Di Indonesia, seorang bakal calon kepala daerah atau calon presiden yang oleh KPU dinyatakan sudah resmi jadi Calon Kepala Daerah (Cakada) atau Calon Presiden (Capres) pada tahap selanjutnya harus mengikuti serangkaian tes kesehatan jasmani dan rohani. Rangkaian tes itu resmi dilakukan lembaga kredibel yang ditunjuk KPU berdasarkan aturan dan undang-undang. Hasil tes itu menjadi salah satu penentu bisa atau tidak para kandidat tersebut mengikuti Pilkada atau Pilpres.
Sensitivitas Nilai Kuantitatif pada Capres
Selama ini, hasil tes kesehatan rohani (kejiwaan) tidak pernah mencantumkan secara spesifik tentang tingkat kecerdasan calon. Tidak ada press release tentang score IQ para Kandidat. Publik hanya diinformasikan bahwa calon lolos kesehatan rohani dan jasmani.
Pertanyaannya, mengapa KPU tidak dicantumkan hasil tes berupa score IQ--agar rakyat tahu tingkat kecerdasan calon pemimpinnya? Apakah IQ seseorang bersifat rahasia?Â
Rahasia atau tidaknya hasil tes IQ, dan item-item tes lainnya tergantung pada ruang kebutuhan dan relevansi atau pengaruhnya terhadap kondusivitas ruang publik.
Dalam dunia politik, nilai-nilai kuantitatif yang didapatkan dari hasil tes para kandidat menjadi sesuatu yang sensitif di ruang publik. Sensitivitas tersebut rawan memunculkan polemik dan kampanye hitam oleh para pendukung si Kandidat terhadap lawan politiknya. Bukan hanya nilai kuantitatif IQ saja, bahkan hal sepele seperti ukuran berat badan dan tinggi badan kandidat pun tidak diberitakan.Â
Bayangkan saja bila ada pencantuman IQ setiap kandidat, akan terpetakan kasta kecerdasannya seluruh calon. Dan hal ini akan jadi bulan-bulanan dalam berbagai bentuk selama kampanye. Ujung-ujungnya timbul suasan demokrasi yang tidak sehat. Dari tes kesehatan kandidat menjadikan tubuh demokrasi yang tidak sehat.Â
Pihak KPU selaku penyelenggara pesta demokrasi tentu punya ambang batas bawah score kecerdasan untuk menyatakan lulus atau tidaknya, atau layak/tidaknya seorang kandidat mengikuti kontestasi Pilpres atau pun Pilkada.
Dalam bangunan kepemimpinan seseorang, faktor score IQ bukanlah satu-satunya penentu keberhasilannya jadi pemimpin wilayah dan politik. Ada banyak varian faktor yang jadi penentu kepemimpinan dan keberhasilan menjadi pemimpin. Score IQ sangat tinggi tidak otomatis lebih hebat jadi pemimpin dibandingkan IQ yang lebih yang lebih rendah---sepanjang sudah memenuhi batas bawah yang diisyaratkan KPU.Â
Secara kelembagaan, nilai kuantitatif personal seorang kandidat Pilpres atau Pilkada merupakan domain rahasia KPU, bahkan jadi rahasia negara sampai kapan pun.
Kalau kemudian ada klaim nilai kuantitatif pribadi seorang kandidat diumbar ke ruang publik oleh para pendukung si Capres atau Cakada, maka itu hak pendukung yang didapatkannya bukan dari KPU. Mereka bertanggung jawab penuh atas pernyataan tersebut. Hal sebaliknya juga berlaku bila seorang Capres atau Cakada tidak mempublish nilai kuantitatif pribadinya.