sumber gambar : kompas.com
Jokowi adalah pemimpin yang visioner. Suatu yang visioner mampu membangun suatu bentuk estetika dan kenikmatan visual (
venusitas). Di sisi lain pesaing Jokowi akan mengimbanginya dengan gempuran target alternatif yang pragmatis (
firmitas dan
utilitas)--yang lekat dengan kegunaan langsung dan fungsi nyata. Sementara sebagian publik yang karena berbagai keterbatasannya tidak mampu membaca visi Jokowi secara jelas melihatnya sebagai "kegagalan Jokowi". Disinilah sebenarnya "ruang pertempuran" Jokowi dan para pesaingnya terkait kepuasan tersebut. Waktu sangat menentukan, yakni bagaimana masing-masing pihak mampu menginisiasi pikiran publik menurut kehendak setiap kubu.Â
Kalau Jokowi "tidur nyenyak" alias tetap dengan gaya lama karena toh bisa unggul, maka para pesaing Jokowi akan merebut waktu itu ditengah segala keterbatasan pemahaman publik akan Jokowi. Kepuasan visual (estetika) yang selama ini dilihat publik pada program pembangunan  Jokowi akan berubah jadi ketidakpuasan fungsi dan utilitas dalam jangka pendek--inilah sebuah paham pragmatis ditanamkan dari para pesaing Jokowi kepada publik.
Dari hasil survey Litbang Kompas itu, dan disisa waktu mendekati Pilpres 2019, Jokowi harus ubah strategi dari hanya "tingkat kepuasan estetika/visual" ke dalam tingkat "kepuasan utilitas dan fungsi". Strategi ini harus dilakukan intensif dan masif. Salah satu caranya, utamakan membuat dan menyelesaikan proyek-proyek jangka pendek yang langung dirasakan publik secara merata.
Ibarat main bola, Jokowi jangan keasikan bermain indah, tapi harus mau bermain taktis dan kalau perlu sedikit keras tapi bukan bermain kasar.Â
----Â
Peb23/04/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Politik Selengkapnya