Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setelah 4 November Anies dan Agus Jangan Lagi ''Jualan Es Dimusim Hujan''

4 November 2016   00:38 Diperbarui: 4 November 2016   01:25 6363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar : http://pepnews.id/wp-content/uploads/2016/10/Anies-dan-Agus.jpg"][/caption]

Tahapan Pilkada DKI 2017 sudah memasuki masa Kampanye secara resmi dan terjadwal. Jauh hari sebelum kampanye resmi ditetapkan, kenyataannya para Calon Gubernur sudah 'berkampanye'. Begitu dipastikan resmi dicalonkan partai pengusung, ketiga Pasangan Calon (Paslon) segera tebar pesona di tengah masyarakat.

Ahok sebagai petahana sudah lebih dulu 'kampanye" tebar pesona dibandingkan Anies dan Agus. Posisi petahana menguntungkan Ahok lewat sejumlah program kerja yang sudah dibuatnya. Publik diajak membuka mata pada hasil-hasil yang sudah dikerjakannya selama memimpin Jakarta. Selain itu Ahok sejak awal sudah 'pegang tiket' pencalonan lewat Jalur Independen' ketika pengumpulan jumlah minimal KTP terpenuhi. Jadi dia bisa dengan percaya diri berlaku sebagai 'calon gubernur' di periode mendatang. Sementara disaat yang sama Anies-Sandiaga dan Agus-Silvy saat itu masih belum mendapat kepastian.

[caption caption="sumber gambar : https://cdn.tmpo.co/data/2016/09/24/id_541815/541815_620.jpg"]

[/caption]

Anies Baswedan 

Dibandingkan Agus, Anies (dan Sandi) sudah lebih jauh melangkah di tengah publik. Kedua pasangan ini sudah punya nama di wilayah politik.

Sebelum Anies mengemuka di perhelatan Pilkada DKI, Sandi sudah lebih dulu go-publik lewat partainya, Gerindra. Kesempatan untuk 'Jualan' jauh lebih besar dan terbuka. Hal yang dijual adalah program kerja, sebuah langkah-langkah pembangunan bila kelak menjadi gubernur DKI.

Kampanye resmi belum mulai bukan berarti tak bisa menawarkan program kerja. Namun apa yang terjadi? Sandi sibuk 'memperkenalkan diri', seolah kurang percaya orang DKI mengenal dirinya. Padahal sorot media dari berbagai penjuru tersorot pada dirinya. Otomatis mata dan telinga publik pun tertuju padanya. Soal intensitasnya yang 'tidak semasif' Ahok itu lain persoalan. Yang penting, kala itu tak ada tokoh lain selain dirinya dan Ahok.

Ketika Anies resmi jadi pasangan Sandi, gerakan keduanya tak jauh beda dengan saat Sandi 'sibuk berkenalan'. Padahal kedua orang ini sudah populer di publik.

Hal yang dilakukan pasangan kandidat ini masih di sekitar mengomentari 'hasil kerja Ahok' tanpa solusi yang pasti selain 'menyenangkan publik sesaat' yakni 'tidak akan berlaku sama dengan Ahok'. Sebagai contoh, "tidak akan melakukan penggusuran" namun di sisi lain kawasan kumuh permukiman di bantaran kali dan tanah negara merupakan persoalan serius baik secara hukum dan ekonomi, sosial budaya masyarakatnya. Harus ada solusi nyata yang bisa memenangkan keduanya, yakni Hukum dan Masyarakat. Jangan sampai ujung-ujungnya kelak melakukan hal yang mirip dilakukan Ahok! karena segala hal sudah dikaji Ahok dan solusi penataan dengan cara 'gusur' lah yang terbaik! Hadeeuuuh...

[caption caption="sumber gambar ; http://jpnn.com/picture/thumbnail/20161029_154039/154039_803265_Agus_Yudhoyono_Sylviana_jpnn.jpg"]

[/caption]

Agus Yudhoyono

Pasangan Cagub Agus-Silvy adalah pendatang baru di ruang publik Pilkada DKI. Karena mereka berdua 'produk' kejutan di injurry time pendaftaran KPU, sangat wajar langkah mereka untuk 'curi' start kampanye tidak sebesar yang telah dilakukan Ahok dan Anies. Dari sisi ini Agus 'dirugikan' nasib. Namun di sisi lain justru bisa menguntungkan.

Satu hal yang menguntungkan adalah, mereka 'jauh dari kritik' dan penilaian (vonis) publik akan program kerja mereka. Tidak seperti Anies-Sandi yang sudah lebih dulu melangkah, tapi masih dianggap 'dangkal'. Waktu 'kampanye' yang ada pada mereka  kemarin-kemarin seperti disia-siakan.

Agus-Silvy hadir sebagai 'cagub culun', sebuah labeling underdog yang sebenarnya bisa menguntungkan, yakni bila mereka mampu memunculkan konsep pembangunan Jakarta yang lebih hebat disertai parameter langkah yang jelas maka elektabilitasnya akan mendekati Ahok. Dan bukan tidak mungkin melewati Ahok!
Publik ingin mengetahui itu semua sebagai 'alternatif unggulan' selain 'jualan' Ahok-Djarot yang sudah terbukti.

Usai pendaftaran di KPU, harusnya Agus-Silvy tancap gas dengan program kerja yang jelas. Bukan lagi memperkenalkan diri karena secara de jure dan ex-officio selaku Cagub resmi, pendaftaran di KPU itu sudah mempopulerkan namanya, selain nama besar SBY dan Demokrat di belakangnya.

Hal yang terjadi, Agus tak beda dengan Anies-Sandi yang keasikan memperkenalkan diri. Seolah apa yang melekat di dirinya tak cukup untuk dikenal publik. Dia memisahkan program kerja hebat dengan 'temu fans'. Padahal kedua hal bisa disatukan, atau justru mengedepankan program kerja hebat dengan begitu nama akan dikenal publik. Sekali dayung dua pulau terlampaui.

Satu hal yang sampai kini 'tidak menonjol' dari dibandingkan Anies-Sandi yakni ; Agus jarang mengomentari hasil kerja Ahok sang Petahana untuk meraih simpati publik.

Agus dan Anies di Musim Hujan Ahok

Selaku Petahana, sadar atau tidak, kekuatan Ahok adalah pada program kerja yang sudah dilakukannya untuk DKI. Sangat lumrah berkampanye membawa 'kelanjutan program kerjanya' karena Ahok adalah 'Petahana yang Bekerja', sebuah situasi dan kondisi yang juga dialami para petahana bekerja di wilayah lain dalam menghadapi Pilkada.

Untuk mengalahkan Ahok dimata publik, maka para penantang sejatinya menawarkan Konsep baru dan mempublish langkah-kangkah kongkret. Ini lebih realistis dicerna oleh publik Jakarta.

Bila kampanye hanya diisi dengan mengomentari hasil kerja Ahok, maka Anies dan Agus tak lebih para penjual es di musim hujan. Tak ada publik yang haus dan ingin minum. Kedua pasanganpenatanga Ahok itu sebaiknya menawarkan makanan yang hangat agar publik merasa nyaman di tengah hujan deras Ahok.

Kondisi Ahok yang kini dalam situasi sulit berkaitan kasus 'penistaan agama'. Usai Demonstrasi 4 November Ahok makin lemah karena energinya harus berbagi dengan proses hukum positif. Hal tersebut sangat menguntungkan Agus dan Anies. Kedua penantang ini jangan masuk di ruang kesulitan Ahok tersebut dengan ragam komentar 'untuk meraih simpati publik ' terkait 'nasib politik Ahok. Hal itu tidak akan menguntungkan mereka berdua. Bila mereka nekat masuk ruang itu, maka publik justru jadi ragu dengan niat baik mereka bekerja untuk Jakarta. Membangun Jakarta bukan untuk mencibir lawan politik yang terjatuh, melainkan menawarkan program hebat dibandikan lawan politiknya tersebut.

Mumpung masih ada banyak waktu kampanye, segera temukan dan kemukakan program kerja yang realistis yang lebih hebat dari apa yang telah Ahok kerjakan. Bukan menghibur sebagian masyarakat dengan kata-kata antitesis konsep Ahok, misalnya "Ahok menggusur, kami akan pendekatan dialog". Konsep itu sangat normatif dan umum. Harus ada penjabaran detail agar publik tidak dininabobokkan dengan kata-kata klise layaknya pengayom-filusuf sabar. Ini jakarta, bung!  Masalahnya kompleks dan sudah berkarat sejak lama.

--------

Peb4/11/2016

Referensi berita : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun