Hari buruh di Indonesia eksis setelah  runtuhnya rezim Orde Baru. Pada masa Orde Baru gerakan buruh dilarang pemerintahan Soeharto  karena diidentikan gerakan komunis.  Tujuan Orde Baru melarang perayaan Hari Buruh adalah untuk meredam gejolak yang dikuatirkan timbul dari gerakan jutaan pekerja terhadap stabilitas politik dalam negeri.
Pada pemerintahan pasca Reformasi, Hari Buruh tanggal 1 Mei diakui dan dijadikan hari libur nasional. Seolah mengikuti tren sejarah, setiap tanggal 1 Mei ratusan ribu buruh Indonesia di berbagai kota turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi menuntut perbaikan nasib atau kesejahteraan. Mereka berpatokan pada peringatan peristiwa Haymart, Chicago, Amerika yang merupakan sejarah perjuangan para pekerja sehingga lahir Hari Buruh. Â
Tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada konggres Federation of Organized Trades and Labor Union tahun 1886.  Tanggal tersebut diambil untuk mengenang peristiwa Haymarket 1 Mei tahun 1886 saat sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat melakukan demonstrasi menuntut pengurangan jam kerja mereka dari 20 jam menjadi 8 jam sehari.  Aksi tersebut bentrok dengan aparat sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati. Para buruh yang tewas pada peristiwa  itu dianggap sebagai martir.Â
Atas dasar pemaham tersebut, Hari Buruh di Indonesia sampai sekarang tetap diisi dengan demonstrasi besar-besaran oleh para buruh di berbagai kota.
Tren demonstrasi hari buruh memunculkan pertanyaan, kalau isinya demonstrasi, lalu kapan para buruh bisa sukacita merayakan Hari Buruh? Apakah tidak sebaiknya diisi dengan istirahat bersama keluarga atau kegiatan rekreatif bersama lainnya layaknya hari raya atau hari nasional yang sudah ditetapkan pemerintah?Â
Baca ; Hari Buruh, Kenapa Selalu Harus Demontrasi Besar-besaran?
Kalau hari raya keagamaan biasanya diisi ibadah (sebagai hal yang utama) kemudian dilanjutkan dengan silaturahmi pada keluarga dekat dan kerabat dalam suasan sukacita bersama. Kedua kegiatan Hari Raya itu memberi dua kesenangan / sukacita utama yang berbeda, satu kesenangan bersifat sakral (ke-Ilahi-an) atau religi, sedangkan silaturahmi  bersifat profan (ke-duniawi-an). Â
Kalau hari raya nasional lainnya, misalnya hari kemerdekaan RI 17 Agustus diisi dengan upacara peringatan detik-detik proklamasi, kemudian lomba-lomba unik masyarakat yang tujuannya mengakrabkan diri di lingkungan komunitas, tempat kerja, sekolah, atau tempat tinggal dan lain sebagainya. Demikian juga hari-hari nasional lainnya, misalnya Hari Pahlawan, Hari Kartini, Â dan lain-lainnya kurang lebih sama.
Adakah suka cita Hari Buruh?
Ada suatu yang "aneh" ketika Hari Buruh "terkonotasikan" sebagai hari demonstrasi para buruh. Framing media pada aksi buruh yang turun ke jalan di hari spesial mereka lebih mendominasi pemberitaan sehingga di benak publik luas bahwa Hari Buruh identik dengan Demontrasi. Kalau jumlahnya ditotal, Â ratusan ribu orang buruh dari berbagai kota di Indonesia berdemontrasi pada "Hari Raya" mereka.Â