Kemenangan dan kehebatan sebuah klub sepakbola tidak akan ada arti ketika suporternya menghilangkan nyawa orang lain di pihak lawan. Semua mata tak lagi melihat kehebatan klub melainkan pada peristiwa pembunuhan atas nama fanatisme klub.
Sering dikatakan bahwa klub sepakbola dan suporter merupakan satu kesatuan entitas sepakbola. Kesatuan itu dibentuk oleh adanya ikatan emosional yang kuat dan sangat kental antara klub dan suporter.
Itulah mengapa, urusan suporter ditangani langsung oleh pihak klub lewat struktur kepengurusan, ciri khas bentuk komunikasi dan berbagai agenda kegiatan lain klub bersama suporter di luar pertandingan sepakbola itu sendiri.
Klub sepakbola profesional yang tidak mengandalkan identitas kedaerahan, misalnya identitas industrial coorporate, ikatan emosional dan tingkat fanatisme suporternya jauh lebih cair dibandingkan klub yang punya masa  suporter kedaerahan.
Hal ini karena identitas coorporate tak memiliki batas defenitif, baik  administratif kewilayahan, identitas personal suporter maupun hal lainnnya.
Hal yang ditawarkan klub adalah sebuah kesenangan hidup kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan pun--sesuai paham industrial dalam mencari pasar, membentuk serta melakukan penetrasi segmen yang sudah dikantongi dalam bisnis. Sepakbola dijadikan sebagai salah satu cara memperkuat eksitensi bisnis  lewat pelayanan cooporate.
Sementara bagi suporternya, klub tersebut dipandang sebagai suatu bentuk atau sumber pemenuhan kebutuhan ragawi---yang tidak sampai masuk dalam pada jiwa. Dalam konteks tersebut bentuk relasi klub dan suporter adalah mitra. Suporter tak memiliki teritori karena klub pun tak mengisyarat hal tersebut.
Bagi klub yang mengandalkan identitas kedaerahan, suporter adalah rakyatnya dalam membangun peradaban sepakbola di wilayahnya. Sementara bagi suporter, klub adalah simbol ideologi yang bahkan mengarah pada religi-isme untuk  membangun eksistensi diri sebagai rakyat sepakbola dan masyarakat universal.
Pada klub profesional yang membawa identitas kedaerahan dalam kiprahnya, unsur suporter 'kedaerahan' tersebut menjadi sebuah teritori abadi yang tak akan lekang oleh waktu. Tak akan runtuh oleh bencana alam. Â Ibarat negara, mereka memiliki rakyat yang punya kedaulatan hingga sampai perbatasan administratif kewilayahan. Konsekuensinya, klub jadi simbol utama bagi kedaulatan itu sendiri.
Di sisi lain, suporter memandang klubnya sebagai simbol kedaerahan yang harus diperjuangkan secara terus menerus demi keberlangsungan eksistensi sebagai rakyat dan pribadi/personal yang membutuhkan kebanggaan, kepercayaan diri untuk menjalani kehidupan, tak hanya di dalam entitas sepakbola, melainkan juga di luar entitas sepakbola dalam kehidupan sebagai manusia.