Kompasiana memasuki tahun 2017 membawa dua hal baru. Pertama, adanya slogan baru yakni "Beyond Blogging". Kedua, Kang Pepih secara resmi bukan lagi boss di Kompasiana. Dengan dua hal baru tersebut disadari atau tidak, kedepannya, Kompasiana akan berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan (mungkin) dibandingkan Kompasiana tahun2016 yang baru saja berlalu pun akan berbeda.
Mungkin sesuai pepatah klasik ; Tak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan. Demikianlah di Kompasiana tak ada yang abadi, memasuki tahun 2017 secara substansi dan resmi bergerak menuju perubahan.
Selamat tinggal "Sharing and Connecting", Selamat datang "Beyond Blogging"
Sebuah slogan bagi suatu lembaga memiliki arti penting. Slogan bukan semata sebagai pemanis bibir, bukan hanya kosmetik mempercantik tampilan, atau bukan pula hanya brand abal-abal untuk mengejar 'gaya'. Slogan punya arti yang mendalam, membentuk jiwa lembaga tersebut. Dengan slogan itulah lembaga sebagai kumpulan orang bekerja dengan satu visi yang sama, membentuk tujuannya yang sama dan menargetkan hasil yang sama. Dengan slogan itu pula lembaga itu mencitrakan dirinya dan menebarkannya ke banyak orang di luar batas administratif lembaga untuk menjadi bagian dari lembaga itu.
Slogan lama Kompasiana "Sharing and Connecting" menjadi Roh Kompasiana masa lalu. Slogan itu bukan hanya milik pengelola Kompasiana, tetapi telah menjadi bagian seluruh pembaca dan penulis Kompasiana.
Bicara tentang Kompasiana, maka unsur "Sharing and Connecting" disadari atau tidak turut serta didalamnya. Dengan adanya slogan itu maka terciptalah Sharing and Connecting didalam sesama keluarga besar Kompasiana diluar batas administratif kepengelolaan. Hebatnya Slogan ini mampu menjadi perekat para Kompasianer yang jumlahnya ribuan orang/akun. Interaksi yang terjadi bukan semata hanya terbatas pada bersautan komen di dunia maya, melainkan membentuk turunan komunitas-komunitas yang beraktivitas Sharing anda Connecting di dunia nyata.
Pertanyaannya kemudian ; "Mengapa slogan "Sharing and Connecting" yang sudah indentik dengan Kompasiana dan mampu menjadi Roh bagi semua Kompasianer itu harus diubah/berubah? Apakah ada yang salah?
Menjawab pertanyaan ini "mudah-mudah sulit". Jawaban secara pasti tentunya ada di internal pengelola Kompasiana. Kita diluar batas pengelola Kompasiana hanya bisa menerka-nerka saja tentang sebab dan dinamika yang terjadi didalamnya.
Secara positif thinking dengan melihat fenomena umum dan teori klasik hendaknya kembali ke adigium ; "Hal yang pasti adalah ketidakpastian", maka permakluman pun bisa didapatkan. Artinya, banyak kemungkinan bisa dihadirkan untuk "merasionalisasikan" jawaban secara elegan.
Lembaga modern akan selalu mencari trobosan-trobosan baru ditengah-tengah kemapanan yang dimilikinya. Bila terlelap dengan kemapanan itu makan lonceng kematian hanya tinggal masalah waktu.
Kecepatan perkembangan dunia teknologi dan informasi serta tuntutan dinamika masyarakat "pemamah biak informasi berikut sensasinya" menjadi "sangat kejam" bila sejak awal tidak diantisipasi oleh sebuah lembaga informasi. Contoh ; Koran cetak yang tidak berinovasi ke koran digital dengan beragam Fitur pengayaan dirinya akan mati pelan-pelan. Contoh lain; Konon produk Hp Nokia yang meraksasa akhirnya rontok juga karena keras kepalanya hanya mau pakai sistem operasi syimbian dan tidak mau berinovasi ke sistem android. Slogan "Connecting People" Nokia pun tinggal kenangan.
Dari paparan singkat dan sejumlah contoh tersebut, maka langkah perubahan Kompasiana sebagai lembaga yang dinamis (apalagi berkaitan dengan teknologi informasi) harus mampu selalu melakukan inovasi diri, bukan hanya pada perangkat keras (hardware) tetapi juga pada software. Slogan adalah bagian dari Software itu, untuk secara paralel melakukan inovasi hardware dalam beragam bentuk, tampilan dan pelayanan.
Kompasiana menyadari bahwa tanpa inovasi maka kemapanan yang telah mereka raih akan tenggelam ditelan jaman. Marwah Kompasiana hanya akan jadi cerita lucu dan sebatas legenda bagi anak cucu kelak. Tentunya hal tersebut tak ingin dialami Kompasiana.
Perginya Sang Bidan ; Kang "Pepihsiana"
Beberapa waktu lalu, saya sempat ngopi bareng beberapa Kompasianer senior dan top di Kompasiana. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari urusan politik negara, dunia sastra, pendidikan, perempuan dan dunia Kompasiana. Saking asyiknya ngobrol lupa waktu sampai tengah malam dan kafe pun mau tutup dan kami 'terusir' secara sukses dan halus. Heuheu...!
Kebetulan saya dan beberapa Kompasianer itu pernah hadir di tiga Kompasianival secara berturut-turut, yakni ; tahun 2014, 2015 dan 2016. Jadi parameter timeline pengamatan kami sama. Begitu juga salah satu kesimpulannya yakni ; Pepih tak lama lagi akan hengkang dari Kompasiana. Ternyata terawangan kami itu tak bertepuk sebelah tangan. Soal isi argumentasinya yang 'njlimet' ; itu rahasia negara. Nanti akan kami buka 30 tahun kemudian sesuai Undang-undang bahwa rahasia bisa dibuka ke publik setelah lewat 30 tahun. Heu heu heu...! Jangan berpikir negatif dulu, ini spirit positif.
Perginya Pepih Nugraha dari Kompasiana bikin sebagian Kompasianer kaget. Tapi bagi saya tidak. Saya pikir, inilah saat yang tepat bagi seorang Pepih untuk pergi--disaat Kompasiana dalam level mapannya. Ibarat juara, mundur disaat sedang memegang sabuk juara akan lebih harum namanya.
Di Kompasiana, seorang Pepih tak pelak lagi menjadi Ikon dan Identitas itu sendiri. Tak perlu panjang kali lebar menjelaskan teori identitas itu sendiri yang kemudian tersematkan di Kompasiana-Pepih dan Pepih-Kompasiana. Cukup lihat dan rasakan sensasinya....heuheu...seperti kata sebuah iklan.."Sensasi adalah Segalanya". Uups!
Secara serius, kita simak kutipan pernyataan Kang Pepih di artikelnya ;
" Jujur, keputusan saya mendirikan platform web baru bersama teman-teman lebih karena banyaknya keresahan yang bersemayam dalam diri saya. Keresahan itu berupa sekian ide, gagasan dan inovasi di kepala yang tidak bisa saya laksanakan di kelompok bisnis KG yang sudah di-branding-kan sebagai bisnis media itu. Di sisi lain, yang saya ingin bangun adalah sebuah produk yang BUKAN MEDIA, yakni sebuah platform web berbagi pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang sepenuhnya diserahkan kepada performa mesin." (sumber)
Apa yang disampaikan Pepih itu sebuah jawaban atas pertanyaan dan kekagetan publik Kompasiana.
Bagi saya, Pepih tidak pergi, Pepih tidak hengkang. Pepih hanya membuat tempat baru dan menambah pilihan bagi penggila dunia tulis menulis dunia maya. Dia melahirkan (lagi) sesuatu sebagai alternatif dan pengayaan dunia blogger atau apapun namanya. Alternatif itu memberi pilihan warna (gradasi) yang lebih beragam dan lebih luas kepada semua penggila dunia tulis menulis yang haus akan wawasan dan pematangan diri. Alternatif itu mengukuhkan diri seorang Pepih sebagai 'Spektrum'. Selebihnya? Rasakan langsung sensasinya....heu heu heu...!
Saya lebih suka mengucapkan selamat datang daripada selamat tinggal. Untuk itu saya ucapkan Selamat Datang Slogan "Beyond Blogging", dan selamat datang Kang Pepih....dunia "News" ala warga selalu ceria menyambut kalian berdua.
Udah...
------
Peb3/1/2017
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H