Kok hari ini ndak ngomel di Kompasiana?
Haah!Â
Lha, menulis itu kan ngomel-ngomelin sesuatu!
Haah? Sembarangan! Emangnya  emak-emak kalah tarohan bola trus nginjak tikus lewat?
Haah?
Nah, kan gantian bingung, kan?
____Â
Sungguh tak rela dituduh nganu ketika kegiatan menulis disamakan dengan mengomel. Apa nanti kata dunia kepada para penulis? Mereka dianggap Tukang Ngomel, dong? Heu heu heu...
Menulis dan mengomel merupakan dua hal itu berbeda. Walau pun mengomel bisa juga dilakukan secara tertulis. Dan menulis bisa dilakukan sembari mengomel. Naah, itu...ituu...sama, kan? Eeits, tapi kemasan dan isi produknya berbeda, om/tante...Â
Antara 'Mengomel' dan 'Menulis' memang ada kesamaan. Kedua hal itu bisa saja memuat kemarahan, sama-sama berupa penuangan unek-unek terhadap suatu hal. Dan sama-sama diwujudkan dalam bentuk tulisan. Dalam konteks literasi, kegiatan menulis diartikan sebuah Karya-- hasil buah budi pekerti yang bisa dinikmati orang lain secara umum. Sedangkan mengomel walau pun bentuknya tertulis tidak bisa dinikmati. Mungkin saja orang membacanya, tapi tidak untuk dinikmati. Apakah anda mau menikmati secara khusyuk sebuah omelan? Tentu tidak, bukan? Heu..heu..heu...
Mengomel identik dengan kemarahan atau ketidakpuasan terhadap sesuatu hal. Karena dasar pijakannya adalah kemarahan maka semua yang tertuang adalah rasa ketidakpuasan itu. Cilakanya, apa yang tertuang seringkali tidak runtut. Logikanya melompat-lompat dari satu variabel ke variabel lainnya tanpa ada kaitan jelas.Â
Dalam omelan, obyek yang jadi bahan omelan dipandang selalu dan pasti salah, kemudian ditempatkan sebagai 'terdakwa tanpa pembelaan diri'-- baik secara aktif maupun pasif, artinya tidak ada ruang si pengomel untuk melihat dan mengulas terlebih dahulu latarbelakang terjadinya kesalahan obyek.Â
Menulis bisa juga berupa sebuah tidakpuasan terhadap suatu hal atau obyek. Ketidakpuasan itu dituangkan dalam bentuk tulisan yang runtut. Sebuah obyek tidak secara langsung 'dinyatakan bersalah' karena kegiatan menulis terlebih dahulu menyertakan  latar belakang dari "kesalahan", referensi pendukung dan hal lainnya--baru kemudian obyek dinyatakan bersalah.Â
Derajat "kesalahan" si obyek terukur ketika paparan fakta atau data dipertemukan dengan suatu parameter kebenaran tertentu (aturan, teori, idealisme, dll). Â Jadi di dalam menulis, Â "kebersalahan" si obyek memiliki penjelasan. Di penjelasan itu secara tidak langsung merupakan "ruang pembelaan" si obyek dimata pembaca.
Untuk mencegah sebuah tulisan dikategorikan 'mengomel' Â maka dibutuhkan keleluasaan dan keluasan berpikir serta kemampuan mengatur tulisan secara runtut. Anda boleh marah dalam tulisan, tapi tidak menghadirkan emosi, melainkan data komprehensif dan sudut pandang yang memperkaya wawasan pembaca dan bisa dinikmati banyak orang. Bukannya mereka habis membaca langsung ketakutan. Heu heu...
Sudahkah anda 'Mengomel' hari ini? Kalau sudah, segeralah menulis. Tapi kalau belum mengomel, segeralah mengomel. Setelah itu menulislah, menciptakan sebuah karya yang nyaman dinikmati banyak orang. Â
Saat ini, lewat tulisan ini, apakah saya sedang mengomel? Kalau anda mengatakan "ya". Siap-siap saya omel beneran. Heu heu heu!
Selamat hari Senin yang Nganu
----Â
Peb9/10/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H