Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Golkar dan Setya Novanto dalam Euforia, Jokowi Terseret, dan Apa yang Publik Terima?

18 Mei 2016   05:43 Diperbarui: 18 Mei 2016   11:36 2458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik seringkali jadi misteri bagi orang awam. Tak bisa dipegang. Sulit ditebak. Didalam ruang selalu ada ruang lain yang tersembunyi. Selain politikus ulung, orang awam tak mampu memasukinya. Di pintu ruang itu, publik dibuat jadi 'bodoh'. Tak tahu apa-apa. Padahal nalar publik telah ditempa oleh fakta.

Anomali seronok tentang politi ini pun muncul. Elit politik mendendangkan publik tentang tujuan politik mensejahterakan rakyat. Kekuasaan hanyalah salah satu instrumennya. Namun di sisi lain, politik bergerak menjauhi telinga nalar awam. Apa yang awam (rakyat) lihat, pikirkan dan rasakan tak sejalan dengan dendang aktor politik di panggung politik. Awam seperti dibohongi pelaku politik. Tapi oleh kepiawaian interpretasi pada setiap kata dalam pasal undang-undang, peraturan, dan semacamnya yang tertera di kertas ternyata tak ada kebohongan itu.

Munaslub Golkar telah usai. Secara 'demokratis ala Golkar', Setya Novanto (Setnov) terpilih jadi Ketua Umum. Secara undang-undang, peraturan atau semacamnya prosesi dan hasil akhir munaslub telah sah. Namun apakah nalar awam terpuaskan?

Publik masih belum lupa sepak terjang seorang Setya Novanto sebelumnya yang menyebabkan Publik mengalami luka batin. Serangkaian fakta dan akhir cerita Setya Novanto dan Golkar di pentas politik itu mengoyak menembus dimensi nalar dan hati publik.

Pertemuan Setnov dengan Donald Trump diluar kepantasan selaku pejabat negara bikin malu bangsa Indonesia. Setnov telah menginjak simbol negaranya di negara orang lain. Integritas sebagai elit politik menukik di titik terendah.

Setya Novanto II sumber gambar: riaubook.com
Setya Novanto II sumber gambar: riaubook.com
Belum usai rasa malu, kasus 'Papa Minta Saham' mendelik mata publik akan permainan kotor tingkat tinggi. Presiden Jokowi yang berkarakter sabar dan berselera humor tinggi marah besar karena namanya dicatut. Luhut Panjaitan geram tak terhingga karena namanya terbawa. Kementrian ESDM tegang karena sang Menteri disangka penyulut api masalah.

Namun apa yang kini terjadi? Begitu 'mudah'nya Setnov menyelesaikan hanya dengan surat pengunduran diri di tengah berlangsungnya sidang kode etik. Sidang itu jadi tak lebih tontonan sinetron di layar mata. Publik sama sekali tak terhibur, justru luka batinnya bertambah dalam.

Setnov tidak dipecat dari DPR-RI dan partai, karena dia 'secara hukum' dianggap tidak bersalah. Sebuah 'hukum' didasarkan saling pengertian antar pihak berkepentingan dan pemegang kuasa panggung politik. Hukum itu bukan hukum sejati, hanya pseudo hukum ; pura-pura hukum yang berperan jadi hukum. Lagi-lagi luka batin publik tertoreh.

Kembali publik melongo melihat panggung Munaslub Golkar. Setnov jadi calon ketua umun dan akhirnya terpilih. Golkar bangga diatas tanda tanya publik akan sosok sang Ketua Umum barunya.

Setnov, Jokowi dan JK di Istana Negara II sumber gambar: rilis.id
Setnov, Jokowi dan JK di Istana Negara II sumber gambar: rilis.id
Integritas Jokowi Diseret

Presiden Jokowi dikabarkan 'lebih menyukai' Setnov yang terpilih. Luhut Panjaitan sang Menko di Kabinet Jokowi menyingsingkan lengan membantu Setnov agar terpilih. Ini adegan yang tak lazim di mata publik. Kemarin dicatut, bikin marah dan perkara pun belum tuntas. Bagi publik, adegan itu bakal masuk ruang misteri. Tak ada suara percakapan selain gerak tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun