[caption caption="sumber gambar ; http://assets-a2.kompasiana.com/statics/files/1404120078239621223.jpg?t=o&v=760"][/caption]
Kompasianival2016 tak lama lagi akan digelar. Salah satu pembicara penting dalam acara itu adalah Prabowo, ketua partai Gerindra dan mantan capres 2014 lalu. Kehadiran Prabowo ini jadi momen yang bisa ditunggu-tunggu Kompasianer seluruh penjuru mata angin yang berkesempatan hadir di Kompasianival tersebut. Mengapa demikian?
Beberapa kali perhelatan Kompasianival terdahulu, pihak panitia selalu menghadirkan tokoh-tokoh penting negeri ini. Mereka adalah sosok-sosok inspiratif dan juga kontroversial. Inilah yang menjadikan acara Kompasianival selalu menarik diikuti. Kalau nanti tidak ada berbenturan dengan jadwal syuting iklan korek kuping di Antartika saya pun ingin kembali hadir di Kompasianival tahun ini.
Dua perhelatan Kompasianival saya datang, yakni tahun 2014 dan 2015. Pada tahun 2014 itu usia akun Kompasiana saya masih bayi. Bergambung di Kompasiana masih hitungan bulan namun saya sangat penasaran untuk hadir. Saat jelang Kompasianival2014 itu saya sedang mengadakan penelitian etnografi di pedalaman Kalimantan. Tidak ada sinyal. Namun karena keingintahuan yang besar saya usahakan datang ke Kompasianival. Agar tidak lupa, sengaja di tempat menginap, penanggalan sudah saya centang spidol merah untuk saya mulai melakukan perjalanan panjang ke Jakarta.
Salah satu motivasi saya datang kala itu adalah adanya dua tokoh terkenal yakni Ahok (Basuki Tjahaya Purnama) dan  Kang Emil (Ridwal Kamil). Ahok kala itu baru saja dilantik jadi gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi yang naik jabatan jadi Presiden RI, sedangkan Kang Emil belum lama jadi Walikota Bandung.
Tentang Kang Emil, saya sudah ada gambaran gesture-nya bila tampil di panggung interaktif langsung dihadapan banyak orang kritis. Kebetulan saya beberapa kali mengikuti Munas IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) di beberapa kota dan seminar nasional arsitektur dimana beliau jadi pembicaranya. Selain itu juga sering bertemu di kampus ITB. Tapi bukan berarti saya berteman akrab dengan dia, lho....maklum saja, saya kan Lelaki Pemalu. Catat itu!  Heu heu heu...namun kali ini yang ingi saya lihat adalah pandangannya saat jadi orang pusing telah jadi politikus-birokrat sebagai walikota.  Sebelumnya saya masih ingat pernyataan Kang Emil sebagai arsitek profesional berkelas internasional dalam sejumlah acara IAI, dia katakan tidak mau menangani proyek pemerintah karena ‘urusannya birokrasinya ribet dan eksekusi disain seringkali tidak jelas.
Kala itu, saya bersama beberapa kolega yang mendengarnya tersenyum dan saling berbisik ‘kalau belum pernah menangani proyek pemerintah berarti belum sakti karena disanalah kawah candradimuka selaku arsitek di negeri ini’. Proyek swasta yang lebih bebas dalam mengekspresikan desain dan punya dana besar untuk kepentingan owner, sementara di pemerintah dengan dana terbatas dituntut harus hasil maksimal karena berkaitan dengan kepentingan publik luas. Nah, perjalan nasib dia akhirnya menjadi walikota yang notabene adalah pemerintah, lalu bagaimana (perubahan) pandangannya? Bagi saya pribadi perubahan ini menarik !
Tentang Ahok, saya hanya tahu dari media masa saja. Kalaupun ada dialog interaktif hanya di acara Mata Nazwa, pennyan hanya host acara. Bagaimana kalau penanya adalah langsung dari audience? Ini menjadi menarik !
Humor Diatas Panggung
Ketika acara dialog interaktif Kompasianival 214, Ahok tampil bersamaan dengan kang Emil. Sangat seru. Muncul humor-humor segar dari kedua orang tersebut berkaitan dengan dinamika tugas-tugas mereka. Kalau diikuti secara langsung tentu auranya akan berbeda dengan bila kita menonton atau membaca di media yang waktu dan spacenya terbatas. Di panggung live kita disajikangesture hidup.  Disanalah kita bisa memberi penilaian tentang ‘sosok kemanusiaan’ seorang tokoh. Tidak ada editor redaksi. Langsung dimasak dan dimakan ditempat ! heu heu...
Dioalog interaktif itu sejumlah pertanyaan kritis disampaikan para kompasianer. Saya masih ingat satu pertanyaan dari seorang Kompasienar yang kebetulan seorang pegawai pemda salah satu kabupaten di Aceh (saya lupa namanya). Bagaimana Ahok menghadapi tantangan budaya kerja birokrasi yang “khas PNS’ serta tekanan politis yang dihadapinya. Ahok katakan, mengurus Jakarta itu lebih mudah dibandingkan saat dia masih jadi Bupati Belitung Timur. Kenapa Jakarta lebih mudah? Apa strateginya?
Begini penjelasan Ahok; Pertama, soal budaya PNS yang ‘Khas’ ya sebagai pimpinan harus berani cerewet, dong. Masak boss diam saja melihat anak buah malas-malasan kerja hanya karena PNS tidak mudah dipecat? Kedua, di Jakarta itu sudah banyak orang pintar, sudah banyak konsep-konsep pembangunan dibuat oleh para arsitek top, termasuk para teman kang Emil (sambil Ahok menunjuk langsung kang Emil didekatnya yang tersenyum tersipu malu...heuheuheu..). Selama ini banyak konsep dibuat hanya jadi buku laporan proyek dan disimpan manis dirak buku saja! Yang dibutuhkan adalah eksekusi konsep itu segera, soal tantangan sosial ya...harus dihadapi demi kepentingan masyarakat lebih luas. Kalau, soal tekanan politis dan ancaman. Ahok cuma butuh dua persiapan, yakni memperkuat tangan dan kaki. Sontak jawaban ini bikin diam dan jadi tanda tanya audience. Kenapa?  ‘’Kalau ada yang mau ngeroyok mukulin gue, ya gue lawan pakai tangan, kalau udah kagak mampu gue lari...kan kaki mesti kuat tuh biar bisa lari kenceng? heru heu heu...! ada benarnya juga ya...
Keseluruan diaolog berlangsung santai, penuh canda tanpa kehilangan sisi pesan dari masing-masing tokoh. Â Diliran kang emil yang bikin Ahok di skakmat dan tersipu malu. Kalau pak Ahok konsisten memperjuangkan kepentingan orang banyak, tolong ganti rugi bis Persib dan pendukungnya yang dirusak Jakmania di Jakarta pada pertanginan liga Indonesia. Sontak Ahok mati kutu. Ha ha ha...saat itu juga Ahok deal ganti rugi. Dan mereka pun toss diatas panggung. Suasana tetap akrab.
Ada banyak pernyataan spontan dan jawaban diselingi humor. Bagaimanapun sisi personal seseorang tokoh itu akan muncul ketika dia tidak dikelilingi orang-porang politiknya. Ini yang jarang tereskpos di publik. Kesempatan interaksi langsung inilah kita bisa melihat gestrue dan humor lepas si Tokoh
Bagaimana dengan Humor Prabowo?
Selama ini Prabowo relatif jarang tampil di publik di luar platform politiknya. Â Jarang televisi mewawancarai beliau secara santai, apalagi dia bertemu muka dengan banyak orang kritis dengan latar belakang berbeda seperti para Kompasianer.
Akan menarik sekali bila kelak dia bisa hadir di Kompasianival, disanalah dia bisa menjadi dirinya sendiri untuk menyampaikan pesan dan idealismenya sebagai tokoh nasional. Audience tentu ingin mendengar penjelasan beliau berkaitan dengan sejumlah hal kontroversial yang selama ini hanya didengar publik lewat media dan bisik-bisik publik. Tentu saja semua itu diharapkan tidak melulu secara kaku. Kalau bisa dengan gaya bercanda. Konon bisik-bisik para netizen, beliau pernah melempar hp ke jidat Fadli Zon ketika dikritisi. Nah, Kompasienr bisa tanyakan itu, tentu saja Kompasianer harus siap-siap kalau dilempar pakai hp oleh Prabowo. Kalau bisa sih jangan kena jidat, tapi masuk kantong! heru heu heu....
-------
Tje Lee Goek3/09/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H