Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Meributkan Hak Asasi Manusia Freddy Budiman Usai PK Ditolak

23 Juli 2016   12:11 Diperbarui: 24 Juli 2016   11:49 3218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi II sumber gambar ; http://cdn-2.tstatic.net

Peninjauan Kembali (PK) Narapidana Narkoba kelas kakap Freddy Budiman resmi ditolak Mahkamah Agung. Itu berarti dia akan menjalani hukuman mati sesuai vonis sebelumnya. Pengajuan PK Freddy Budiman dianggap hanya mengulur-ulur waktu karena tidak ada novum atau bukti baru yang bisa membuat PK itu berhasil membebaskan atau meringankan hukumannya. Bahkan, selama di penjara dia diduga masih menjalankan peredaran narkoba. Lengkap sudah petualangan penjahat kakap ini.

Rencananya Freddy Budiman akan menghadap moncong senjata regu tembak di tahap III. Waktu eksekusi belum ditentukan. Bila kelak eksekusi jadi dilaksanakan, berakhir pula petualangan Freddy Budiman di dunia nyata. Apakah dia juga akan terus menjalankan peredaran narkoba di dunia lain? Waah! Tidak ada yang tahu, bukan?

Berakhirnya riwayat Freddy Budiman kelak bukan berarti kejahatan narkoba akan berakhir. Masih banyak "sel peredaran narkoba" yang tetap hidup dan merusak bangsa ini. Bisnis haram ini seolah tak kenal jera kendati sudah ada pelakunya yang masuk penjara dengan hukuman berat dan bahakn menemui kematian.

Polemik Klasik Hukuman Mati

Hampir setiap masa menjelang Eksekusi Hukuman Mati di negeri ini terjadi perdebatan di tengah masyarakat tentang boleh tidaknya hukuman mati. Mulai dari orang awam sampai para pakar ikut bicara. Hal ini sah-sah saja di era demokrasi. Setidaknya ini memberikan pembelajaran penting kepada masyarakat tentang "apa itu HAM".

Kontrahukuman Mati

Pihak yang kontrahukuman mati berdalil, "Setiap manusia punya hak hidup yang sama dengan manusia lainnya. Tidak ada seorang pun manusia yang punya hak dan kewenangan mencabut kehidupan-nyawa orang lain, seburuk apa pun perilaku orang tersebut. Perkara perilaku harusnya ditangani dengan pembinaan." Pertanyaannya adalah sampai kapan dan bagaimana caranya bila orang tersebut tak mempan dibina? Bagaimana membina orang yang sedang dibina bisa menjalankan penghancuran kehidupan manusia lain yang jumlahnya bisa sama dengan jumlah helai rambutnya?

Sanggahan paling sahih pun muncul; tak ada manusia yang tak bisa dibina. Hewan saja bisa dibina. Bila tak bisa dibina berarti si Pembina (dalam hal ini negara) telah gagal membina warganya. Nah, loh...! Ujung-ujungnya yang salah adalah negara, Presiden (Jokowi), sistem perundangan-undangan, lembaga hukum dan peradilan, lembaga atau relasi sosial masyarakat, Keluarga dan seterusnya dan seterusnya. Terbentuk rantai panjang yang saling terkait!

Prohukuman Mati

Pihak yang prohukuman mati berdalil penjahat yang telah merusak dan membunuh banyak anak bangsa sudah layak dihukum mati agar bisa menghentikan daya rusak itu sekaligus memberikan efek jera kepada orang lain. Dia telah merusak dan membunuh banyak orang yang jumlahnya mungkin sama dengan jumlah helai rambutnya. Bukan hanya membunuh, daya rusaknya meliputi aspek keluarga, kesehatan, ekonomi, budaya, dan seterusnya. Terciptalah Rantai Akibat yang panjang dan saling terkait. Pembinaan hanya membuang waktu, tenaga, dan biaya, apalagi bila si penjahat sudah dianggap mentok secara hukum-tidak bisa lagi dibina. Hukuman mati adalah pilihan tepat. Titik!

Sanggahan paling sahih pun muncul. Hukuman mati adalah pembunuhan legal oleh negara terhadap warganya atau manusia lain. Manusia diciptakan Tuhan, jadi hanya Tuhanlah yang berhak mencabut hak hidup manusia, bukan manusia apalagi oleh institusi Negara. Negara bukan Tuhan! Nah, loh... ujung-ujungnya negara yang salah.

Ilustrasi II sumber gambar ; http://cdn-2.tstatic.net
Ilustrasi II sumber gambar ; http://cdn-2.tstatic.net
Hukuman mati atau tidak, Negara tetap dalam posisi dipersalahkan!

Adanya hukuman mati atau tidak adanya hukuman mati bukan pilihan. Bagi negara, hal itu adalah situasi yang tidak untuk dipilih melainkan dijalankan sesuai kondisi demi kelangsungan hidup warganya secara keseluruhan.

Bagi negara, HAM tetap perlu dijalankan. Namun, pada situasi dan kondisi tertentu, HAM orang banyak lebih dipentingkan daripada HAM seorang manusia yang terus-menerus merusak HAM itu sendiri. Negara mampu menghitung helai rambut warganya, sementara yang punya rambut jangankan menghitungnya, menatanya saja sering kali tak mampu. Itulah fungsi dan peran negara bagi kehidupan kumpulan manusia yang memiliki hak hidup yang sama.

Penutup

Biasanya setelah sekian waktu usai eksekusi mati, perdebatan pun reda dan hilang. Suasana yang tadinya "panas" dengan berbagai dalil pro-kontra kembali adem-ayem. Para pakar dan publik awam pun lupa eksekusi mati tersebut. Mereka kembali tenggelam ke dalam rutinitas lain sembari melahap berita-berita baru yang lebih eksotis datang silih berganti.

Demikian juga peredaran narkoba. Masa-masa jelang dan saat eksekusi mati dilakukan para pelaku narkoba sejenak tiarap. Segala hal yang berkaitan dengan narkoba seolah hanya ramai di bibir dan tulisan. Setelah lelah berwacana dan berdebat, bussiness as usual; peredaran kembali marak. Penghuni panti rehabilitasi tak berkurang. Sejumlah kasus terungkap, namun belum mampu menghentikannya secara total.

Di mana kelak Freddy Budiman? Kita tak perlu ngotot ingin tahu alamat barunya. Kita bangun kepercayaan bersama saja bahwa kelak usai dia menjalani eksekusi mati, dia akan memasuki kehidupan baru yang damai sesuai "terawangan" religius. Kita harus percaya bahwa di tempat barunya itu Freddy Budiman tak lagi nyambi mengedar narkoba.

Amin, sodara-sodara?

-------

Pebrianov 23/07/2016

Referensi Berita ; berita satu, kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun