Segala kekurangan si Calon bisa mereka ‘permak dan poles’ dengan cara manis ditunjang pesona keartisannya. Namun di sisi lain, artis yang politikus juga punya beban dan kelemahan, yakni masyarakat akan mempertanyakan eksistensi mereka selama di parlemen yang ‘biasa-biasa saja’ di tengah dinamika issue-issue penting dalam politik nasional. Belum lagi beban skandal kehidupan pribadi si Artis yang pernah ada, membuat citra si Artis menjadi tidak kinclong.
Selama ini jarang ada ‘artis yang politikus’ parlemen yang menonjol berjuang untuk rakyat. Mewreka bagai tenggelam, atau nyenyak di zona nyaman fasilitas ‘wah’ DPR-RI. Kiprah dan pesona politik mereka tidak sehebat saat jadi artis. Soal hak cipta, tata dunia hiburan, dunia kesenian dan budaya serta segala hal berkaitan dengan dunia keartisan sendiri tak mengalami peningkatan kualitas yang berarti. Padahal mereka sudah di dalam parlemen, tempat yang tepat untuk memperjuangkan semua itu.
Bagi artis yang belum pernah bersentuhan dengan dunia politik, maka tim politik calon kepala daerah harus bekerja ekstra keras mengisi 'ilmu' si Artis untuk memahami visi dan misi calon kepala daerah yang didukungnya. Jangan sampai ‘ketidaktahuan’ si Artis menjadi bumerang yang memukul balik Cagub yang didukungnya.
Sesuai dengan sifat kampanye yakni  menyampaikan pesan dan menghipnotis massa untuk mendukung Cagub mereka, maka bekal ‘ilmu politik dan wawasan kemasyarakatan’ si Artis dalam kampanye harus prima mengingat masyarakat sekarang sudah sangat kritis. Satu hal yang perlu mereka perhatikan adalah isu-isu aktual dan sensitif terkait pembangunan, birokrasi, sosial perkotaan, undang-undang dan segala regulasi. Hal ini tidak mudah. Tidak bisa didapatkan secara instan. Bila ‘salah-salah kata’ maka akan jadi blunder tim berakibat si Calon Gubernur yang mereka usung akan ditertawakan publik. Ini bisa menurunkan elektabilitas.
Artis Kampanye, Masyarakat Jakarta Ditantang untuk Tetap Kritis
Artis kampanye pada Pilgub DKI berbeda konsepnya dengan masa orde baru atau pilkada di daerah. Disini mereka dilibatkan lebih mendalam pada persoalan  program kerja Cagub. Mereka dituntut menjadi bagian dari pemenangan adu program, bukan semata penghibur massa kampanye.
Adanya artis pada kampanye Pilgub DKI membuat masyarakat Jakarta ditantang untuk lebih kritis. Mereka tentunya tidak mudah dibuai mulut manis dari sosok kinclongsi Artis yang ‘jualan’ program sang Cagub bila yang mereka sampaikan ‘tak lebih mimpi dan hiburan semata’ seperti di layar kaca dan dunia infotainmen. Masyarakat sejatinya harus rasional, bahwa kampanye bersama artis bukan semata hiburan dan menikmati sosok kinclong dan pesona fisik, melainkan tetap fokus melihat integritas, kapabilitas  dan program kerja si Cagub DKI yang berkaitan nasib riil kehidupan masyarakat Jakarta itu sendiri.  Bagi artis, kalah atau menang jagoannya mereka tetap artis (dan sekaligus politikus) yang tetap punya pesona dan mapan secara ekonomi. Sementara massa di ruang kampanye usai Pilkada harus berjuang untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
---
Peb19/10/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H