Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketukan Nada Aneh Titip Rindu Ke-Indonesiaan

16 Agustus 2016   08:57 Diperbarui: 16 Agustus 2016   14:24 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rentang waktu tak sampai seminggu ini muncul berita besar yang menggema tentang Kewarganegaraan. Kemunculannya seperti bunyi pukulan kentongan besar dari balai desa yang biasa memberi pertanda sesuatu telah terjadi di kampung. Biasanya warga tinggal menyimak irama ketukan atau detail pukulan kentongan itu, memanggil rapatkah? Ada kematian warga, kah? Atau tanda bencana, kah?

Warga tak perlu lagi diajarkan membaca nada kentongan itu. Semua sudah tahu. Tinggal tergantung si Pemukul kentongan saja, mau membuat pukulan seperti apa sesuai pesan besar yang ingin disampaikannya.

Suatu kesepakan (konvensi) bersama 'warga kampung' sejatinya dipahami masif karena nada pukulan kentongan bukan semata sebuah hapalan, melainkan sudah melewati tahapan dari 'kebiasaan', menjadi 'tradisi', kemudian tanpa disadari menjadi 'budaya'. Hal itu sudah dilalui didalam kehidupan beberapa generasi.

Sebagai sebuah hasil kesepakan dan budaya, nada suara kentongan itu bukan muncul tiba-tiba, atau dari ciptaan satu orang saja, melainkan hasil pemikiran warga pada suatu momen dan kurun waktu tertentu. Artinya ada suatu proses bersama menciptakan dan memahami model bunyi kentongan sebagai milik bersama.

Itulah mengapa ketika sebuah kentongan akan diketuk terlebih dahulu si Pemukul sudah tahu pesan yang akan disampaikan kepada seluruh warga. Dia tidak bisa membunyikan kentongan semaunya (suka-suka) karena hal itu bisa membuat warga kampung bingung. Mulai dari yang sedang mandi di sumur, memasak, bersantai di teras, hingga sampai pada warga yang sedang berada di hutan yang letaknya jauh dari kampung pun bisa mendengar bunyi kentongan.

[caption caption="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSSE8xtJyzt-4d8kcLzadEfNC6RsIb3EQwtd8FmkTKbMI4qrm2m"]

[/caption]

Tersebutlah nama dua ''orang Indonesia'' jadi 'Ikon' terjadinya bunyi kentongan, yakni Arcandra Tahar dan Gloria Natapradja Hamel. Detail ketukan kasusnya sudah jadi berita hangat di banyak media. Hebatnya lagi, kedua orang tersebut berbeda 'level' dan 'berada dekat' Istana Negara. Ketika bunyi ditambah kicauan publik di media sosial, maka lengkaplah sudah tingginya volume bunyi Kentongan itu. Namun yang terjadi justru adanya kerancuan warga dalam menyikapi bunyi.

Satu hal yang kemudian tampak 'dramatis' pun terjadi yakni kentongan itu berbunyi menjelang  Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia. Artinya, kejadian itu muncul berdekatan hari sakral bangsa ini.

Bunyi 'kentongan' Arcandra dan Gloria dan hari Kemerdekan adalah dua hal terpisah. Berbeda fisik, namun bila di'mistik' kan ada tali merah yang menghubungkannya. Tali merah itu adalah tentang Keindonesiaan Masa Kini.

Dua orang itun 'Mendadak Kentongan', walau bukanlah 'petugas resmi' pemukul kentongan. Namun secara kasad merekalah sebagai Pemukul kentongan. Secara 'de facto' keduanya berada di dekat kentongan itu saat bunyinya terdengar ke seantero kampung. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Celakanya pukulan kentongan terdengar 'sedikit' aneh. Namun hal itu tak mengurungkan warga datang berkumpul.

Bagi warga, berkumpul itu hal utama untuk mengetahui hal sebenarnya. Mereka ingin memastikan pesan apa yang akan disampaikan pihak berwenang di Balai Desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun