Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tren Pelaku Terorisme, Keluarga Inti, dan PR Guru Sekolah

14 Mei 2018   20:19 Diperbarui: 15 Mei 2018   08:17 1888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : statik.tempo.co

Dari sini, para guru sekolah bisa mengamati perkembangan siswanya, selain perilaku mereka di sekolah. Terlebih bila kondisi atau setting orang tua yang "tidak sama" dengan para orang tua lainya.

Misalnya, si orang tua siswa pernah ke Suriah, aktif organisasi tertentu yang berafiliasi pada ideologi tertentu, aktif di Ormas, dan lain-lain.

Para guru (wali kelas, atau BP) bisa memulai komunikasi secara khusus kepada siswa yang kiranya berpotensi mengalami pengaruh aktivitas orang tuanya. 

Dalam hal ini, guru kelas, wali kelas, dan  teman-teman sekolah merupakan ujung tombak informasi bagi kepengasuhan anak (siswa). Mungkin sekolah tak sepenuhnya bisa menolak otoritas dan dominansi pengaruh orang tua si siswa, namun setidaknya bila ada hal yang "aneh" pada anak (siswa), maka pihak sekolah (guru) bisa mendeteksinya untuk kemudian berkoordinasi dengan pihak kepolisian atau BNPT untuk meneliti lebih lanjut, terutama aktivitas keluarga inti siswa tersebut.

Berdasarkan pengalaman aksi terorisme di Surabaya, dan tanpa perlu menyalahkan institusi pendidikan, kiranya pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan--bekerja sama dengan lembaga lain seperti Kepolisian, TNI, BNPT--perlu memberi  pembekalan khusus kepada para guru untuk mampu mendeteksi adanya pengaruh terorisme pada anak-anak (siswa) dan keluarganya. 

Materi pembekalan tentunya disesuaikan dengan lingkup pendidikan. Konsepnya disesuaikan level pendidikan (usia siswa) yang dipadukan dengan konsep kerja kepolisian terkait pendeteksian awal paham-paham terorisme dan perilaku yang umumnya terjadi pada seseorang yang sudah terkena paham tersebut. 

Diharapkan, tren aksi terorisme oleh keluarga inti bisa dideteksi sejak awal lewat pengamatan terhadap para anak didik (siswa) di sekolah. Semoga kedepannya tidak ada lagi aksi teror, terlebih yang melibatkan anak-anak.

---- 

Salam Damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun