Konteks "ketidakjujuran" itu layaknya sebuah "sandiwara "agar kita tetap hidup dan diterima lingkungan." Ketika Ketidakjujuran harus dilakukan, maka kita pun sebenarnya menyatakan diri sebagai pejuang kehidupan. Mengapa? Karena kita harus terus menerus menjadi seseorang yang adaptif, kemampuan menyesuaikan antara keinginan diri (kejujuran) dengan tututan sosial tadi. Hal ini tidak gampang. Banyak orang akhirnya "kalah" dan kemudian membunuh daya adaptifnya itu dengan cara "berlaku jujur" namun sebenarnya merusak kehidupan tatanan lingkungan atau kelompok sosial.
Ada satu cara lain yang dilakukan orang kalah, yang "tidak secara langsung" merusak lingkungan sosial pada umumnya. Cara tersebut adalah melakukan bunuh diri, baik dengan gantung diri, minum racun, dan lain sebagainya. Namun cara ini merusak harapan orang-orang terdekat yang dikasihi dan mengasihinya.
Menjadi seorang pesohor yang dipuja dan dielu-elukan banyak orang atau hanya jadi orang biasa saja punya pijakan posisi yang sama di panggung sandiwara kehidupan. Yang dibutuhkan di sana adalah kemampuan memainkan peran masing-masing, sekaligus hati lapang dalam bermain agar jadi nikmat, apapun kondisinya.
Panggung sandiwara memang kejam, namun di sisi lain hal itu menjadikan seseorang (kita) menjadi pejuang tangguh bagi kehidupan, bukan orang kalah atas nama kejujuran.
Menjadi Kompasianermerupakan salah satu panggung sandiwara saya di lingkungan sosial maya dan nyata. Saya menikmati panggung ini dengan penuh sukacita dan ketabahan karena saya ingin terus jadi pejuang tangguh-walau sesekali suka tersipu malu. Heu heu heu..!
Selamat menikmati weekend.
---
Peb22/07/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H