Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Riset Historis dan Persiapan Pembuatan Film G30S/PKI Versi Baru

22 September 2017   04:39 Diperbarui: 22 September 2017   11:16 11749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktor pemeran Jenderal Soeharto di filem versi lama. Sumber gambar : http://www.riau24.com

Manusia menciptakan sejarah mereka sendiri, tetapi mereka tidak dapat membuatnya sebagaimana yang mereka inginkan ; mereka tidak menciptakan sejarah dibawah kondisi yang dapat mereka pilih sendiri  tetapi dibawah kondisi yang secara langsung dihadapi, diberikan dan diteruskan dari masa lampau. (Marx & Engels, 1968 : 97).

Pernyataan tersebut diatas berasal dari dua orang pemikir berkebangsaan Jerman terkenal abad ke 18, yakni Karl Max dan Friedrich Engels. Keduanya saling bersahabat kental. Mereka berdua juga sering disebut sebagai Bapak Pendiri Komunisme dengan pemikiran-pemikran Marxisme-nya. Lalu, apakah seorang Pebrianov juga berteman akrab dengan mereka? Ampun, juragan! Suer, sumpeh... saya tidak kenal mereka berdua. Alasannya, saya Kompasianer sementara mereka berdua bukan. heu heu heu...

Tulisan ini tidak sedang mengupas kedua orang sahabat itu, namun sedikit banyak "peninggalan" paham kedua Bapak Komunis tersebut telah mewarnai perjalanan sejarah negeri ini---yang bahkan sampai saat ini. Kalau dulu, paham kedua orang itu menjadi bagian formil dari gerak bangsa, negara dan pemerintahan negeri kita terutama di era tahun 1948-1960an. Kini secara formil tidak ada lagi, dan telah menjadi bagian sejarah, namun polemiknya masih dibicarakan sampai saat ini.

Polemik G30S/PKI bagai tak berkesudahan usai Partai Komunis Indonesia (PKI) secara resmi partai itu dibubarkan pemerintah Orde Baru. Walau telah dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang sepanjang masa oleh pemerintah melalui ketetapan MPR, nyatanya pemerintah Orde Baru meninggalkan "oleh-oleh berkesan" bagi seluruh anak bangsa negeri ini, yakni  film "Penumpasan Pengkhianatan Gerakan G30S/PKI". Tujuannya adalah untuk dijadikan pembelajaran sejarah bangsa ini agar tak mengulang atau tak lagi mengalami masa kelam pengaruh komunisme didalam berbangsa dan bernegara.

Aktor pemeran Jenderal Soeharto di filem versi lama. Sumber gambar : http://www.riau24.com
Aktor pemeran Jenderal Soeharto di filem versi lama. Sumber gambar : http://www.riau24.com
Sejarah G30S/PKI dan Film Sejarah

Film G30S/PKI bagai bahan bakar yang tak pernah habis untuk menghangatkan suhu politik dan membakar suasana ruang batin rakyat Indonesia. Oleh segelintir orang "itu barang" selalu diambil kembali kemudian digunakan pada momen-momen tertentu demi kepentingan politisnya ditengah beragam isu dan masalah kekinian bangsa ini, hingga tercetuslah ide Presiden Jokowi untuk "membuat kembali" film bertema G30S/PKI. 

Pertanyaannya adalah, apakah hal itu berarti sebuah pelurusan sejarah dengan interpretasi berlandaskan kepentingan (politik) tertentu? Atau, membuat "sejarah baru" dengan maksud memberikan sumbangan pengetahuan/wawasan baru? Atau, hanya sebuah tanggapan terhadap perdebatan yang terjadi selama ini?

Kalau diturutkan lagi bisa memunculkan beragam pertanyaan serta praduga publik yang (kini) melahirkan polemik tersendiri. 

Sebuah film sejarah merupakan karya seni sinematografi yang kemudian menjadi referensi sejarah itu sendiri. Sementara 'sejarah' adalah entitas lain (tersendiri) yang menjadi obyek dari film sejarah tersebut. Untuk membuat film sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan, mau tidak mau pelaku sejarah harus melakukan riset historis. 

Konon pada film G30S/PKI buatan Orde Baru, Arifin C Noer selaku sutradara (bersama tim) telah melakukan riset sejarah PKI selama 2 tahun. Tidak diketahui secara pasti bagaimana metode riset sejarah yang digunakan. Namun demikian ada baiknya kita mengetahui sedikit teori dasar metode riset sejarah sebagai penambah wawasan.

Dokumen gambar jenderal Soeharto pada masa lalu. Sumber gambar : http://www.todayonline.com
Dokumen gambar jenderal Soeharto pada masa lalu. Sumber gambar : http://www.todayonline.com
Riset Historis sebagai Persiapan

Riset historis adalah proses sistematik yang bertujuan menjelaskan, menganalisis dan menafsirkan masa lampau, berdasarkan pada fakta atau informasi relevan yang diperoleh dari berbagai sumber yang teruji otentisitas dan akurasinya. Riset historis umumnya digolongkan sebagai metode riset kualitatif. Riset historis tidak dimungkinkan adanya pengontrolan atau manipulasi variabel seperti dalam metode eksperimen atau metoda riset lainnya karena sepenuhnya berpumpun pada peristiwa yang terjadi di masa lampau. 

Informasi atau data dalam riset historis tidak dihasilkan atau dibangun oleh peneliti seperti dalam metode riset lainnya. Terkait hal tersebut, tim pembuat film G30SPKI versi baru harus menelusuri berbagai sumber yang memiliki kandungan informasi atau fakta tentang masa lampau, seperti: dokumen tertulis, artefak, dan saksi hidup peristiwa gerakan PKI.

Dalam riset historis peneliti secara kritis merekonstruksikan masa lampau seakurat dan selengkap mungkin, dan menjelaskan mengapa peristiwa atau kejadian di masa lampau tersebut bisa terjadi atau dimungkinkan. Riset historis selalu bersifat analitis dan spekulatif, menuntut induksi logis dari peneliti yang berlandas pada informasi atau fakta tentang masa lampau yang relatif terbatas. Karena itu hasil riset historis selalu bersifat sementara. Penemuan informasi atau fakta baru selalu membuka kemungkinan bagi penafsiran kembali hasil riset historis sebelumnya

sumber gambar : https://3.bp.blogspot.com
sumber gambar : https://3.bp.blogspot.com
Bias dan subyektifitas peneliti bisa muncul dalam riset historis dan tidak dapat dihapuskan sama sekali, namun hal itu dapat dikurangi seminimal mungkin. Dalam konteks tersebut, obyek bahasan riset historis G30S/PKI bisa mencakupi spektrum yang luas, meliputi : gagasan/konsep, filsafat, gerakan, lembaga, organisasi, kebijakan, artefak, individu, kelompok, dan lain-lain terkait komunisme di Indonesia dan dunia. 

Obyek bahasan tersebut tidak disoroti secara terisolasi, tetapi selalu dikaitkan dengan situasi dan kondisi di Indonesia pada era partai komunis eksis.  Lingkup suatu bahasan dapat diperluas atau dipersempit dengan memodifikasikan empat kategori pembatas, yakni: wilayah geografis, aktor yang terlibat, periode, dan jenis aktivitas gerakan Komunis-PKI.

Pada topik komunisme dan PKI di Indonesia yang belum pernah dibahas sebelumnya dapat dikembangkan dari interpretasi awal untuk membuka perdebatan. Seringkali terdapat kesenjangan atau defisiensi dalam bahasan gerakan PKI yang telah berkembang dimasyarakat, sehingga perlu dijembatani atau dilengkapi segera dan dikoreksi dengan mengusahakan interpretasi yang lebih akurat. Interpretasi yang terlalu simplistis perlu diperkaya dengan penyidikan yang lebih rinci dan komprehensif.

