Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ibu Senja Bagi Kehidupan Siang dan Malam

5 Mei 2016   00:37 Diperbarui: 5 Mei 2016   00:55 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Senja II sumber gambar : https://versanfebriana.files.wordpress.com/2013/03/perempuan-menanti-senja.jpg"][/caption]

Selesai sudah mentari berkarya. Turun dia dari tangga cakrawala. Diberikannya langit pada Senja.

Sebenarnya Senja bukanlah pemilik mahligai. Dia diciptakan sebagai Ibu asuh bagi durasi jagat.
Dia tidak melahirkan siang atau malam, namun ditanganya keduanya bisa berpeluk dalam damai.

Senja tak bosan mendengar keluh-kesah siang, sembari disiapkannya malam yang akan berkarya.
Selalu begitu.

Dimandikannya siang menjadi segar dan rapi. Diasupnya saripati nirwana di meja santap bersama. Di situ siang dan malam berbagi cerita dalam rangkaian kasih senja.
Selalu begitu

Disiapkannya pakaian bagi malam agar tampah gagah dan selalu bersemangat. Diselipkannya bekal Jelaga dikantong malam. Agar malam selalu ingat akan kodratnya.
Selalu begitu

Oleh senja, malam berkaca pada siang sebelum beranjak ke peraduan. Sementara malam menyiapkan catatan jelaga agar siang esok menyadari terang.
Selalu begitu.

Dimana pagi?
Pagi tak pernah sempat memeluk mereka. Tak pernah mendengarkan keluh kesah merek.
Dia terlalu sibuk menyongsong derap dan deru. Selalu diburu putaran jarum waktu. Dikantongnya penuh dengan ambisi.
Tentang masa depan.
Tentang harga diri.

Dia selalu bicara sendiri tentang hidup, tapi bukan kehidupan.

Dia selalu berteriak tentang kesetaraan, tapi bukan keadilan.

Dia selalu bercerita tentang cinta, tapi bukan kasih sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun