Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Pemilik Talenta yang Menyembunyikan Biji di Batu Kering

16 Maret 2016   16:59 Diperbarui: 16 Maret 2016   17:59 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Batu Kering dan Tandus, sumber gambar ; www.memobee.com"][/caption]

Hidup adalah pilihan. Begitu adigium yang sering muncul di masyarakat. Dalam hidup ada banyak 'tawaran' kepada setiap orang. Tawaran itu ada yang mudah, dan ada yang sulit. Tergantung cara dan situasi orang yang melihat tawaran itu.

Satu hal pasti bahwa orang mau tidak mau harus memilih sejumlah tawaran dari sekian banyak tawaran yang dilihatnya. Semua tergantung banyak hal dari dalam diri orang itu, misalnya kapasitas diri, passion, cara pandang terhadap diri dan hidupnya, dan lain sebagainya.

Tidak menanggapi semua tawaran juga merupakan pilihan. Itu sebuah keputusan pilihan. Artinyan orang itu diam di tempat bersama kompleksitas diri yang tak bisa diintervensi oleh apapun dan siapapun.

Bagi banyak orang, pilihan tidak menanggapi tawaran adalah sebuah kesia-sia-sian Hidup. Tapi bagi orang tersebut, dia telah memilih-sama seperti banyak orang tadi. So, apa yang salah? Bukankah pilihan sudah diambil?

Pertanyaan ini menjadi sebuah refleksi sebagai manusia dan personal. Kaca reflektifnya adalah alam dan lingkungan. Untuk apa refleksi itu? Tentu saja untuk melihat diri dalam denyut alam dan lingkungan. Dengan refleksi itu, seorang menjadi tahu, mengerti dan paham akan posisi diri di kehidupan (alam dan lingkungan).

Kalau tidak tahu posisi diri, maka orang itu adalah sebuah kematian seorang manusia. Hidup adalah memahami titik ordinat di alam dan lingkungan. Mayat atau jenazah berada di alam, tapi dia tak bisa atau tak tahu dimana posisi diri, walau pun sekian banyak orang telah mengusungnya dan memberikan tempat.

Lalu, apakah sikap pada tawaran merupakan sebuah Keniscayaan ?

Berikut suatu kisah tentang Talenta

Ada orang yang diberi biji sesawi. Namanya misalnya Pebrianov. Tak banyak orang saat itu yang diberi biji sesawi seperti yang dialami Pebrianov. Banyak orang lain yang justru harus mencari biji sesawi.

Oleh orang si Pebrianov kemudian biji sesawi itu dia sembunyikan di bebatuan cadas dan kering, bukannya ditanam ditanah disekitar batu kering itu untuk kelak berbuah sayur yang akan dia dan banyak orang nikmati.

Pebrianov bukannya tidak tahu kegunaan biji sesawi itu bagi dirinya sendiri dan orang banyak karena dia orang yang bertalenta tingi. Dengan talenta itu, dia bela batu cadas dan kering, bukannya membela bijisewawi yang adalah miliknya.

Sementara beberapa orang lain yang juga menerima biji sesawi yang sama dengan Pebrianov segera menanam biji sesawi itu di tanah. Ada yang di dalam pot, di halaman, di pematang sawah, di tanah bukit, ditanah permukiman padat, di tanah tepi jalan, dan bahkan ada yang meminjam tanah orang lain untuk menanam biji sesawinya. Mereka lakukan sesuai talentanya.

[caption caption="Ilustrasi Panen Sayur, sumber gambar ;img2.bisnis.com"]

[/caption]

Apa yang terjadi kemudian. Pebrianov tak mendapatkan apa-apa dari biji sesawi itu, bahkan ketika orang memanen sawi dia ikut memakannya. Sementara teman-teman Pebrianov yang menanam biji sesawinya memanen sawi yang berlimpah. Dan bahkan memberikan hasilnya bagi banyak orang. Ada yang di bukit, tepi jalan, permukiman dan bahkan untuk si Pemilik tanah yang dipinjamnya tadi.

Pebrianov telah menyia-nyiakan talenta, dan karunia biji sesawinya dengan ragam argumentasi ke-diri-an. Dia pakai talentanya untuk membela batu cadas dan kering yang bukan miliknya.

Pebrianov tidak salah, karena biji sesawi itu adalah miliknya.
Namun Pebrianov itu juga telah bersalah karena biji sesawi itu diberikan padanya sebanrnya untuk ditanam. Dia membutakan dirinya bahwa biji sesawi itu dia terima dari orang lain, bukan dia yang menciptakan biji sesawi itu.

Sebaiknya jangan pernah meniru Pebrianov si Pemilik sah biji sesawi itu, karena dia telah menyia-nyiakan biji sesawi itu dengan talenta yang juga dia miliki. Orang seperti Pebrianov sebenarnya tak lebih sebuah kematian itu sendiri. Dia tak penah tahu titik ordinatnya terhadap alam dan lingkungan. Karena itu apa beda Pebrianov dengan sebuah Kematian?

Carpe Deum
------
Pebrianov-pemilik kematian, Gedung Labtek IX Jln Ganesa Bandung, 16/03/2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun