duduk, sedangkan kaki menekan pada besi kaki tempat duduk di depan saya.

Saya lihat, seorang ibu di seat B tepat  di sebelah saya, tidak bersuara. Hanya memejamkan mata sambil komat-kamit berdoa. Berbeda dengan ibu yang satunya di seat C, setiap ada goncangan pesawat dia berteriak--seperti penumpang lainnya.

Sengaja pandangan saya terus ke jendela, untuk mengalihkan rasa takut. Saya berharap pilot melakukan pendaratan darurat di bandara terdekat. Itu saja yang ada dalam pikiran saya saat itu. Plisss...pliss..pliss...!

Dan ternyata harapan saya terkabulkan. Terdengar pengumuman dari  pilot ; "penumpang diharapkan tenang, cuaca sedang tidak baik. Pesawat dalam kondisi terkendali. Kita akan melakukan pengalihan pendaratan di Bandara Soekarno Hata". Yess!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun