Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta jatah menteri tenaga kerja ke Prabowo Subianto, apabila nantinya Ketua Umum Partai Gerindra itu terpilih sebagai Presiden periode 2019-2024. (sumber ; kompas.com). Hal itu dilakukan saat peringatan Hari Buruh tanggal 1 Mei 2018 di Istora Senayan, Jakarta.Â
Permintaan KSPI itu dilakukan secara secara terbuka didepan ribuan buruh, dan dipertegas secara resmi hitam di atas putih antara ketua KSPI dan Prabowo sebagai tanda perjanjian politik kedua pihak. Ada 10 poin tuntutan buruh dalam kontrak politik itu, (lihat kompas.com). Tentunya permintaan itu tidak gratis, ada "take and give" yang sama-sama untung. KSPI akan mendukung penuh pemenangan Prabowo dalam pemilihan presiden 2019 nanti. Sedangkan Prabowo harus memberikan jabatan menteri kepada KSPI bila jadi presiden.
Beragam reaksi publik muncul terhadap permintaan KSPI tersebut. Ada yang mengatakan hal itu wajar, namun tak sedikit yang menyayangkanya.
Transparansi politik yang salah?Â
Dalam dunia politik, sebuah kontrak politik merupakan hal yang biasa dilakukan, baik secara resmi dalam bentuk perjanjian tertulis atau secara lisan. Hal yang sering terjadi, kontrak politik dilakukan dibelakang layar antara calon pemimpin (kontestan) dengan pihak tertentu, baik organisasi maupun perorangan. Publik pun hanya mengetahui nya lewat rumor yang beredar.Â
Namun yang dilakukan KSPI dan Prabowo justru secara terbuka dengan maksud "tak ada dusta diantara kita" sehingga diketahui  semua elemen pendukung Prabowo, baik partai politik, para buruh yang tergabung KSPI, publik, pers, dan lain-lainnya.Â
Cara yang dilakukan Prabowo ini anti mainstream atau diluar kebiasaan orang-orang politik. Kali ini ada pertaruhan besar yang dilakukan Prabowo, yakni mendapatkan simpati publik secara luas atau sebaliknya jadi "blunder" perpolitikan Prabowo yang berujung antipati publik.Â
Simpati akan menghasilkan dukungan luas, bukan saja dari keluarga besar KSPI, melainkan juga organ-organ kemasyarakatan lain serta kaum pemilih suara mengambang. Dukungan (simpati) Â itu muncul karena Prabowo membangun persepsi publik bahwa dia mau "bersikap terbuka dan jujur " sejak awal kepada publik dalam hal keputusan politik. Dia ingin "menelanjangi" kemunafikan perpolitikan tingkat yng sudah lama berlangsung di negeri ini, Â khususnya yang pernah dan sedang berkuasa. Dia ingin mengajarkan kepada publik bahwa politik transaksional itu memang ada, dan bukan sesuatu yang tabu.
Disisi lain, bila perjanjian politik itu dianggap blunder maka perpolitikan Prabowo akan hancur. Citra dirinya jadi rusak. Mengapa demikian? Publik tidak terbiasa dengan transaksionalitas politik yang vulgar. Rasa keadilan, kepatutan dan kepantasan seolah dilangkahi di depan mata. Logika dan nilai-nilai yang dipahami (dianut) publik awam tercederai. Muncul beragam dugaan negatif dibalik politik transaksional atau kontrak politik, yang pada akhirnya publik  tidak bersimpati pada Prabowo.Â
Dalam dunia politik, tidak ada peristiwa atau agenda resmi yang kebetulan. Selalu ada "by design" sebagai sebuah gerakan pencapain tujuan politik, baik bersifat penguatan ke dalam, maupun pelemahan pada lawan-lawan politik.Â
Soal perhitungan (pertaruhan) untung-rugi kontrak politik terbuka atau vulgar Prabowo dengan KSPI tentu sudah dipertimbangkan  pihak Prabowo sebelum hal itu dilakukan. Setiap  manfaat dan efek positif- negatif yang bakal timbul sudah diperhitungkan, dan akan ada tindakan lanjut (treatment) tersendiri yang mengarah pada penguatan posisi politik, dan proses pemenangan Prabowo.
Kontrak politik KSPI-Prabowo tak hanya sampai di momentum acara May Day (Hari Buruh)  itu saja. Hal yang menarik  adalah menunggu treatment politik tim Prabowo, yakni penanganan manajemen konflik dan strategi pragmatis serta produk atau langkah kongkritnya di tengah hiruk pikuk respon - aksi verbal dan non verbal (persepsi) - publik usai mengetahui kontrak politik terbuka antara KSPI-Prabowo. Hal ini sekaligus  akan  jadi pembelajaran politik kepada publik secara lebih luas, apapun pilihan politiknya.
Pilpres 2019 masih lama, mari kita tunggu saja langkah perpolitikan Prabowo beberapa waktu ke depan dengan tetap menjaga semangat NKRI.
Salam
Sumber Referensi Kompas.com ; Satu, Dua, Tiga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H