Jabatan wakil gubernur DKI yang sedang diincar Mohamad Taufik  merupakan jabatan strategis, terlebih DKI Jakarta sebagai ibukota republik merupakan etalase negara dan bangsa Indonesia. Kelayakan dia sebagai mantan koruptor perlu dipertanyakan, walau secara hukum dia pantas mendudukinya.
Mohamad Taufik bisa saja menduduki jabatan Wakil Gubernur DKI karena dia beruntung sebagai petinggi partai Gerindra, selain itu pengisian jabatan wagub tidak melalui pilkada, atau pemilihannya tidak dilakukan warga DKI. Namun demikian, psikologi atau image kolektif  warga tentu saja tak bisa dikesampingkan. Hal itu bisa berimbas pada citra partai Gerindra yang sedang mencalonkan Prabowo/Sandi pada pemilihan presiden/wakil presiden RI.
Ada tiga pilihan bagi Gerindra terkait citra koruptor Mohamad Taufik, pertama tetap menunjuk Mohamad Taufik sebagai wagub DKI dengan membangun argumentasi politis tertentu kepada publik. Ini punya konsekuensi Gerindra tetap dicap publik sebagai partai koruptif atau pelindung koruptor. Kedua, tidak menunjuk Mohamad Taufik sebagai wagub DKI, melainkan kader Gerindra lainnya yang bercitra baik. Ketiga, memberikan jatah kursi wagub DKI kepada PKS---teman koalisinya---yang juga ngotot ingin menduduki jabatan tersebut, tentunya dengan deal-deal politis tertentu mengingat jabatan wagub DKI sangat bergengsi dan punya pengaruh besar untuk membesarkan nama partai.
Dengan melihat kuatnya angin yang dihembuskan oleh Mohamad Taufik bahwa dia bakal menduduki jabatan itu atas restu Gerindra, warga DKI Jakarta mesti bersiap diri dipimpin oleh mantan napi koruptor dari partai Gerindra. Kalau aku sih rapopo, bang...
----
Referensi : satu, dua, tiga, empat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H