Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Selamat Datang Tiga Klub "Tradisional Zaman Old" di Liga Bergengsi Indonesia

29 November 2017   02:17 Diperbarui: 24 Februari 2018   00:32 5593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLASPORT.COM

Liga sepak bola bergengsi di negeri ini bakal kedatangan tiga "anak hilang" pada musim kempetisi mendatang. Ketiganya adalah PSIS Semarang, Persebaya Surabaya dan PSMS Medan. Siapa yang tak kenal reputasi ketiga "tim tradisional" itu? Mereka adalah tim juara kompetisi sepak bola Indonesia "Zaman Old" yakni pada masa kompetisi Perserikatan yang pertama kali digelar sejak tahun 1931- sebelum Indonesia merdeka.

Liga 2 baru saja selesai mengadakan Kompetisi pada partai empat besar di stadion Bandung Lautan Api, Bandung, sore-malam 28/11/2017 (live TV One). Pada laga itu ada dua pertandingan penting. Pertandingan pertama sore hari PSIS lawan Martapura FC memperebutkan tempat ketiga, yang berarti posisi itu merupakan tiket terakhir menuju Liga 1 Indonesia musim depan. Sebagai catatan, untuk kompetisi periode mendatang tersedia 3 tiket klub promosi dari Liga 2 ke Liga 1- yang merupakan liga tertinggi dan paling bergengsi.

Juara tiga akhirnya direbut PSIS setelah mengalahkan Martapura FC dengan skor 6:4 lewat pertarungan dramatis. Sejak awal hingga babak kedua berakhir PSIS selalu ketinggalan gol.

Mulai ketinggalan 1:0 kemudian disamakan jadi 1:1, ketinggalan lagi 1:2 kemudian dikejar lagi jadi 2:2, ketinggalan 2:3 dikejar lagi jadi 3:3, dan ketinggalan lagi 3:4 kemudian dikejar lagi jadi 4:4 sampai lah pluit tanda babak kedua berakhir skor seri 4:4. Dalam perpanjangan waktu 2x15 menit baru lah PSIS bisa memimpin dengan skor 6 : 4 hingga akhir pertandingan. Pada babak tambahan waktu 2x15 menit ini PSIS menunjukkan mental juaranya sehingga mampu mengalahkan Martapura FC--klub pendatang baru yang tampil cemerlang.

pendukung klub PSIS semarang. sumber gambar: tribunjateng/hermawan handaka
pendukung klub PSIS semarang. sumber gambar: tribunjateng/hermawan handaka
Wakil daerah Kalimantan Selatan itu harus mengubur mimpinya untuk pertama kali masuk liga bergengsi di negeri ini. Sementara PSIS Semarang berhasil mewujudkan mimpinya yang dulu pernah mereka raih, yakni berada di jajaran elit kompetisi sepak bola bergengsi di negeri ini.

Pada laga kedua malam hari Persebaya Surabaya menjadi juara setelah mengalahkan 3:2 atas PSMS Medan yang harus puas di peringkat ke dua. Laga klasik Persebaya vs PSMS Medan terjadi sangat seru dan dramatis--mirip perjuangan PSIS lawan Martapura FC. Hanya bedanya, PSMS dan Persebaya sudah pasti lolos ke Liga 1, jadi pertarungan memperebutkan posisi juara 1 itu lebih dikarenakan gengsi klasik kedua tim. 

Tiga Klub Tradisional

Ketiga klub bola itu disebut juga tim tradisional karena memiliki sejarah sepak bola yang panjang di daerah masing-masing dan kiprahnya dalam sepak bola tanah air. Dari ketiga tim kuat itu pernah lahir sejumlah pesepak bola handal negeri ini pada masa lalu. Selain itu dengan label daerah, mereka memiliki pendukung yang fanatik berdasarkan " fanatisme kedaerahan".

Sebagai klub tradisional, klub sepak bola PSMS Medan, Persebaya Surabaya dan PSIS Semarang bagai tak pernah mati. Pendukungnya pun turun temurun dari daerah masing-masing dan yang merantau ke daerah lain. Inilah kekuatan mereka sehingga walau pernah degradasi namun bisa tetap hidup sampai sekarang. Berbeda dengan klub non-perserikatan yang bisa saja gulung tikar dan tak pernah lagi muncul di kancah sepak bola nasional.

pendukung klub PSMS medan. sumber gambar : indosport.com
pendukung klub PSMS medan. sumber gambar : indosport.com
Pada era keemasan kompetisi perserikatan dan gabungan perserikatan dengan klub profesional, ketiga klub "anak hilang" ini bukan semata peserta kompetisi, namun juga pernah menjuarai kompetisi. Tercatat Persebaya 8 kali juara, PSMS Medan 5 kali juara, dan PSIS 2 kali juara.

Puncak keemaasan kompetisi Perserikatan terjadi era tahun 80-an. Sampai pada masa itu kompetisi sepak bola nasional masih dibagi dua, yakni Galatama dan Perserikatan. Galatama terdiri dari klub-klub profesional, sehingga digolongkan kompetisi antar klub profesional dengan dukungan dana perusahaan swasta besar dan dikelola orang-orang profesional masa itu.

Sementara kompetisi perserikatan merupakan pertarungan klub antara daerah. Kompetisi ini dulu digolongkan amatir karena para pemainnya tak sepenuhnya mengantungkan hidup dari bermain bola, banyak yang merupakan pegawai daerah PNS, BUMD atau BUMN yang berkantor di daerah tersebut. Selain itu kepengelolaanya diurus pemerintah daerah dengan dukungan sebagian dana APBD daerah bersangkutan. Artinya sebagian pajak warga daerah itu digunakan untuk membiayai klub kebanggaan daerahnya. 

Saat ini klub-klub yang dulunya tergabung di "perserikatan' kini tak lagi amatiran dan tidak dibiayai APBD daerahnya. Mereka telah menjadi klub profesional murni, dari segi pembiayaan dan kepengelolaaan dalam kompetisi sepak bola Indonesia masa kini, baik di kasta Liga 1 maupun Liga 2. Namun "nafas perserikatan" yang pernah membesarkan nama mereka tetap dibawa dalam bentuk nama klub untuk meraih pendukung tradisional mereka yang turun temurun.

Final pertandingan Perseritakan tahun 1985 antara PSMS Medan vs Persib Bandung di Stadion Gelora Bung Karno Senayan dipenuhi hingga 150 ribu penonton.Pertandingan itu sampai ditunda sampai 20 menit karena penonton meluber hingga sentelban lapangan. Pertandingan itu pun dicatat AFC sebagai laga amatir yang paling banyak ditonton di dunia! Sumber gambar : goal.com
Final pertandingan Perseritakan tahun 1985 antara PSMS Medan vs Persib Bandung di Stadion Gelora Bung Karno Senayan dipenuhi hingga 150 ribu penonton.Pertandingan itu sampai ditunda sampai 20 menit karena penonton meluber hingga sentelban lapangan. Pertandingan itu pun dicatat AFC sebagai laga amatir yang paling banyak ditonton di dunia! Sumber gambar : goal.com
Fanatisme Daerah dalam Mendukung Klub

Dalam hal pendukung fanatik, kompetisi Perserikatan berbeda dengan Galatama. Pendukung klub Galatama tidak seramai dan tidak sefanatik perserikatan.

Klub bola yang murni profesional bisa berpindah-pindah homebase (markas)sesuai pencapaian prestasi atau kepentingan bisnis mereka. Sementara klub yang berlatar belakang nama perserikatan "terikat mati" dengan daerah asalnya, apapun nasib atau pencapaian prestasi mereka, mereka tidak pindah homebase (markas). Kedua hal tersebut menjadi salah satu pembeda terbentuknya fanatisme pendukung klub.

Auora kompetisi perserikatan sangat besar dan kuat dari para pendukungnya yang fanatik, bukan hanya didaerahnya semata melainkan tersebar di seantero nusantara. Tiap daerah hampir pasti ada orang Surabaya (Jawa Timur) yang cenderung mendukung Persebaya, orang Jawa Tengah cenderung mendukung PSIS, dan orang Sumatera Utara mendukung PSMS. Sehingga dimanapun mereka bertanding pasti para pendukungnya ramai dan heboh. Apalagi bila perhelatan final kompetisi perserikatan diadakan di Jakarta--dimana banyak orang daerah (kaum urban dan keturunannya) tinggal di Jakarta.

Walau pendukung ketiga klub itu fanatismenya berdasarkan kedaerahan, namun hal itu tidak menjadikan terpecahnya rasa persatuan dan kesatuan Indonesia.

Hal ini cukup unik karena ketika gelaran kompetisi perserikatan berlangsung dari awal sampai babak final, suasana persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga dengan erat. Tidak ada 'perang suku/etnis' hanya karena kalah bertanding bola. Aura pesta sepak bola perserikatan justru mampu menjadi pesta bersama seluruh rakyat Indonesia--yang mempererat persatuan dari perbedaaan-perbedaan yang ada di negeri ini.

Selamat datang Persebaya Surabaya, PSMS Medan dan PSIS Semarang di kompetisi Liga 1 periode mendatang--sebuah kompetisi sepak bola profesional dan modern yang tak lagi amatiran seperti era 80-an. Semoga dengan kehadiran tiga klub tradisional ini sepak bola nasional makin semarak, dan tak lupa tetap membawa spirit persatuan dan kesatuan bangsa.

Salam persatuan dalam sepak bola nasional!

Peb29/11/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun