Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dibalik Kutukan Bibir

2 Agustus 2016   23:48 Diperbarui: 3 Agustus 2016   10:51 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang hanya ada kau di rinai hujan saat tetesnya tak henti menghajar dinding sepiku.
Mataku tidak buta. Berpesta ia pada cahaya dan gambaran sosokmu. Masih kulihat setiap perubahan arah angin yang mencoba menggoda rasa.
Telingaku tidak tuli. Ia bermegah diri di keseimbangan. Ditangkapnya sayup isak terakhirmu di detak tetes air.

Tapi entah kenapa kupinta bibir menghadapi mata dan telinga.

Kuciptakan kata-kata indah. Kususun sederhana. Tanpa sayap dan jeda yang menjemukan. Kusampaikan perlahan. Berharap mereka mau mengerti.
Kukatakan tak ada lagi nadi berdenyut untuk cinta. Karena telah dingin, kering dan pecah-pecah sebelum rinai hujan tiba.

Hanya ada kau di rinai hujan saat tetesnya tak henti menghajar dinding sepi.

Aku tahu.
Mata dan telinga kemudian bersekutu. Sangat masif. Mereka bunuh Eustasius di simpul lorongku. Diam-diam mereka ciptakan jargon kutukan baru "Jangan percaya bibir! ".

Aku mahfum.
Kutukan pada bibir adalah nubuat mereka. Seperti rantai bersambung. Layaknya tikus beranak pinak tak kenal musim. Selalu riuh.

Kini yang kuandalkan hanya bibir
Tapi sepi telah banyak mengajarkan padaku. Ia serukan biarkanlah kutukan itu menyala di sumbu takdirku. Memporak-porandakan nasibku.

Aku yakin mereka lupa bahwa bibir adalah pemilik kata-kata. Jembatan dan tempat menuju keabadian

Mungkin itulah mengapa aku pilih bibir sebagai saksi sejarah ketika rinai hujan menghajar dinding sepi. Dan akupun tetap berdiri kokoh walau tanpa cinta !

-----

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun