Karya tulis di media populer dalam bentuk artikel fiksi dan non fiksi ('reportase', 'opini', 'future') lebih bersifat bebas dalam banyak hal dibandingkan karya tulis di sekolah/kampus. Khusus pada tata bahasa, artikel populer bersifat lebih ringan, santai dan gaul. Tentu saja untuk agar lebih mudah diterima pembaca semua kalangan.
Untuk judul juga demikian. Artikel populer bisa lebih bebas. Tak dibutuhkan bimbingan /konsultasi khusus (menthoring) si Penulis kepada seseorang pakar. Semua tergantung pada si Penulis.
Artikel populer mempunyai 'ideologi' meraih jumlah pembaca sebanyak-banyaknya. Dengan begitu si Penulis mendapatkan kepuasaan, dan media penyelenggara artikel itu mendapatkan keuntungan oplah atau rating. Atas dasar itu, si Penulis dan Penyelenggara/Media berusaha menampilkan Judul yang punya nilai jual, bisa menarik pembaca sebanyak-banyaknya.
Kalau dunia akademis saja terbiasa dengan judul panjang, tentu itu juga berlaku bagi artikel populer. Jadi, Judul panjang bukanlah suatu yang salah. Demikian halnya, artikel populer seringkali 'dibatasi' oleh 'culture atau kebiasaan media tempat artikel itu bernaung sehingga judul tidak panjang. Ini umumnya berlaku pada media cetak, misalnya Koran atau penerbitan buku. Judul pendek sekitar 2-4 kata, dengan maksud 'efesiensi halaman dan biaya cetak' serta mengundang daya tarik pembaca. Selain itu bila judul panjang secara psikologis membuat 'pembaca 'pusing' duluan, sehingga mereka enggan membaca lebih lanjut isi artikel. Tentu saja ini merugikan 'ideologi' meraih banyak pembaca tadi.
[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://2.bp.blogspot.com/-aCAv9CIgZWg/Uy2wjbEhXvI/AAAAAAAAAdc/o5dQC8_C7uk/s1600/idea-152213_640.png"]
Berbeda dengan karya tulis di media online (blog, media sosial, dll) yang memiliki space lebih luas, maka faktor efesiensi halaman dan biaya cetak tidak berlaku. Penulis lebih bebas dan ekspresif menulis judul, demikian juga media yang menaunginya tak memiliki 'culture' membatasi panjang judul. Unsur keterbacaan menjadi sesuatu yang relatif didunia maya. Ada yang suka panjang dan ada yang suka pendek. Bila dibandingkan unsur psikologisnya dengan media cetak, ini merupakan anomali (fenomena unik).
Lihat saja Judul di blog Kompasiana, judul panjang berlaku bebas dan bisa meraih banyak pembaca. Namun bila judul panjang dibuat di Kompas cetak, bisa jadi tak dilirik pembaca, selain itu menguras halaman. Sementara setiap 'space' koran cetak punya nilai jual untuk iklan! Tentu saja media cetak tak mau buang-buang ruang. Tak mau berspekulasi. Koran terbeli sudah beres urusan, tak penting apakah setial tulisan didalamnya dibaca semua oleh pembeli. Betul tidak? Heu heu heu..
Menerima Judul Panjang atau Pendek
Dengan melihat suatu perbandingan Karya tulis ilmiah (kampus) dan Populer yang ternyata tak mempermasalahkan judul panjang, tentu saja kita selaku Pembaca harus bersikap arif pada hadirnya judul panjang atau pendek. Keduanya merupakan pilihan si Penulis dan media penyelenggara. Pembaca tinggal memilih, mau yang panjang atau yang pendek.
Secara pribadi saya suka yang pendek. Sering memakai yang pendek. Namun demikian tetap mampu menghadirkan sensasi yang panjang bagi pembaca. Heu heu heu...!
Semoga artikel dengan judul pendek ini bisa membuat pembaca berpikir panjang dalam membaca dan menulis artikel di Kompasiana.
Selamat membaca dan menulis di Kompasiana dengan hati sukacita dan ketulusan berbagi. Judul panjang atau pendek tidak masalah, yang penting gunakanlah celana saat menulis artikel. Artikel ini disponsori oleh Celana Panjang.