Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan Pembawa Botol Wine

2 November 2016   13:11 Diperbarui: 20 November 2016   21:44 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ; http://media.suara.com/thumbnail/api/images/2015/02/16/o_19e97d0of387fm919pubk53epa.jpg"][/caption]

Tak jelas perempuan itu berasal. Karena lalai, tak ada catatan pada durasi singkat perjalananku. Dia hadir begitu saja di depan mata. Ditangannya tergenggam botol berukuran dua kali minuman energi yang sering terpajang di minimarket.

"Saya Detaning, Biasa dipanggil Deta."
Kami pun berjabat tangan.
"Sudah lama menunggu, ya?" Tanya Deta.

Belum sempat kujawab, meluncur banyak kata dari bibir mungilnya. Aku hanya mendengar dan terdiam.

Dia katakan tadi berkendara jarum jam melintasi jalanan maya yang padat oleh beragam wajah narsis. Tepat setelah simpang dekat jembatan tinggi dia pindah ke moda nyata.

"Kalau tidak begitu aku bisa terlambat sampai kemari." katanya.

"Ah, tak ada kata terlambat. Ini bukan sekolahan." kataku.
Kami pun tertawa. Suasana yang tadinya kaku menjadi cair.

Kupersilahka Deta duduk. Kupastikan kini kami di ruang nyata, sebuah Lobby Area yang besar. Separuh dindingnya terbuat dari kaca bening. Di luar tersaji pemandangan. Kaca bening itu jadi pembatas hiruk-pikuk kota dan suasana tenang.

Sesekali orang keluar-masuk melintasi dekat tempat kami duduk. Beberapa dari mereka nakal menoleh ke arah Deta. Kulihat tatapan Satpam di pojok ruang tak lepas darinya. Bisa kupastikan, dia bukan perempuan biasa. Ada aura, seperti bongkahan magnet, ada medan penarik tak terlihat yang keluar dari kutub-kutub di tubuhnya. Hanya itu yang bisa kudefenisikan.

Kami kemudian larut bercanda, seperti sahabat lama yang sudah lama kenal.

"Abang, aku minta maaf. Tak bisa lama-lama di sini karena ada keperluan lain. Sengaja aku datang kemari menembus maya untuk memastikan Abang adalah mahluk nyata, bukan legenda komik hero masa kecilku."

"Oh, ya. Terimakasih sudah mau menemuiku. Senang bisa kenal denganmu" Kataku.

"Iya, abang...aku juga suprised bisa bertemu abang. Ini kubawakan Wine yang kujanjikan. Wine ini hasil produksiku sendiri. Kuharap abang bisa menikmatinya."

Kutatap matanya saat menyodorkan botol Anggur itu. Matanya bulat seperti buah anggur ranum. Aku takjub.

Mata bulat itu membalas tatapanku. Botol anggur itu masih dia pegang saat kuterima. Tiba-tiba, tubuhnya Deta perlahan meleleh, kemudian mengalir masuk ke botol itu. Aku sedikit panik, tapi kupastikan orang-orang disekitar ruang Lobby itu berlaku biasa-biasa saja. Seperti tak terjadi sesuatu yang luar biasa.

Seminggu sudah kuteguk Wine pemberian Deta tanpa sisa. Tapi aneh, aku masih mabuk. Tiap pijakan langkahku terasa mengambang, tak bisa membedakan ruang maya atau nyata. Wine itu menelikung kesombongan intelektual. Aku pikir inilah ketololan yang paling manis.

-----
Peb2/11/2016

 

 

Fiksi ini ditulis untuk Komunitas Fiksi RTC

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun