Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Pemilih Jakarta Cerdas?

5 April 2016   16:27 Diperbarui: 5 April 2016   19:31 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Pemilih Cerdas II sumber gambar ; http://sinarharapan.co/foto_berita/15260214-pemilihCerdas.jpg"][/caption]

Sejumlah publik dan pengamat mengatakan bahwa 'Pemilih Jakarta Cerdas'. Untuk mengetahui kebenaran pernyataan tersebut harus ada penjelasan ilmiah dan faktual. Punya barometer jelas, ada bukti nyata sebagai model yang bisa dilihat dan dipahami secara sederhana.

Pernyataan 'Pemilih Jakarta Cerdas' juga bisa memunculkan pengertian relatif bahwa Pemilih Jakarta 'lebih' dibandingkan pemilih di daerah lain di Indonesia. Secara kebetulan (?) istilah Pemilih Cerdas lebih sering disematkan ke Pemilih Jakarta karena mereka dianggap 'sudah maju'.

Pengertian Pemilih Cerdas

Istilah 'Pemilih Cerdas' kini sering muncul di banyak media mainstream dan sosial media. Istilah ini relatif baru dalam demokrasi kita. Sebelum era reformasi (masa rezim Soeharto) istilah tersebur hampir tidak terdengar. Peran penguasa (Rezim Soeharto) dalam Demokrasi (khususnya pemilu) sangat besar dibandingkan rakyat pemilih menjadikan Pemilu (memilih pemimpin) hanya formalitas. Tokoh yang akan jadi pemimpin sudah diketahui publik sebelum agenda pemilihan dilakukan.

Setelah Rezim Soeharto tumbang berganti era Reformasi, sistem Pemilu pun ikut berubah. Demokrasi lebih terbuka. Peran rakyat jadi sangat besar terhadap demokrasi. Mereka lebih bebas memilih pemimpin sejak dari tahap mencari calon, masa kampanye sang Calon hingga pencoblosan. Pemilu menjadi pesta demokrasi yang sesungguhnya dinanti rakyat. Pada masa pasca reformasi inilah istilah 'Pemilih Cerdas' muncul.

Asal Kata 'Pemilih Cerdas'

Ada dua kata dalam istilah Pemilu Cerdas, yakni 'Pemilih' dan 'Cerdas'. Keduanya disatukan dalam konteks Demokrasi menghasilkan arti baru sebagai jargon dalam pesta Demokrasi.

Pemilih adalah orang yang secara undang-undang mempunyai hak suara dalam pesta demokrasi (pemilu atau pilkada).

Kata 'Cerdas' berarti sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya); tajam pikiran: sempurna pertumbuhan tubuhnya; sehat, kuat, (sumber ; kamus kbbi.com)

Pemilih Cerdas dapat diartikan orang yang punya hak pilih secara undang-undang, dan menggunakan hak pilihnya berdasarkan akal budinya. Mereka telah berpikir dan mengerti tentang orang yang dipilihnya. Mereka memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan program si Calon Pemimpin. Jadi bukan semata pada 'perasaan/hati' dan ikatan primordialisme.

[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://www.jpnn.com/picture/normal/20160323_224847/224847_652499_Pilkada_Kotak_d.jpg"]

[/caption]

Pemilih di Jakarta Cerdas?

Munculnya pernyataan 'Pemilih Cerdas' bertujuan meyakinkan banyak pihak bahwa masyarakat pemilih secara independen mampu memilih calon pemimpinnya. tak mudah dipengaruhi isu negatif yang beredar saat masa pemilihan Gubernur (juga pemilu legislatif dan presiden).

Masyarakat Jakarta dekat sumber informasi. Secara geografis Jakarta bukan wilayah sulit sehingga sebaran informasinya jadi mudah, cepat dan merata keseluruh warga. Hal ini membuat mereka terbiasa dan terlatih menyaring serta memilih informasi yang berguna bagi kehidupan bersama. Dengan kondisi ini apakah mereka jadi pemilih cerdas?

Kalau dilihat dari perjalanan Pemilu di Jakarta sejak masa reformasi hingga sekarang hampir tidak ada konflik horizontal antar pendukung calon. Hal ini berbeda dengan wilayah lain di Indonesia seringkali terjadi konflik yang menimbulkan korban materi dan nyawa.

Kalau suatu pemilu menimbulkan kerugian material dan korban jiwa, maka masyarakat demokrasi tersebut tidak cerdas karena mereka tidak menggunakan pikiran jernih dalam pesta demokrasi, mudah terprovokas, rawan rusuh, dan lain sebagainya. Hasilnya adalah kerusakan dan kehancuran, bukan pembangunan berkelanjutan.

Sejatinya, Demokrasi menjadikan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Masyarakat Jakarta saat ini sedang menjelang pesta demokrasi pemilihan gubernur. Waktu hari H masih setahun lagi, namun suhu politik sudah menghangat, rerjadi 'perang' antar pendukung dan sang bakal calon di media. Banyak isu negatif beredar, dan pernyataan tak pantas dari para bakal calon.

Rentang waktu menjelang hari H menjadi barometer faktual pertama, semantara rentang waktu pasca hari H pemilihan jadi barometer kedua. Baik sebelum dan sesudah hari H punya nilai yang sama yakni Demokrasi sejati. Seluruh  proses pemilu-pilkada berjalan damai siapapun pemimpin yang menang.

Pemilih Jakarta diyakini cerdas oleh banyak pihak, namun itu masih sebatas keyakinan. Pemilih Jakarta masih harus membuktikannya dalam wujud nyata sebagai sesuatu yang faktual pada Pilgub DKI 2017. Jangan sampai Pemilih Cerdas di Jakarta tak lebih hanya Hoaks dari sumber abal-abal.
------
Pebrianov4/04/2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun