Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gubernur Idola dan Uang Masa Lalu

18 Maret 2017   14:30 Diperbarui: 19 Maret 2017   00:00 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; https://jameswsasongko.files.wordpress.com

Kursi gubernur dan idealisme memajukan daerahnya semakin menyala-nyala. Inilah saatnya membangun masyarakat dengan cara benar. Dalam hati Baskara berjanji akan mencurahkan dirinya untuk kepentingan rakyat wilayahnya.

Sedikit keraguan masih ada pada uang 30 M itu. Hampir sebulan dia pikirkan apakah menerimanya atau tidak. Semua orang, dilembaga terkait dan komisi menerimanya, lalu kalau dia sendiri tidak, tentu jadi hal yang aneh. Sementara itu bayang-bayang kursi gubernur dan lapangan pengabdian nyata muncul didepan matanya. Inilah saatnya berbuat yang terbaik untuk rakyat.

Bakaskara ingat komik Robin Hood yang sering dibacanya dimasa kecil. Komik itu sangat berkesan dan dibacanya berulang-ulang. Baginya Robin Hood adalah pahlawan. Tapi apakah saat itu dia menjadi Robbin Hood? Ah, tentu tidak. Robin Hood kerjaannya mencuri, sementara Bagaskara tidak. Tapi kalau pun uang 30 M itu diangap mencuri, ini kan cuma sekali! Dan uang itu tidak dia gunakan untuk memperkaya diri, tapi menjadi orang yang bisa mensejahterakan banyak orang dengan pembangunan. Dengan uang itu, dia bisa membentuk mentalitas positif birokrasi dan rakyatnya. Jadi, kalaupun dianggap RobinHood, dia akan jadi Robin Hood hanya sekali ini saja. Bukan membagikan uang curian, tetapi mandirikan fondasi kehidupan rakyat.

Kalau Robin Hood mencuri diam-diam saat pemiliknya lengah, Bagaskara tidak seperti itu. Ini resmi, Hasil rapat yang panjang, dan melibatkan lembaga resmi. Jadi, dia bukan pencuri!

Tak sadar, Bagaskara pun tersenyum.

"Den, kok senyum-senyum sendiri?" tiba-tiba Pak Slamet menegurnya. Hatinya senang, Den Bagas sudah bisa tersenyum.

"Hehehe...pak Slamet, masuk penjara itu resiko dalam politik. Nah, kalau nanti saya akhirnya masuk penjara bagaimana?"

"Ah, Den Bagas jangan berpikir kayak gitulah. Percayalah, Den Bagas tidak akan masuk penjara. Rakyat tidak percaya Den Bagas salah." Kata pak Slamet.

"Lha, pak...inikan kemungkinan terburuk. Namnya saja politik. Salah benar itu relatif, yang benar bisa masuk penjara, yang salah justru lolos dari hukum." Tiba-tiba saja Bagaskara berkata demikian, hanya untuk menyambung pembicaraan.

"Masuk penjara atau tidak, rasa hormat dan kagum saya pada Den Bagas tidak akan berkurang. Saya yakin masyarakat juga berpikir seperti saya. Den Bagas bukan pemimpin biasa. Sudah begikut banyak pembanguna yang Den Bagas lakukan. Den Bagas tidak mementingkan diri sendiri. Itu pointnya, Den" Kata Pak Slamet.

Mendengar hal itu, Bagaskara justru kembali tercenung. Terbayang dia masuk dalam penjara. Apakah jadi takut? Rasanya tidak! Waktu jaman mahasiswa dia sudah pernah merasakan dinginnya lantai penjara bersama teman-teman aktivis. Memang tidak lama. Hanya 4 hari masuk sel. Itu shock therapi aparat dan penguasa orde baru kala itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun