Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gubernur Idola dan Uang Masa Lalu

18 Maret 2017   14:30 Diperbarui: 19 Maret 2017   00:00 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; https://jameswsasongko.files.wordpress.com

Awalnya sebagian tanah itu Baskara pinjamkan kepada pak Slamet. Disanalah pak Slamet bangun rumah sederhana sembari menjaga tanah kebun kelapa Baskara. Tanah yang dipinjamkan itu kemudian sebagian dibeli pak Slamet dengan cara mencicil ke Baskara, dan dia tidak keberatan karena diberpikirnya pak Slamet perlu memiliki tanah dan rumah bersertifikat hak milik agar lebih tenang menjalani masa depan bersama keluarganya. Pak Slamet bekerja mengolah kebunnya, berternak ayam, membuat kolam ikan dan sesekali sebagai sopir cabutan bila ada tugas ke daerah pada project LSM tempat Baskara bekerja.

Pada akhir minggu atau hari libur, Baskara sering mengajak anak dan istrinya ke kebunnya itu. Tak jarang mereka nginap di pondok dekat rumah pak Slamet. Disana anak-anaknya bisa bermain di kebun sepuasnya, bermain air, memetik buah, memancing dan lain-lain. Dari hubungan itulah kedua keluarga terjalin makin erat.

Mobil tak melaju terlalu kencang. Pak Slamet sangat halus dalam mengendarai mobil. “Den, masih melamun ya. Mungkin ada yang bisa saya bantu?” tegur pak Slamet sembari menyetir dan tetap fokus pada jalanan.

Bagaskara tersentak, sedari tadi tatapannya ke depan tapi kosong. Pak Slamet tahu itu.

“Pak Slamet sudah baca koran beberapa hari lalu, kan?” Kata Baskara, memulai pembicaraan.

“Tentang apa, den Bas?” tanya pak Slamet, ingin lebih tahu arah bicara Den Baskara

“Ya, tentang sejumlah anggota DPR yang namanya disebut menerima uang haram proyek trilyunan itu” kata Baskara. Proyek itu 12 tahun yang lalu dan Bagaskara masih menjadi anggota DPR Pusat. Dipertengahan masa jabatan dia mencalonkan diri pada Pilkada gubernur dan terpilih dengan suara hampir 70 persen ! Cukup satu putaran.

“Iya, den saya sudah baca” kini pak Slamet mulai paham kegalauan Den Baskara.

“Itulah yang jadi beban pikiran saya selama ini. Bagaimana menurut pak Slamet?” Kata Bagaskara.

“Waah, itukan fitnah politik den....Den Bagas ndak usah khawatir, fitnah yang lebih kejam dari itu saja sudah pernah den Bagas alami, tho? Lagian, den Bagas kan sudah membatahnya di sejumlah media waktu diwawancarai wartawan. Saya udah baca, kok pembelaan den Bagas. Mantap ! Saya udah banyak jalan ke warga, mereka tidak percaya den Bagas tersangkut itu. Mereka paham kok itu Cuma fitnah politik tingkat tinggi.

“Oh, ya....begitukan tanggapan masyarakat?’ tanya Bagaskara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun