Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Penulis Pemula Tak Perlu Minder, Penulis Lanjut Tak Usah Sombong

27 Agustus 2016   06:29 Diperbarui: 27 Agustus 2016   10:56 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : duniasirkusdannie

Apa yang Anda alami ketika akan menulis? Apa yang Anda rasakan ketika sedang menulis? Ini adalah dua pertanyaan yang relatif sederhana. Bila Anda pelaku utama terjadinya tulisan, bisakan Anda menjawabnya secara sederhana? Salah satu ungkapan pertama yang jamak keluar adalah; ‘anu..eee, gimana, ya?....ya gitu deh...’. Ini spontanitas. Hanya sebuah jawaban canda. Kenapa demikian?

Ada dua kemungkinan yang menjadi sebab atau kemudian terjadi.

Pertama, mungkin Anda akan tersipu malu menundukkan wajah sambil memainkan ujung rambut. Mata berkaca-kaca. Bibir mengatup dan bergetar bersama jari-jari Anda. Anda malu karena terbayang kembali pengalaman yang Anda lewati ketika melakukan tindakan menulis itu. Sebuah kejadian luar biasa yang sebenarnya sulit diungkapkan secara lisan.

Saat ‘kejadian’ itu, Anda ‘melakukan segalanya’ demi bisa menuntaskan ‘perkelahian’ di dalam diri Anda, yakni antara batin-nurani dengan logika-fakta, antara kejujuran dengan kebohongan, antara kemampuan diri dengan batas kemampuan itu sendiri. 

Di situasi itu Anda terkadang ’telanjang dan berbaju’ dalam shift waktu  yang capat dan tak begitu jelas. Tak tahu bagaimana memasang celana dan baju. Bahkan membedakan celana dan baju saja sulit. Semua serba ‘kacau’. Berantakan. Heu..heu..heu...

Saat itu Anda menjadi manusia yang tidak sopan, keluar dari norma-melawan panggilan batin-mencampuradukan semuanya. Itulah mengapa, Anda menjadi ‘malu’ mengungkapkannya. Kalau pun Anda tuliskan, akan membuat ‘trauma’ dan ‘malu’ itu kembali muncul menyakiti batin. 

Celakanya, anda menjadi naif-tadinya seolah tak ingin mengulanginya lagi, tapi ketika anda baru usai melakukan ‘tindakan menulis’, Anda seolah mengalami ekstasi atau kepuasaan tak terhingga. Benarkah demikian? Anda sendiri yang bisa menjawabnya. 

Dalam kenyataannya, di waktu kemudian tercipta lagi tulisan-tulisan Anda. Anda sungguh pelaku tindakan menulis yang munafik! Pembohong yang seronok! Untuk itu Anda memang pantas ‘diadili’ oleh pembaca. Heu..heu..heu...

Kedua, terhadap dua pertanyaan tadi membuat anda menjadi sosok yang reaktif. Anda langsung menjawab dengan normatif dan bermegah diri. Sebenarnya Anda tidak sedang menjawab melainkan melawan! Kenapa demikian? Karena anda tidak mau mengakui hal ‘dibalik kejadian’ menulis di mana Anda adalah pelaku utama. 

Di balik kejadian itu Anda telah melakukan banyak hal diluar batas diri Anda. Kondisi dan situasinya sama dengan alasan yang sudah dijelaskan pada hal pertama di atas. Namun kali ini Anda bisa menutupinya dengan bermegah diri untuk melawan - bukan menjawab. Heu..heu..heu...

Anda bisa merespon kedua pertanyaan tersebut dalam wujud tips-tips menulis sebagai jawaban normatif. Namun Anda menyembunyikan ‘pengalaman traumatik dan memalukan’ yang pernah Anda lakukan saat melakukan ‘tindakan menulis’. Hal ini lumrah, demi kemegahan diri. Dengan demikian Anda akan diakui sebagai penulis yang hebat. Bukan ‘penderita sakit’ dan ‘pelaku tidak sopan’ saat melakukan tindakan menulis (bikin tulisan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun