Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Inilah Cara Mengembalikan Marwah DPD RI

21 September 2016   13:52 Diperbarui: 21 September 2016   21:20 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.jpnn.com

Tertangkapnya Irman Gusman usai menerima uang suap telah mencoreng nama DPD-RI. Sungguh tak disangka, justru Sang Ketua yang digaruk KPK. Jadi penuh jelagakah wajah DPD-RI?

Walau belum berkekuatan hukum tetap, marwah lembaga DPD telanjur rusak. Kalaupun kelak ada pengacara sakti dari planet lain mampu membebaskan Irman Gusman dari tuntutan hukum, itu tak akan mencegah rusaknya marwah DPD. Publik tak lagi percaya pembelaan. Bagi publik, kronologis peristiwa suap itu sudah cukup untuk menempelkan stigma negatif.

sumber gambar: www.jpnn.com
sumber gambar: www.jpnn.com
Perilaku Koruptif di DPD Dibandingkan DPR

Lembaga DPD bukan penentu utama/pemegang anggaran seperti DPR, namun punya pengaruh kuat dan daya tawar besar dengan pihak DPR. Lembaga DPD itu diisi tokoh kuat yang punya pengaruh besar di daerah pemilihannya. Oknum DPD bisa menekan instansi pemegang anggaran proyek, khususnya di daerah pemilihan. Peluang tak beda dengan anggota DPR untuk ‘menakut-nakutii’ departemen pemilik proyek dan menjual diri kepada pihak swasta yang ingin dapat proyek dengan jalan pintas. Kekuasaan begitu seksi untuk dieksploitasi bagi kepentingan sendiri. Inilah yang terjadi pada Irman Gusman.

Satu hal beda DPD dengan DPR adalah anggota DPD tidak punya ‘kewajiban tak tertulis’, yakni ‘memberi bantuan dana operasional’ partainya di tingkat kecamatan-kabupaten-provinsi ketika bertemu para konstituen untuk konsolidasi, sosialisasi atau sekedar mengikat silaturahmi. 

Dari bebas ‘kewajiban’ ini mereka harusnya tidak mengumpulkan uang haram dengan alasan ‘menghidupkan’ partai dan tim suksesnya. Namun, tanpa ‘kewajiban setor ’bukan berarti bebas tekanan dan godaan korupsi. Bisa jadi justru si oknum anggota DPD mengumpulkan ‘uang kecil’ untuk dirinya sendiri. ’’Korupsi 100 juta itu kecil, tapi buat sendiri lumayanlah’’. Ini masalah integritas personal yang dapat terjadi di lembaga mana pun dan sulit dilacak secara kasat mata. Santun, religius, ganteng/cantik dan cerdas bukan jaminan berintegritas!

Bila dibandingkan anggota DPR, selama ini DPD RI dianggap 'bersih' dari kasus korupsi. Hampir tidak pernah terdengar berita anggota DPD tertangkap tangan KPK. Sementara anggota DPR bagai pelanggan tetap digaruk KPK. Mereka seolah 'sudah biasa'. Perhatikan saja, walau sudah banyak tertangkap, tak bikin mereka jera. Selalu saja muncul tokoh penerus korupsi melakukan selebrasi di depan kantor KPK setelah resmi memakai rompi oranye.

Publik tak lagi melihat berapa jumlah uang dikorupsi. Bagi publik, korupsi adalah kejahatan. DPD sama jahatnya dengan DPR dan pejabat koruptif’ lainnya. Di sinilah marwah DPD hancur-lebur.

Lembaga DPD tadinya adem-ayem dan jauh dari hingar-bingar selebrasi korupsi kini harus menanggung beban besar karena hancurnya marwah mereka di depan rakyat. Persoalannya sekarang, bisakah marwah itu dikembalikan? Bagaimana caranya?

Kedekatan DPD Tanpa Sekat

Anggota DPD memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat pemilihnya. Sedikit beda dengan DPR. Kalau DPR masih ada sekat warna dan ideologi partai sehingga tidak bisa bebas bergaul dengan semua kalangan masyarakat. Kecenderungannya, hanya pemilih atau kader atau simpatisan partai itu saja yang rela datang saat diajak berkumpul oleh si Anggota DPR.

Sementara anggota DPD tak membawa ideologi dan warna partai. Dia lebih leluasa dan netral bertemu masyarakat luas, mendengarkan aspirasi mereka atau melakukan sosialisasi program pemerintah.

Satu hal yang perlu diapresiasi dalam DPD ketika Irman Gusman, tim dewan etik langsung menggelar rapat dan mencopot jabatan ketua DPD dari Irman Gusman. Ini langkah tepat. Tak ada waktu silang pendapat atau pro-kontra di antara sesama anggota DPD yang bisa memperkeruh suasana politik. Beda dengan anggota DPR, ketika tertangkap sering kali muncul pernyataan pro-kontra para kolega satu fraksi atau partai yang justru bikin panas suasana politik. Rakyat dibikin bingung dan terpecah.

Langkah cepat tim dewan kode etik itu perlu ditambahkan lagi. Mereka harusnya datang ke wilayah pemilihan anggotanya yang tersangkut korupsi untuk meminta maaf. Mereka datang dengan sesama anggota DPD lain dari wilayah pemilihan itu untuk minta maaf langsung ke masyarakat pemilih dalam suatu pertemuan besar yang diliput media setempat dan media nasional. Ini sebuah langkah baru dan trobosan berani. 

Saat datang ke daerah itu, mereka bisa sekaligus menyosialisasikan segala hal dan aturan internal DPD. Termasuklah transparansi anggaran dan penggunaan keuangan DPD kepada publilk. Dengan demikian, publik tahu apa yang mereka kerjakan dan untuk apa uang rakyat mereka gunakan. Lembaga DPD harus jadikan publik sebagai mata pengawas mereka di mana pun. Memantau aktivitas para wakilnya dan memberi laporan bila ada penyelewengan.

Bagaimanapun, hati rakyat harus direbut kembali. Marwah DPD harus dikembalikan. Untuk itu perlu kebesaran hati lembaga DPD dan anggotanya untuk menjemput kembali hati rakyat.

Para senator harus tunjukkan bahwa mereka datang dari dan kepada rakyat tanpa ditunggangi apa pun yang mencederai undang-undang. Mereka sesungguhnya pembawa aspirasi rakyat. Ketika ada anggotanya yang sengaja masuk ke limbah korupsi, jangan ditolong. Rakyat tak sudi diwakilkan senator bermental koruptif.

--------

peb21/09/2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun