Derasnya informasi yang masuk 'membutuhkan manajemen informasi' di dalam pikiran seseorang karena terbatasnya kapasitas memori pikiran untuk menampung semua informasi itu. Manajemen tersebut dipelukan agar pikiran bisa tetap seimbang yakni antara 'yang masuk' dengan daya tampung-kapasitas pikiran yang dimiliki. Dengan begitu pikiran tetap sehat.
Ada sejumlah upaya yang umumnya dilakukan, misalnya pemilahan dalam bentuk mengelompokkan informasi berdasarkan prioritas kepentingan kemudian mengendapkannya untuk kepentingan tertentu. Selebihnya dibuang atau diabaikan sejak awal. Ada pula upaya mengolah dan menyalurkannya kembali sebagai informasi 'baru', yang salah satu bentuknya adalah dengan menulis. Hal tersebut secara sadar atau tidak membentuk mekanisme tertentu dalam diri si Penulis.
Ketika seseorang (Penulis) sudah paham akan mekanisme yang terjadi didalam dirinya (Pikirannya), maka relasi 'sakral dan privat' dirinya dengan pikirannya otomatis bekerja dalam situasi apapun. Tak perduli sedang sedang dalam kesibukan aktifitas fisik, tak perduli terjepit oleh waktu yang terbatas dan lain sebagainya. Mekanisme pencarian keseimbangan itu terus bekerja yang bahkan mengabaikan rasa malu yang kadang muncul tiba-tiba. Prinsipnya, abaikan rasa malu untuk menghormati relasi 'privat dan sakral' sebagai mekanisme mencapai keseimbangan diri. Dengan begitu si Penulis menjadi sehat. Soal kualitas dan penilaian atau 'stigma'. terhadap out-put tulisan itu adalah urusan para pembaca, bukan milik si Penulis. Karena seorang penulis sudah mengabaikan rasa malu sejak dia mula membangun relasi 'sakral dan privat' dengan pikirannya.
Salam malu-malu..
-------
Peb13/09/2016
[caption caption="sumber gambar : http://3.bp.blogspot.com/_6mv3FP3UE3I/TC7igk0cm8I/AAAAAAAAAY4/81mhRxnc0ks/s1600/malu-758593.jpg"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/13/malu-758593-edit-57d78a0a589373f943595c6d.jpg?v=600&t=o?t=o&v=555)