Era sekarang adalah era trobosan, sekaligus 'polemik' ketika antar departemen terbuka melakukannya ternyata 'bersinggungan' dengan departemen lain. Semua itu kembali lagi kepada menteri untuk memainkannya secara cantik atau justru jadi blunder diri mereka sendiri. Ketika suasana relasi antar kementrian 'chaos' maka disinilah pertaruhan nama sang menteri dan program kerja yang ada di kementriannya. Publik melihat dan menilai. Presiden mengevaluasi dan memberi instruksi dari belakang. Pada masa sekarang sosok menteri tidak tabu lebih menonjol (populer) dibandingkan Presiden sejauh program kerjanya berjalan benar dan memberi harapan publik. Presiden tidak takut kalah populer dibandingkan menterinya.
Kondisi-kondisi seperti itu menuntut terciptanya kerjasama yang solid antar departemen sekaligus persaingan tersendiri. Semua ingin tampak progresif, punya terobosan, dan hebat. Untuk hal ini butuh sosok menteri yang lincah, inovatif dan cepat di dalam gerbong kabinet. Ketika ada yang 'lelet' maka reshuffle jadi hadiahnya.
Bagi pemerintahan Jokowi hal ini merupakan sesuatu yang positif, terlebih beliau tak perduli citra dirinya mau dikatain seperti apa yang penting kerja beres. Jokowi tak takut menterinya lebih populer yang penting program kerjanya berhasil. Dari semua itu, ada sisi negatifnya juga. Bahwa untuk selalu mendapatkan orang-orang prigresif, Novatif sekaligus loyal tidaklah mudah. Akan selalu ada menteri yang keteteran, dan itu akan berakibat reshuffle.
Jokowi Presiden Reshuffle?
Keseringan cari orang terbaik bagi anggota tim yang baik bisa jadi bumerang bagi pemerintahan Jokowi. Proses adaptasi pada program kerja dan ritme tim membutuhkan waktu, sementara rezim Jokowi hanya dibatasi 5 tahun. Waktu akan habis mencari orang terbaik tanpa bisa menjalankan program sesuai ritme tim yang tinggi. Akhirnya Jokowi bisa dicap Presiden tak pandai memilih orang. Soal 'cap tak pandai' itu biasa dan bisa dikesampingkan. Yang jadi masalah bila bumerang itu menghantam program-program di depatemen lain. Hasil akhir tim bisa rusak, dan Jokowi pun gagal sebagai pemimpin kabinet. Bumerang ini ada di depan mata sejak awal hingga masuknya sejumlah parpol pendukung baru pemerintahannya. Dukungan yang harus dibayar dengan jatah kursi menteri.
Bila tak piawai menjalankan naluri politiknya memilih orang, maka Jokowi akan dihantam balik bumerangnya sendiri. Jargon 'Kerja-Kerja-Kerja !' berbalik menjadi 'Reshuffle-Reshuffle-Reshuffle !' Jadilah Jokowi mendapat gelar 'Presiden Reshuffle' tanpa hasil sepanjang sejarah Indonesia.
Saya selaku pendukung Jokowi tidak menginginkan itu! Bagaimana dengan Anda?
_______
Pebrianov28/07/2016
Referensi Berita ;
Reshuffle Besok Jokowi Rombak Setidaknya Delapan Pos di Kabinet
Ini Menteri yang Dipanggil Jokowi Malam-malam
Reshuffle Jilid II Akan Diumumkan Langsung Oleh Jokowi