Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apakah Status Facebook Tak Boleh Dijiplak?

1 Juni 2017   04:32 Diperbarui: 1 Juni 2017   19:53 1669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: simulakrumlab.com

Pertanyaan tersebut muncul dari Kompasianer Mike Reyssent dalam sebuah "diskusi ngawur" di WA Grup 'Ngawur'. Topik yang dibahas member grup itu adalah tentang munculnya tulisan seorang Kompasianer (disusul beragam komen dan artikel tanggapan) yang "mempertanyakan" status FB (Facebook) Afi itu hasil buah pikir Afi sendiri atau hasil plagiat dari status FB orang lain. Afi sendiri saat ini sedang tenar karena status FB-nya viral dan dapat respon positif berbagai pihak sehingga Afi "mendadak seleb".

Tulisan ini tidak membahas "Benar atau Tidaknya" dugaan tersebut. Melainkan tentang sebuah status FB, apakah tak boleh dijiplak?

Terkait pertanyaan di judul tulisan ini, para penggiat medsos khususnya Facebook tentu akan menjawab sesuai pandangan pribadinya. Bisa jadi ada yang mengatakan boleh, dengan alasan bla..bla..bla... Ada juga yang menjawab tidak boleh karena bla..bla..bla. Muncul beragam tangapan unik, kaya dengan beragam perspektif, dan lain sebagainya.

Ada pernyataan menarik dari dua orang member di grup WA itu, pertama dari Mbah Peank yang mengatakan kira-kira begini "tapi sebenarnya tidak ada yang baru di bawah langit dan di bawah jamban". Selanjutnya Syifa Annisa mengatakan ; "Sederhana aja krn Afi lagi terkenal. Kalau orang gak kenal kita, mau jungkir balik plegi disertasi jg ga ada yg peduli...". #Indonesia Reaktif.

Pernyataan Syifa bagi saya menarik, yakni pada frasa "Indonesia reaktif". Mungkinkah Afi "mendadak seleb" karena #Indonesia reaktif? Bisa jadi hal itulah menurut Syifa Annisa yang menjadikan Afi terkenal karena Status FB-nya. Belakangan Afi pun makin terkenal setelah adanya dugaan dia melakukan plagiat status FB milik orang lain.

[caption caption="sumber gambar ; http://assets-a1.kompasiana.com/statics/files/2014/03/1395677900515546588.jpg?t=o&v=800"]

[/caption]

Rimba Raya Facebook

Bila kita "ubek-ubek" facebook, sama sekali tidak ada aturan yang melarang plagiat status FB atau menjiplak status FB milik orang lain. Atas dasar itu, karena kita bermainnya di ruang Facebook, maka menjiplak status FB orang lain bukan merupakan sebuah pelanggaran bermain Facebook. Mungkin si penemu FB yakni Mark Zuckerberg pun akan tersipu malu mengamini. Heu heu heu...

Di sisi lain ada pertanyaan "apa yang anda pikirkan?" sebagai awal pemilik akun menulis status FB. Pertanyaan ini bisa bermakna banyak, salah satunya yang cukup mengemuka adalah memancing pemilik akun untuk mengungkapkan buah pikirannya ke dalam bentuk tulisan sehingga tulisan status FB itu "benar-benar murni" hasil pemikiran si Pemilik akun. Jadi status FBnya 'orisinil'.

Di sisi lain, bila dalam pikiran si Pemilik akun itu "saya akan menjiplak" status orang untuk dituangkan dalam kolom status FB (dengan motivasi tertentu, misalnya berbagi, dll) dan kemudian dia dapatkan status orang lain itu maka status FB-nya menjadi tidak orisinil secara hasil hasil buah pikirnya. Namun demikian secara "legal formal' ala FB, status jiplakan itu telah jadi milik si Empunya akun secara "orisinil".

Kekuasan tertinggi di ruang FB ada pada si Pemilik akun FB itu. Setiap pemilik akun bisa menulis apa saja menurut pikirannya berikut segala motivasi yang melatarbelakanginya. Konon, tulisan status FB merupakan sebuah wujud ekspresi diri, apakah betul demikian? Hal ini debatable (masih bisa diperdebatkan).

Sumber: simulakrumlab.com
Sumber: simulakrumlab.com
Rimba FB sebagai Ruang Peniruan

Ruang FB merupakan ruang maya belantara liar. Disana relatif tak ada aturan pasti yang menandakan sebuah keteraturan suatu "entitas kehidupan". Kalaupun ada "larangan" memasukkan konten porno, hal itu bisa jadi karena adanya "fitur" laporan yang menjadi dasar pengelola Facebook menghapus konten itu, namun tidak bisa secara pasti langsung menghukum si Pemilik akun. Demikian juga halnya tulisan status FB yang nyinyir atau mengandung fitnah dan kebencian terhadap pihak lain.Bila tak ada laporan maka tulisan itu akan tetap bercokol dan si Pemilik akun aman-aman saja.

Di ruang FB tak ada etika dan moralitas baku, yang ada adalah hasrat primitif manusia yang dikomodifikasi dalam kemasan modern di ruang modernitas maya. Adanya 'hukuman' di ruang FB lebih kepada laporan sesama penggiat Facebook, bukan oleh aturan 'hukum' Facebook yang secara otomatis  menghukum si Pemilik akun yang dianggap bersalah. Bila banyak laporan terhadap suatu status FB, maka si Pemilik akun tersebut bisa "dibanned" pengelola FB.

Dengan kedudukan sebagai ruang maya belantara liar itu, maka ruang FB pun jadi ruang "Peniruan" (simulakrum) paling sempurna. Setiap postingan status bisa didapatkan dari berbagai sumber untuk dijadikan milik diri si Empunya akun. Konteks simulakrum/peniruan atas peniruan menjadikan orisinalitas tak bisa lagi didapatkan secara pasti. Kalau saya meniru status FB teman saya, belum tentu status FB teman saya itu hasil pikirannya. Bisa jadi dia pun meniru dari status FB temannya, demikian seterusnya. Hebatnya, begitu status itu sudah bercokol di akun FB saya, maka status itu "murni" milik saya. Toh sudah ada penanda di awal kolom status sebagai tonggak (benchmark) yakni berupa pertanyaan "Apa yang anda pikirkan?"

Sebagai "ruang ekspresi" diri, pemilik bisa meniru apapun se kehendak dirinya. Kalau dia ingin jadi orang bijak di FB, maka jadilah dia peniru kata-kalimat-tulisan para kaum/tokoh  bijak. Selanjutnya si Pemilik akun FB tersebut "jadi orang bijak" di ruang belantara liar maya. Secara 'de facto' dan 'de jure' ala FB itulah ekspresi dirinya di ruang belantara liar maya. Perkara orisinil atau tidak, bukan lagi persoalan-sejauh postingan itu masih bercokol disana. Bahkan sampai si Pemilik akun meninggal pun postingan itu tetap bercokol disana sebagai miliknya. Beuh...serem, euy! 

Ketika sebuah status "simulakrum" itu kemudian menjadi viral dan menjadikan pemiliknya terkenal bak selebritis, maka Facebook tidak bertanggung jawab terhadap ke-seleb-an si Pemilik akun. Pun si Pemilik akun itu tak perlu membayar royalti tertentu kepada FB setelah dia terkenal. Sama halnya, ketika sebuah status FB tidak viral sama sekali dan si Pemilik akun tak berubah nasibnya.

Status FB yang ditulis panjang yang dipikirkan secara"berdarah-darah" dengan status FB pendek secara  "asoy geboy" kedudukannya sama saja di ruang FB. Ketika sebuah status menjadi viral dan menjadikan pemilik akunnya terkenal hingga masuk televisi, maka dia telah jadi produk bagi masyarakat Tontonan yang haus akan Ikon baru dan haus sensasionalitas. Media mainstream sangat paham situasi itu dan kemudian memanfaatkan momentum kehausan masyarakat untuk kepentingan media tersebut. Lebih lanjut,  si Pemilik akun menjadi bintang di panggung selebritas. Sementara Facebook (FB) tidak ada urusan dengan selebritas si Pemilik akun tersebut.

Kalau saja Afi tidak menjadi terkenal oleh status FBnya dari "hasil pikiran murninya" atau oleh "simulakrum-nya" maka dia sama saja dengan pemilik akun lain yang biasa-biasa saja. Tak akan ada tuntutan atau dugaan apapun padanya, bukan?

Demikian.

-----

Peb, mantan aktivis facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun