Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hati-hati pada Trik dan Kecepatan Kejahatan via Telepon

27 Juni 2016   05:51 Diperbarui: 27 Juni 2016   18:42 1738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi II sumber gambar ; https://www.maxmanroe.com/wp-content/uploads/2015/10/Penipuan-Melalui-Telepon.jpg

Pengalaman ini semoga jadi pembelajaran untuk pembaca. Bahwa pengetahuan saja tidak cukup, masih dibutuhkan hal lain, misalnya naluri dan kecepatan bertindak.

Ruang tunggu Bandara Soetta

Kejadiannya beberapa hari lalu. Saat itu saya sedang di ruang tunggu 10 terminal 1b Bandara Soekarno Hatta. Hari itu saya akan terbang ke Pontianak.

Saya lihat jam, penerbangan saya masih kurang lebih 40 menit lagi. Waktu tunggu biasanya 'saat menyenangkan' bagi saya karena bisa online membaca berita, dan tak lupa membuka Kompasiana.

Saat sedang asik membaca artikel teman-teman tiba-tiba hp saya berdering. Saya lihat pemanggilnya nomor yang tidak tertera di daftar kontak saya. Biasanya, nomor baru-tak dikenal seperti itu tidak akan saya gubris. Beberapa pengalaman terdahulu saya mendapatkan telepon usil dari nomor tak dikenal tersebut. 

Psssstt...ini rahasia ya, tahun lalu dari Kantor Kompasiana sempat suatu siang menelpon saya tapi tak saya gubris. Sorenya dan ini call yang keempat barulah saya angkat ternyata mengabarkan undangan Jokowi makan siang di Istana. Maaf ya mas/mbak admin. Heu heu heu!

Dua kali hp berdering dengan nomor yang sama. Kali ini saya terdorong untuk menerimanya. Terdengar suara seorang gadis menangis. Tak lama kemudian suara beralih pada suara seorang laki-laki. Dia menyebut lengkap nama saya. Dan nama anak gadis saya. Ketika itu saya iya kan.

Kemudian si laki-laki itu memperkenalkan diri dari Kepolisian. Dia katakan sedang menahan anak saya karena terlibat pemakaian shabu-shabu. Langsung dalam pikiran saya ini modus penipuan. Saya beberapa kali menerima telepon seperti ini, biasanya saya tutup. Selain itu dari caranya bicara tidak meyakinkan.

Dulu pernah saya menerima telepon yang memberitahukan saya pemenang undian mobil dari salah satu produk rumah tangga. Saat itu saya sedang di kantor konsultan. Loudspeaker Hp saya setting bisa didengar satu ruangan, sehingga teman-teman jadi tahu dan menyimak keusilan saya sambil senyum-senyum.

Si Penelpon minta ditransfer sejumlah uang untuk mengurus pengiriman dan pajak hadiah mobil. Saya sudah paham modus kejahatan seperti ini, malah si penelpon saya kuras pulsanya dengan cara berlama-lama meladeni pembicaraan, seolah saya orang bodoh. 

Saya berlagak berminat dan pura-pura bego tanya ini itu. Heu heu heu..! Setelah bosan 'ngobrol' atau hp panas, ujung-ujungnya saya ingatkan si penelpon bahwa saya tahu modusnya dan modus saya menguras pulsanya. Heu heheu!

Balik ke Om 'Polisi' yang tadi nelpon.

Saya paham ini modus. Dan saat di ruang tunggu itu tabiat usil saya pun kumat. Jadi saya ladeni saja si penelpon untuk main-main.

"Jadi benar Citra ini anak bapak yang sekolah di ****...Dan istri Bapak bernama ibu Lia dan berkerja di+++ ?" (dia mnyebutkkan nama lengkap anak saya, sekolahnya, nama istri saya dan tempat kerjanya)

"Ya benar," 

Kemudian dia katakan kronologi penangkapan anak saya. Diselingi tanya jawab seadanya dari saya dengan maksud mengulur waktu bicara.

"Begini, pak, anak bapak saya tahan, tapi bisa. .."(belum sempat dia selesaikan bicara langsung saya potong).

"Silahkan ditahan saja pak Polisi, ndak apa-apa. Anak saya banyak. Ada di mana-mana, kok."

"Tapi pak, Citra anak Bapak, kan? Dan istri Bapak bernama ibu Lia. Bagaimana ini?"

"Iya iya anda benar. Biarkan saja. Ambil saja anak saya, kalau perlu istri saya juga. Saya punya banyak, pak"

Saya pun melanjutkan "Eh, pak Polisi, kita udah lama ngobrol nih, apa tidak sayang dengan pulsa bapak yang terkuras?"

Nampaknya si Penelpon sadar dikerjain. Langsung muncul makian kata "Anj+++!". Klik ! Telpon pun ditutupnya.
Kali ini saya cukup terhibur.

Telepon tak Diangkat

Kemudian saya telepon istri saya memberitahukan untuk menjemput saya di Bandara Supadio Pontianak. Saya juga ceritakan kejadian tadi, sambil mengingatkan dia untuk jaga-jaga kalau ditelkpon orang yang sama. Saat itu Istri saya baru saja selesai rapat dan mengatakan punya waktu untuk menjemput saya.

Setelah menelpon istri, sayapun menelpon anak saya. Untuk memberitahukan hal yang sama. Tapi telepon anak saya tidak siangkat. Saya pikir dia mungkin sedang tidur. Karena hp-nya tak diangkat, saya pun menelpon Nela anak asuh saya.

Nela anak yang jujur dan termasuk masih lugu. Dia tinggal di rumah saya, berasal dari kampung suami adik ipar dan dari keluarga tidak mampu. Saya sekolahkan Nela sejak SMA, dan baru saja tamat. Rencananya tahun ini saya kuliahkan karena dia masih berminat sekolah, dan prestasi akademiknya bagus.

Saat saya telpon, terdengar Hp Nella bernada sibuk menerima telepon. Ada tiga kali saya ulangi tetap yang terdengar nada sibuk. Saya pikir istri saya sedang menelpon dia.

Tak lama kemudian terdengar pemberitahuan pihak bandara agar semua penumpang boarding menuju pesawat lewat pintu 2. Hp pun saya matikan.

Kepanikan

Sesampainya di Bandara Pontianak, istri saya sudah menjemput-masih dengan seragam kantornya. Ganti posisi saya yang pegang kemudi. Di perjalanan saya ceritakan lagi kejadian si penelpon, termasuk upaya saya menghubungi Citra anak saya dan Nela.

Wajah istri saya nampak tidak seperti biasanya, dia diam saja. Tak seperti biasanya kalau saya cerita sembari agak mbayol pasti ketawa-ketiwi. Kali ini dia agak tegang. Ketika saya tanyakan, barulah mengalir ceritanya.

Sehabis menerima telepon saya saat di Bandara Soekarno Hatta, Istri saya langsung telpon Citra, tapi tidak tidak jawaban. Dia kemudian telepon ke Nela ingin menanyakan keberadaan Citra. Nela katakan sejak tadi pergi, tapi tidak memberitahu tujuannya.

Istri saya kemudian telepon ke Ira, sahabat anak saya. Katanya Citra hari itu tidak sedang bersamanya. Rupanya istri saya mulai panik terpikir olehnya anak kami kenapa-kenapa, atau diculik. 

Kemudian dia telepon Rina, juga sahabat anak saya. Rina katakan benar tadi masing-masing beserta kelompoknya jalan-jalan ke Mall. Mereka baru saja bubar dan masing-masing pulang.

Kemudian istri saya kembali telepon Nela dirumah, menanyakan apakah Citra sudah sampai di rumah. Ternyata belum. Istri saya juga menanyakan apakah tadi ada orang yang telepon mengaku Polisi? Nela katakan ya.

Nela ceritakan dia ditelpon om 'polisi' yang mengatakan Citra terkena razia. Si Om 'Polisi' minta uang 500 ribu ke Nela agar Citra bisa lepas. Nela kaget, dan panik. Dia katakan tidak punya uang sebenar itu. Si 'Polisi' turun harga, dia minta dikirimi pulsa di tiga nomor rekannya masing-masing 100 ribu. 

Kalau tidak punya uang, pinjam dulu dengan tetangga. Bergegaslah ke rumah Ibu Evi, tetangga selang dua rumah dari rumah saya. Anak saya Citra bersahabat dengan anak Bu Evi, mereka sering belajar bareng, baik di rumah saya maupun dirumahnya.

Mendengar cerita itu, saya geleng-geleng kepala. Saya katakan "Wah, kita kena nih, Ma. Kita harus ke Bu Evi untuk jelaskan semuanya sekaligus ngembalikan uangnya" terpikir oleh saya, pulsa si Om 'Polisi' yang tadi saya kuras, eehh saya kena batunya. Rugi bandar. Paling saya berhasil ngabisin pulsa Om 'Polisi' 100 ribu, tapi saya kena 300 ribu! Gileee bener....

Sampai di rumah, setelah menyimpan tas, saya dan istri ke rumah bu Evi. Kepadanya kami ceritakan semua. Bu Evi cerita, agak kaget didatangi Nela bermaksud pinjam uang untuk beli gas dan keperluan dapur! Dia merasa aneh dan tidak yakin. 

Tapi Nela yakinkan dia dan katakan barusan telpon tante (istri saya). Nela kemudian ke warung di depan kompleks. Bu Evi mengikuti, dia heran tidak ada yang dibeli Nela, dan dua nampak pucat dan tegang. Rencananya dia akan laporkan itu bila istri saya pulang.

Setelah beres dengan bu Evi, di rumah saya dan istri bicarakan semua dengan anak-anak saya dan Nela. Ini untuk pembelajaran semua. Nela mengaku panik mendengar Citra kena Razia, saat menerima telepon dia bagai tak bisa berpikir panjang. 

Dia kuatir, cintar ditahan polisi. Makanya dia bergegas pinjam uang bu Evi dan beli pulsa di warung kemudian mengirimkannya. Setelah sampai di rumah, barulah dia sadar. Hadeuuh!

Pembelajaran yang bisa dipetik

Jagalah informasi nomor telepon, dan data pribadi lainnya. Jangan sering diumbar di publik. Saya heran juga kenapa si penelpon tahu nomor dan status, pekerjaan, serta kegiatan saya dan istri, termasuk nomor Nela yang relatif tidak banyak terekspos. Jangan-jangan 'si Om Polisi' tadi tahu saya Kompasianer? Heemm..

Dalam hal ini saya memiliki andil kesalahan. Saat tidak bisa menelpon Nela dan Citra, saya seharusnya segera kirim sms. Mungkin informasi tulisan ini bisa jadi langkah awal pencegahan.

Perlunya memberi informasi kepada anggota keluarga di rumah tentang aneka modus penipuan via telepon yang kita ketahui dari media. Bila ada hal-hal yang aneh, tidak segera mengambil keputusan sendiri.

Kalau ada telepon dari pihak yang tidak dikenal yang memberitahukan hal yang tidak biasa dan menghebohkan harus konfirmasi ke keluarga yang lain misalnya kakek-nenek, om tante, dll atau tetangga terdekat dan terpercaya dengan memberitahukan kejadian yang sebenarnya.

Semoga kejadian ini bisa dijadikan pembelajaran bagi pembaca Kompasiana.

Salam hati-hati

-----

Pebrianov27/06/2016  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun