Tepat 22 Oktober 2018 lalu Kompasiana telah memasuki usia 10 tahun. Dan kini, usianya sudah lewat 10 tahun beberapa hari. Diselang waktu 10 tahun itu, saya sudah menjadi anggota penulis (kompasianer) selama hampir 5 tahun. Lalu, apa yang saya dapatkan?Â
Sebagai blog kroyokan yang punya nama besar di tingkat  nasional, saya bisa ikut ndompleng nama besar Kompasiana secara nasional. Kalau mau lebay sedikit, saya sudah seperti artis layar maya. Untunglah saya lelaki pemalu, yang kalau disapa orang seringkali melompat sembunyi ke bawah meja, lalu menundukkan wajah sambil memainkan ujung rambut. Heuheuheu!Â
Kompasiana telah memberikan banyak hal kepada saya. Nama besar--maksudnya kalau ditulis pakai huruf besar, materi--maksudnya duit dari hadiah menang blog competition dan K.Reward. Non materi, Â misalnya ; mendapatkan pertemanan ilmu, wawasan, keberanian menulis gagasan, kejelian melihat isu dan menangkap momentum, kesabaran terhadap tekanan gosip, hujatan dan nyinyiran dari pembaca, keiklasan menerima perbedaan pandangan, kemampuan menata diksi/literasi, kemampuan berpikir mendalam, peningkatan selera humor, mendapatkan obat jenuh dan stress akibat rutinitas kerja, dan lain sebagainya.
Dari semua yang saya dapatkan itu, bila dirangkum dan diulek-uleg maka hasilnya adalah ramuan menemukan diri sendiri. Menemukan kebebasan dan pembebasan diri di dunia literasi populis. Dunia literasi separuh maya. Eaaaa...!Â
"Abaaang, kok separuh, siih? Kayak orang lagi tanggal tua pesen nasi di warteg, ajaa.."
"Gini looh dek, menulis dan berinteraksi di Kompasiana itu merupakan dunia maya. Adanya di internet, tapi orang di belakang tulisan itu nyata. Banyak yang punya identitas asli. Mereka juga bisa nyata bertemu dalam kopdar di berbagai acara bersama dalam waktu tertentu. Saling berbagi wawasan dan keceriaan. "
"Ooh, gitu ya? Abaang kok pinter siih?"Â
"Aku ini bukan pinter dek, tapi kompasianer. Paham?"
Bila anda membaca artikel ini, saya berharap anda tidak es mosi. Itulah ke-lebay-an saya dalam berkompasiana. Sesuai dengan motto saya ; " Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat..." Saya ingin bersukaria saat berliterasi di Kompasiana, apapun rumitnya topik yang diangkat, dan seberapa sensitifnya isu yang tengah bergema. Bagi saya, semua itu tak melulu harus kaku. Bukankah kita diberi talenta untuk nganu secara rileks.Â
Itu semua saya dapatkan dalam perenungan, tanpa mandi kembang tujuh rupa. Tidak pakai saos. Tidak pakai sambal. Dan juga tidak pakai kol.
Namun kini semua itu ingin saya akhiri. Cukup sudah 4 tahun lebih saya berkompasiana. Soal penyebab saya berhenti menulis di Kompasiana, akan dijelaskan oleh tim pengacara saya. Maafkan saya tidak bisa menjelaskan secara langsung karena sifat pemalu saya ini. Maaf, seperti kalimat syair lagu milik Cici Paramida ; Â
RT lima RW tiga
Sepuluh nomor rumahku
Jalannya Jalan Cinta
Naik saja bis kota
Jurusan kota Intan
Kalau kamu tak keliru
Pasti bisa kan bertemu
Maafkan kalau liriknya ndak nyambung. Tapi percayalah, Timnas U19 telah lolos babak fase grup. Satu langkah lagi mereka akan ke Polandia. Heuheuheu...
Namun saya tidak kuatir kehilangan, karena saya tidak akan berhenti jadi blogger. Inilah yang membuat saya yakin dalam mengambil keputusan tersebut.Â
Lalu setelah berhenti, akun https://www.kompasiana.com/pebrianov akan diapakan? Akun pebrianov akan saya lelang. Tentu saja lelangnya bersifat tertutup. Saya akan atur siapa pemenangnya. Nanti pemenang yang mengambil alih akun pebrianov adalah saya sendiri, untuk saya gunakan membuat tulisan keren di Kompasiana.Â
Semoga kompasiana semakin beyond blogging.
---Â
Peb26/10/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H