Pada perdebatan tentang partai PKI yang telah terlanjut berkembang secara ekstrim perlu dibuktikan mana pendapat yang benar dan mana pendapat yang salah, mana yang melihat permasalahan dari perspektif yang kurang tepat.

Soeharto, tokoh penting dalam penumpasan G30S/PKI. Sumber gambar :https://cdns.klimg.com/merdeka.com
Soeharto, tokoh penting dalam penumpasan G30S/PKI. Sumber gambar :https://cdns.klimg.com/merdeka.com
Prosedur Riset Historis

Riset historis menuntut proses kerja yang holistik, di mana sejumlah aktivitas terjadi secara tumpang tindih, tidak merupakan urutan yang secara jelas terpisah. Dalam riset historis sebenarnya tidak dikenal prosedur kerja yang baku, tiap peneliti dapat melakukan pendekatan dan langkah yang berbeda-beda. Pada umumnya secara metodologis langkah yang harus ditempuh peneliti dapat dibedakan menjadi empat. Yaitu:

Perumusan masalah

Masalah yang akan distudi harus dirumuskan secara jelas dan akurat, serta berada dalam batas kemampuan peneliti (manageable). Hipotesis yang akan diujikan, bila ada, harus diformulasikan dengan baik, terurai dalam bentuk kaitan antar variable yang signifikan.

Penelusuran dan Evaluasi Material Sumber

Riset historis sangat mengandalkan sumber data primer, berupa artefak peninggalan masa lampau, dokumen tertulis, atau keterangan lisan dari orang yang terlibat langsung atau menjadi saksi mata peristiwa masa lampau. Meskipun demikian, sumber data sekunder tidak dapat diabaikan, karena terkadang sangat bermanfaat sebagai material pelengkap. 

Setiap material sumber harus diuji validitasnya melalui "kritik eksternal" (external criticism): Apakah dokumen tersebut asli/otentik? Untuk tujuan apa, di mana, kapan, oleh siapa, dan dalam kondisi bagaimana dokumen tersebut ditulis? Apakah dokumen tersebut hadir dalam bentuk dan versi yang lain? Kritik eksternal dengan demikian bertujuan memeriksa aspek fisik dokumen, untuk mendeteksi pemalsuan atau distorsi.

Setelah itu material sumber harus diuji akurasi dan keterpercayaannya, melalui "kritik internal" (internal criticism): Apakah penulis terlibat langsung atau hanya sebagai saksi mata? Apakah isi dokumen logis, mempunyai rujukan waktu yang tepat, atau mengandung bias tertentu (etnik, jender, emosi )? Bila ada bentuk atau versi dokumen yang lain, apakah deskripsi atau interpretasinya berbeda? Kritik internal dengan demikian memeriksa isi dokumen, untuk menilai kualitas kandungan informasinya. Hanya material sumber yang telah melampaui kritik eksternal dan kritik internal dapat disebut sebagai "bukti sejarah" (historical evidence), dan dapat dijadikan dasar yang absah bagi proses analisis, interpretasi dan penyimpulan selanjutnya.

Sintesis Informasi

Setelah material sumber diuji otentisitas dan akurasinya, peneliti dapat memasuki proses sintesis informasi, di mana ia merangkai bukti-bukti sejarah komunisme dan PKI ke dalam pola-pola yang relevan. Proses sintesis merupakan tahap yang paling sulit, karena menuntut imaginasi dan keluasan wawasan berpikir dari peneliti. Proses sintesis informasi meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 

Pertama, penilaian atas relevansi material sumber, sehingga nilai relatif masing-masing material sumber dapat ditentukan. 

Kedua, pencatatan data bibliografis masing-masing material sumber. 

Ketiga, pengorganisasian data ke dalam kategori-kategori yang relevan dengan masalah yang distudi, untuk kemudian distrukturkan secara kronologis, agar dapat dianalisis urutan kejadian serta kaitan pengaruh atau sebab akibatnya. 

Keempat, perangkuman informasi ke dalam kartu-kartu catatan.

DN Aidit, tokoh penting PKI. sumber gambar :https://cdns.klimg.com/merdeka.com
DN Aidit, tokoh penting PKI. sumber gambar :https://cdns.klimg.com/merdeka.com
Analisis, Interpretasi dan Kesimpulan

Informasi yang telah disintesakan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan. Berdasarkan hasil interpretasi tersebut peneliti dapat mengembangkan berbagai alternatif penjelasan dan menyimpulkan penjelasan mana yang paling masuk akal dan bisa diterima.

Para sejarawan umumnya bekerja dengan dua metode analisis, yakni : pertama, cara Diachronic Analysis (Evolutionary: time, chronological), untuk melihat perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Kedua, cara Synchronic Analysis (Systematic: space, descriptive), untuk melihat peristiwa-peristiwa simultan yang berpengaruh terhadap perubahan yang terjadi pada suatu waktu tertentu. Dengan gabungan kedua metode tersebut, sejarawan berusaha mencari hubungan antara gejala perubahan dengan struktur atau konteks di mana gejala perubahan tersebut terjadi.

Penggunaan terminologi "perubahan" (change) sangat dianjurkan, untuk menghindari bias dari istilah "perkembangan" (development) atau "kemajuan" (progress) yang berkonotasi bahwa kondisi baru selalu lebih baik atau merupakan perbaikan/ peningkatan dari kondisi sebelumnya.

Penjelasan historis minimal harus mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut: pertama, Pertanyaan faktual: apa, kapan, di mana, siapa? Kedua, pertanyaan eksplanatif: bagaimana, mengapa, motivasi, gagasan atau kekuatan apa yang melandasinya? Ketiga, pertanyaan estetik: karakteristik visual, pola perkembangan stilistik, dan makna yang terkandung? Keempat, pertanyaan struktural: apa inti atau hakekat dari kehadirannya dalam komunitas atau masyarakat terkait? Kelima pertanyaan kontekstual: situasi dan kondisi bagaimana telah memungkinkan atau mendukung hal tersebut terjadi?

Riset Kesejarahan G30S/PKI bagi Kita

Riset historis membuka wawasan dan menumbuhkan kesadaran historis, sehingga manusia dapat berintrospeksi diri melalui pengalaman masa lampau, baik yang berupa kegagalan maupun keberhasilan. Dengan begitu kita mengenali situasi di masa lampau dan menarik maknanya bagi kepentingan masa kini. Interpretasi yang berlandas pada riset historis dengan demikian dapat membantu merumuskan tindakan yang relevan bagi penyelesaian masalah yang dihadapi masa kini.

Demikianlah sekilas pemahaman riset historis untuk menambah wawasan. Semoga pembaca tidak capek membacanya. Kalau capek jangan minum pil PCC, ya....karena kita tak ingin jadi "bangsa Zombie", heu heu heu. Siapa tau tulisan ini bisa dipakai publik dan pembaca untuk "mengawal" proses film G30S/PKI versi baru yang kelak akan dibuat pemerintahan Jokowi.

Dan semoga pula tulisan ini dibaca para pembuat film versi baru tersebut untuk dijadikan referensi mereka. Hitung-hitung Kompasiana turut andil didalam pembuatannya. Syukur-syukur sekalian saya dijadikan pemeran utama bersama Raisa. Kalau tidak dengan Raisa saya tidak mau.  Halaaaah gayamuuu, Peb! Pake  tjelanha dulu sonoo.Heu..heu..heu...

--------

Peb 

21/09/2017

Keterangan : bagian referensi teori Riset Historis dirangkum dari materi kuliah Prof. Ir Iwan Sudradjat, MSA, PhD---Guru Besar ITB bidang  Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun