Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Faktualitas HTI dan Blunder Gatot Nurmantyo pada Isu PKI

1 Oktober 2018   21:53 Diperbarui: 1 Oktober 2018   22:15 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : kompas.com

 

Perbincangan Jend (purn) Gatot Nurmantyo di Kompas TV, Tgl 28 September 2018, di acara 'Rosi' bertema "Siapa Mau Nobar Film PKI?", telah mengundang kontoversi.  

Pada acara itu, sang mantan Jenderal dan panglima TNI itu mengkritisi kebijakan pemerintah masa lalu dan kini yang "meniadakan" pelajaran sejarah PKI di sekolah. Sehingga saat ini generasi muda dan milenial dianggap tidak tahu sama sekali tentang sejarah pengkianatan G30SPKI. Satu contoh yang beliau ambil adalah anak temannya sesama anggota TNI, yang masih kuliah semester II tidak tahu tentang Aidit-tokoh PKI pada masa lalu.

Perubahan pelajaran sejarah PKI di sekolah terjadi karena adanya gerakan sistematis yang dilakukan oleh gerakan PKI yang berusaha meniadakan sejarah kelam bangsa ini.

Celakanya, sejumlah pihak di pemerintahan saat perubahan kebijakan tentang PKI tersebut bukan orang sembarangan. Ada Habibie dan Gus Dur yang pada rentang masa  1998-2001 menjadi presiden di periode berbeda. Selain itu ada Letnan Jendral (purn) Yunus Yosfiah selaku menteri penerangan, Prof. Dr. Juwono Sudarsono selaku menteri pendidikan. Mereka adalah orang-orang yang mengetahui sejarah, dan tidak diragukan lagi nasionalisme serta komitmennya pada bangsa dan negrara ini dalam bingkai NKRI.

Dari perbincangan acara Rosi itu, bisa terungkap sebuah cara pandang seorang Gatot Nurmantyo tentang bahaya PKI, bukan semata kritik tidak adanya pelajaran sejarah di sekolah. Bukan melulu pada tuduhan sebagai PKI terhadap para pengambil kebijakan sebagai gerakan sistematis PKI, melainkan pada cara pandang beliau terhadap keberadaan PKI pada masa kini yang dinilai tak lagi relevan.

sumber gambar : kompas.com
sumber gambar : kompas.com
Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo berangkat dari sebuah idealisme yang baik, yakni agar semua generasi memahami keberadaan PKI merupakan sejarah kelam bangsa ini, dan hal itu jangan sampai terulang kembali. Gerakan PKI dan faham yang pernah dibawakannya sangat berbahaya bagi negeri ini.

Namun lingkup pandangan beliau akan bahaya laten yang membahayakan bangsa ini hanya terfokus pada peristiwa kekejaman PKI pada masa lalu. Sementara PKI sendiri sudah jelas dinyatakan sebagai partai dan gerakan terlarang di negeri ini yang bertetangan dengan dasar negara Pancasila dan fondasi hukum negara yakni UUD 45.

Selain itu, hal tak kalah pentingnya yakni, di dunia saat ini ideologi komunis telah runtuh. Perang dingin antara blok barat dan timur, antara faham demokrasi dengan faham komunis sudah tidak ada lagi.  Komunis sudah tidak lagi menarik bagi kebutuhan berbagai bangsa di dunia untuk bersaing menjadi bangsa dan negara yang terbaik.

Panglima TNI saat ini Marsekal Hadi Tjahjanto di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (30/9/2018) sudah menyatakan PKI bukanlah ancaman lagi. Tap MPRS yang sudah melarang ideologi komunis (baca sumber ini). Hal senada pernah Gatot Nurmantyo ungkapkan saat masih menjadi panglima TNI pada acara Simposium Nasional Anti-PKI bertema "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016. (baca sumber ini).

sumber gambar :https://serambimata.com/2017/05/08/indonesia-menjadi-negara-ke-21-yang-melarang-hizbut-tahrir/
sumber gambar :https://serambimata.com/2017/05/08/indonesia-menjadi-negara-ke-21-yang-melarang-hizbut-tahrir/
Sejarah Kelam PKI dan Faktualitas Bahaya Laten HTI

Sejatinya, berangkat dari pelajaran dan pemahaman gerakan PKI pada masa lalu, Gatot Nurmantyo bisa mengungkapkan bahaya laten yang faktual bagi masa kini. Artinya, faktualitas adanya gerakan dan penyebaran faham masa kini yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 45 yang sangat membahayakan keutuhan NKRI.

Sebagai contoh faktual adanya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi ini telah dibubarkan dan jadi organisasi terlarang karena bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, serta sangat membahayakan keutuhan NKRI.  

Gatot sudah paham dan sangat mengerti tentang pembubaran HTI tersebut.  Gatot pernah mengatakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 8/5/2018 (sumber kompas.com) ; "Keputusan apa yang sudah diputuskan oleh negara ini, karena tidak berdasarkan Pancasila itu sudah benar semuanya. Bukan hanya HTI aja, organisasi apapun juga yang hidup di negara ini harus berdasarkan Pancasila." Dia menambahkan, konstitusi di Indonesia mengharuskan semua ormas berdasarkan Pancasila. "Kalau tidak berdasarkan Pancasila tidak boleh hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Bahaya laten HTI semakin nyata karena walaupun secara organisasi HTI telah dibubarkan pemerintah, namun alam demokrasi dan aturan hukum di negara kita masih menyediakan ruang untuk para penggiatnya hidup dan beraktifitas. Mereka tidak ditindak secara militeristik seperti rezim masa lalu menghabisi secara kejam warga yang diduga berpaham atau pengikut PKI.

Saat ini, dengan kebebasan demokrasi tersebut, HTI bisa saja menyebarkan faham Khilafah yang membahayakan keutuhan NKRI. Mereka menjadi bahaya laten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dan waktu-waktu melakukan perlawanan dan pemberontakan. Hancurlah negara Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.

Mereka mengadu domba antar elemen anak bangsa,  menyebarkan fitnah, menanamkan kebencian masyarakat terhadap pemerintahan yang sah, menyebarkan faham Khilafah HTI ke lapisan masyarakat dari bawah sampai ke atas. Dari lembaga non pemerintah dan bahkan lembaga pemerintah. Bukti sudah banyak terungkap di media adanya simpatisan HTI,  yang justru sudah masuk ke lingkungan pemerintahan. Dapat dibayangkan bagaimana penyebarannya di tengah masyarakat, bukan?

Sejarah adalah peristiwa masa lalu, untuk untuk dijadikan pembelajaran masa kini dan masa depan. Pembelajaran sejarah PKI sejatinya dijadikan pembelajaran dalam melihat potensi bahaya laten HTI yang faktual. 

Pembelajaran sejarah itu, harus mampu melihat sebuah faktualitas gerakan dengan cara mengindentifikasikan secara detail ciri dan sifat bahaya laten, untuk kemudian mencari jalan paling tepat menghancurkannya, terutama mempersiapakan masyarakat menangkalnya sejak dini---bukan semata pembubaran organisasi resmi.  

Faktualitas penyebaran faham dan gerakan yang mirip PKI harus diungkapkan, agar generasi sekarang bisa lebih hati-hati.

Generasi muda milenial  hidup di alam faktualitas itu. Mereka harus diajarkan dan merreka harus paham bahaya laten tersebut. Karena kalau tidak, maka tak beda kondisi negara kita dengan masa lalu saat PKI menceraiberaikan bangsa ini.

----

Selamat Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2108. Jayalah Indonesia!

Dukungan referensi : satu, dua, tiga,empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun