Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Racun Kalajengking, Sebuah Keniscayaan Peluang Usaha yang Menjanjikan

4 Mei 2018   08:24 Diperbarui: 4 Mei 2018   17:25 3796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Pos Kupang - Tribunnews.com

Presiden Jokowi bikin geger Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, 30 April lalu, yang dihadiri para kepala daerah seluruh Indonesia. Sebabnya, pernyataan Beliau soal racun kalajengking yang harga per liternya sangat tinggi, mencapai miliaran rupiah. Menurut beliau ini peluang bisnis baru.

Tak butuh waktu lama, "kalajengking Jokowi" jadi ngetop, dan hal itu jadi objek baru ledek-ledekan antar kubu politik di tingkat netizen. Maklum saja ini tahun politik. Beragam komentar dan meme bermunculan terkait kalajengking Jokowi. Tentu saja memasukkan kalajengking dalam bisnis masih terasa aneh, dan karena di Indonesia sedang dalam suasana tahun politik, lebih banyak debat nyinyirnya daripada melihatnya sebagai "harta karun".

Kita abaikan dulu urusan nyinyir dan politisasi Kalajengking yang tak ada untungnya. Mari kita lihat hal itu sebagai informasi peluang usaha yang bikin untung. Ini urusan duit besar, berternak atau budidaya kalajengking beserta turunan bisnisnya. Ini bisa jadi peluang yang menjanjikan.

Siapa pun tahu, kalajengking itu binatang beracun. Sekali kena sengat maka urusan si korban kalau tidak rumah sakit ya...kuburan. Sungguh ngeri, bukan?

Dikabarkan National Geographic bahwa ada 2000 jenis kalajengking hidup di bumi. Makin kuat racunnya, makin parah lah si korban sengatan. Tapi dalam bisnis racunnya justru makin mahal!

Malah, karena racun itu berguna untuk pengobatan tumor dan kanker sementara jumlah produksinya tidak banyak dan relatif sulit. Negara Maroko sudah mengembangkan mesin pemerah kalajengking agar lebih cepat dan mudah dalam mendapatkan racun dari seekor kalajengking. Sementara bank racun terbesar ada di Cina, yang satu species kalajengkingnya dihargai 8,3 juta per gram. Celeguk!

Belajar dari kecoa, burung walet dan ikan arwana
Karena mungkin masih baru (informasinya di Indonesia), maka masyarakat masih kaget atau bertanya-tanya. Mereka mungkin belum yakin, namun ke depannya semoga makin jelas sehingga ada masyarakat mau berbisnis ini. Apa sih yang tidak bisa, dan siapa sih yang tidak tertarik dengan bisnis yang duitnya gede?

Banyak contoh di Indonesia, sesuatu yang umumnya remeh atau tidak dianggap, namun kemudian jadi ladang bisnis. Lihat saja, sampah kemasan minuman mineral dan kertas bekas yang jadi buangan banyak orang namun bagi sebagian orang jadi lahan bisnis. Mereka jadi pengepul dari kerja para pemulung. 

Banyak orang yang takut (jijik) dengan kecoa, tapi ternyata banyak juga yang bisa mendapatkan duit dari ternak kecoa. Apa guna kecoa? Dari hasil penelitian ilmiah, kecoa ternyata memiliki zat antibakteri yang ampuh. Pebisnis kecoa jadi pemasok bagi perusahaan farmasi untuk membuat obat sakit jantung, liver, bahan pembuat lotion luka bakar dan kosmetik.

Dalam skala kecil, peternak kecoa jadi pemasok bagi komunitas pemelihara ikan dan burung. Saya kalau mau mancing, terpaksa merogoh uang 20 ribu untuk membeli kecoa dalam kotak kemasan yang isinya 50 ekor kecoa. Mana mungkin di akhir minggu saya tongkrongin dapur, kamar mandi, dan sekitarnya hanya untuk berburu kecoa untuk mancing, bisa ngomel bini gue! Heuheuheu...

Dulu air liur burung walet hanya bisa didapatkan di gua yang dalam dan tinggi, atau bukit, gunung yang curam, letaknya jauh di daerah pedalaman. Namun karena harganya sangat menjanjikan, banyak orang kemudian membudidayakannya di rumah khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun