Des, namamu tak pernah lekang di jagat lembab hasrat primitif ku. Masih tersimpan diantara bilik-bilik luka masa lalu.Â
Luka itu kubalur bulir-bulir abu masa lalu mu yang kurampas dari lelehan airmata munafik keperempuananmu. Sengaja begitu. Aku ingin hidup dalam maha kesakitan abadi kita.
Luka itu kulilit urai rambut cantikmu yang kutebas saat kita satu ayunan birahi.Â
Luka itu tertindih darah keringmu yang dulu tak pernah mampu kuhela saat kau dan aku satu regang kenikmatan atas kesakitan kita. Saat masa lalumu kurenggut paksa dari ketololanmu di bawah altar iblis. Saat masa depan kubenamkan di mitokondriamu yang kubelah.
Ketika kau bagai batu karang membohongi diri tak ingin menyatu dalam tulang rusukku, kupikir itu hanya jeda bagi keniscayaan refrain yang entah kapan akan memulai.
Kini, nama Lilik Fatimah Azzahra perempuan tanpa dosa itu kau teriakan penuh keangkuhan. Kau wartakan pada kegelapan tentang amis darah dan potongan tubuh di kisi-kisi langit kesombonganmu. Kau memang bidadari iblis, Des!Â
Tahukah kau? Lengkingmu telah denyutkan deret luka masa lalu kita. Membuka pori-pori hasrat primitif. Bangunkan aku dari mimpi rindu dendam.
Kulihat iblis mulai menari dibalik tirai. Ini kah awal maha refrain itu, Des?
----
Peb@2018
Sebagai balasan untuk Desol ;Â Jangan Bangunkan Aku, Lilik Fatimah Azzahra!