Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Bibir Menggugat, Mata Bicara

21 Juni 2016   10:31 Diperbarui: 21 Juni 2016   13:01 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: static.pulsk.com

Tak seharusnya kau di situ. Ruang Itu bukan tempatmu. Tak sepantasnya kau berbicara. Takdirmu adalah melihat.

Begitu, kah?
Apakah tak kau rasakan setiap mereka menyimak aku? Tak sekejap pun beranjak. Setiap butir energi yang kupancarkan terserap dan menggerakkan mereka yang lama terkunci.

Aku tak perduli sikap mereka padamu. Mereka tak memahami dirimu. Bagaimana bisa sepenuhnya melihatmu? Mereka adalah Bibir!

Janganlah kau terlalu picik. Harusnya jiwamu terbuka. Mereka kini butuh aku, dan aku rela memberikan diriku. Sementara kau terlalu asik mempersolek diri sendiri. Dan hanya bisa diam ditempat.

Aku tak pernah diam! Aku selalu ada diantara mereka dengan caraku yang tak perlu kau tahu. Aku memiliki lidah, liur dan langit-langit. Aku berpunya pita suara dan tenggorokan. Semua itu kelengkapan untuk bicara. Sementara kau, tak satupun kau miliki !

Betul. Tak kumiliki kelengkapan itu. Aku tak sefasih kau saat berbicara. Tapi bersamaku mereka menjadi fasih, mampu melihat dan menyadari diri sendiri saat bicara. Bibir merekalah yang bergerak, suara merekalah yang keluar. Kuhadirkan dimensi waktu mereka saling bicara. Dan untuk belajar berbicara pada diri sendiri.

Kau telah membohongi mereka!

Tidak! Semua itu karena tubuhku punya lensa dan cermin, tempat mereka melihat secara jernih dan detail. Tempat mereka berkaca, memahami diri sendiri. Membangunkan kesadaran diri.
Kaca itu tak pernah bohong!  Justru kaulah yang berbohong saat membuka dan mengatupkan bibirmu. Saat kau bersuara tanpa pernah berikan ruang dan waktu untuk mereka melihat diri sendiri. Kau bodohi mereka dengan kelengkapanmu!

***

Bibir terdiam. Dia merasa ditelanjangi. Lewat cermin di Mata, dia melihat dirinya sendiri. Tampak tetesan air bening dari pori-porinya. Bibir tersadar, dirinya telah menangis.

--- 

Pebrianov

21/06/2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun