Seringkali dalam proses tersebut didapatkan 'kekurangan atau kelemahan' teknis/cara menulis Kompasianer lain yang mungkin "masih belajar' atau sudah pandai tapi "teledor atau kurang teliti" dalam penuangan gagasannya. Bagaimana hal itu bisa diketahui sementara kita sendiri dalam proses belajar? Seperti kata filusuf Aristoteles, ada proses aktif dan pasif dalam belajar---yang lama-kelamaan akan membentuk keintelektualan seseorang sehingga memiliki intuisi intelek. Dari intuisi tersebut membentuk daya refleksi selaku pembaca apakah dia dan sejumlah pembaca lainnya bisa memahami runtutan logika tulisan yang dibacanya. Selain itu ketersediaan beragam tulisan di Kompasiana tentang satu tema atau issue bisa dijadikan pembanding.
Seseorang yang memutuskan aktif dalam kegiatan menulis maka dia telah masuk kedalam "proses pemikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berpikir". Proses itu secara langsung atau tidak telah membentuk dirinya menjadi orang intelek. Dalam konteks kegiatan menulis, menjadi 'Orang Intelek' bukan sebuah tujuan akhir, melainkan suatu proses yang terus menerus seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan dinamika kehidupan. Menjadi orang intelek hanyalah konsekuensi logis kegiatan menulis yang dilakukan secara terus menerus. Â Orang yang tidak menulis akan sulit masuk kedalam "ruang proses" tersebut. Apakah kemudian orang tersebut dikatakan "tidak intelek"? Tidak juga. Menulis adalah salah satu cara, dan orang tersebut bisa menjadi orang intelek dengan cara lain.
Pencapaian ke level 'menjadi orang intelek' karena cara aktif menulis dengan sendirinya memunculkan aura "terlihat intelek' dimata awam. Bagaimana mereka tahu? Salah satunya adalah karya-karya tulisan yang telah dihasilkan, dibaca dan mampu memberi 'pencerahan' banyak orang. Dari hal tersebut, salah satu turunannya adalah kemampuan terstruktur dan kehatian-hatian dalam bicara---yang didapatkan dari pembelajaran penuangan pemikiran runtut dalam bentuk tulisan.
Konteks 'terlihat intelek' bukan pula suatu tujuan sebuah kesombongan. Terlihat intelek bukan berarti 'orang yang tidak intelek namun mengaku intelek'. Orang yang 'terlihat intelek' tak bisa diciptakan secara tiba-tiba tanpa masuk kedalam 'proses menjadi intelek' tadi.
Anda boleh saja menolak atau tersipu malu kemudian menutup wajah dengan celana karena orang awam memandang anda 'terlihat intelek', namun anda tidak bisa menghindar dari 'terlihat intelek' karena orang banyak telah melihat bukti anda dalam "proses menjadi orang intelek", yakni lewat karya-karya tulisan anda.
Anda pun bisa saja membantah tulisan ini dengan membuat artikel bantahan. Tapi ingat, hal itu justru menguatkan anda terlihat intelek dimata orang. Raisa-in...eh, rasaiiin lu! Heu..heu..heu...
------
Peb/25/10/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H