Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tulus Berhidang Tak Mesti Memaksa Tamu Bersantap

5 Agustus 2017   15:09 Diperbarui: 6 Agustus 2017   20:02 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini pengalaman yang sering saya alami pada acara-acara hajatan khususnya saat berhari raya di tempat kerabat dekat. Beberapa waktu lalu saya bersilatuhami ke rumah beberapa kerabat dekat. Disetiap rumah disediakan "makanan besar (nasi lengkap dan sejenisnya) dan beragam "makanan kecil (kue-kue)" berikut minumannya. Setiap tamu diajak untuk makan besar oleh tuan rumah. 

Setelah kunjungan ke beberapa rumah maka perut jadi sangat kenyang. Sementara masih ada beberapa rumah lagi harus didatangi karena sudah kadung dijadwalkan hari itu "sekali jalan" semua rumah mesti dikunjungi, soalnya besok-besok sudah ada agenda lain. Lagi pula hari itu momentumnya tepat.

Ketika sudah sampai di rumah ke sekian, perut pun makin kenyang. Rasanya tidak mungkin "makan besar" lagi. Udah "neg". Namun apa daya, seringkali si Tuan rumah menarik-narik tangan untuk ikut bersantap. "Ayo makan, itu sudah disediakan".  Hadooh...! Mau menolak gak enak hati, tapi kalau makan terpaksa nggak enak di perut karena sudah kemasukan beraneka ragamnya makanan. Kita makin sulit menolak bila secara "Hirarki"dalam keluarga atau pekerjaan kedudukan si Tuan rumah lebih tinggi, entah itu om-tante-paman, atau boss/atasan. Situasi diri pun jadi serba salah.

Kalau  ambil menu makan sedikit (demi basa-basi) malah makin runyam, bakal ditanyakan dan disuruh tambah. Hadooh...! Alhasil, acara "makan paksa" pun terjadi dan bukan lagi sebuah "kenikmatan bersantap" melainkan "penderitaan bersantap". Heuheuheu...

Sebenarnya kalau saja "tidak dipaksa" masih ada alternatif makanan kecil dan minuman tersedia-yang volumenya kecil dan tidak menyiksa perut. Tapi kenapa dipaksa makan makanan berat, ya? 

Kejadian seperti ini mungkin juga sering pembaca alami, bukan? Menolak tak enak hati, tapi menerima malah bikin tersiksa. Sementara si Tuan rumah seolah tak mau mengerti alasan yang kita berikan ; "sudah sangat kenyang".  Mereka berpikiran "sudah sangat tulus berhidang", masak gak dihormati? Haddooh...Ampunn, om-tante-boss! 

Fenomena seperti ini cukup "unik". Bahwa sesuatu yang "benar"  belum tentu "tepat". Niat baik dan tulus si Tuan rumah tapi belum tentu tepat bagi setiap tamu. Mungkin perlu pemahaman tersendiri bahwa setiap orang punya "volume" perut yang tidak sama. Ada yang daya tampungnya besar, dan ada yang kecil. Kalau punya perut besar dan usus panjang tentu akan mengasikkan. Makan terus! Hahaha!

sumber gambar ; i0.wp.com/www.sarkub.com
sumber gambar ; i0.wp.com/www.sarkub.com
Berangkat dari beberapa kali pengalaman tersebut, bila ada acara (hari raya) di rumah sendiri, saya tidak akan memaksa kerabat/keluarga dekat untuk makan besar kalau mereka sudah kenyang-atau alasan lain. Toh masih ada makanan kecil (kue, camilan, dll) yang bisa mereka santap sembari ngobrol dengan kita. Pokoknya se-rileks dan senyamannya saja. 

Salah satu " tujuan dan fungsi"  hari raya-baik keagamaan, adat atau hajatan besar lainnya- adalah momen bersilaturahmi antar kerabat. Sedangkan makanan hanyalah penunjang saja. Pihak yang didatangi tentu senang dan telah mempersiapkan menu spesial yang banyak pilihan makanan untuk tamu.  Sementara pihak tamu belum tentu hanya datang ke rumah kita saja. Bisa jadi mereka sudah punya jadwal banyak tempat yang akan dikunjungi.  Jada kita tak perlu kecewa bila tamu hanya menyantap makanan "bukan makanan berat-spesial" yang kita hidangkan. Ha itu tak mengurangi rasa hormat. Meraka mau datang saja sudah merupa kehormatan besar bagi kita.

Kita sebagai tuan rumah yang dikunjugi mestinya "memahami". Apalagi bila rumah kita dapat urutan buncit dari kunjungan kerabat tersebut.

Sebagai tuan rumah kita perlu sediakan menu yang terbaik, namun bukan berarti kita boleh "memaksa" kerabat untuk bersantap yang bikin dia "tak enak hati menolak" yang justru menjadikannya "tersiksa" kekenyangan. Hahahaah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun