[caption caption="Sumber gasmbar: adgimalang.com"][/caption]
Issu plagiarisme karya tulis kembali menghangat di Kompasiana. Seperti tak ada habisnya. Reda sebentar, kemudian muncul lagi bila ada kasus besar plagiat. Atau adanya gugatan terhadap serbuah karya tulis.
Beberapa waktu lalu plagiariisme sempat jadi pembahasan seru di berbagai media mainstream, medsos dan blog setelah seorang dosen senior UGM Anggito Abimanyu diduga melakukan plagiat artikel di harian Kompas. Akibatnya, Anggito 'mundur' sebagai dosen UGM. Kasus ini membuka mata publik akan posisi orisinalitas karya dan beratnya hukuman sosial pada pelaku plagiat. Orang top pun bisa kehilangan status bergengsi dan jabatannaya
Hal yang seringkali diperdebatkan adalah etika dan moral pelakunya. Si Pelaku dianggap sangat jahat seolah telah seorang 'pencuri' yang 'kejam'. Citra kejahatannya seolah sama dengan pencuri yang menganiaya atau membunuh korbannya.
[caption caption="Sumber gambar : http://2.bp.blogspot.com/-6kHD6WncMH0/UNloGcW4KzI/AAAAAAAABe8/SYYqTTZgkg8/s1600/img-thing.jpg"]
Plagiarisme di Dunia Akademis
Kini sikap sinis publik terhadap pelaku plagiarisme dunia akademis terbangun dari beragam pandangan (pencerahan) di media masa tentang betapa 'jahatnya' perbuatan plagiat. Tingkat 'jahat' itu terlihat tinggi dan masif dikarenakan pelakunya dianggap seorang yang memiliki tingkat intelektual mumpuni atau orang pintar secara akademis dan rasional serta punya materi cukup. Bukan seorang pencuri biasa yang tak berpendidikan, tak punya kedudukan, berstatus sosial rendah, dan terdesak kebutuhan makan sehari-hari.
Dengan statusnya itu harusnya mereka sangat paham hukum, etika, moral, dan nilai-nilai kebaikan. Harusnya menjadi agen pencerah bagi banyak orang lemah. Bukannya membodohi orang lemah. Inilah yang menjadikan posisi mereka dimata publik sangat rendah dibandingkan maling ayam, tukang copet, tukang jambret, pengutil susu dan minyak goreng di supermarket, dan tindakan jahat sejenis lainnya.
[caption caption="http://www.jakartabeat.net/media/k2/items/cache/24d767ce6c156eb07b1fc26c266211f5_XL.jpg"]
Plagiarisme di Ranah Publik
Dulu penjahat plagiarisme didominasi kaum akademis jahat di lingkup terbatas dunia akademis dan belum populer di lingkup kehidupan umum. Namun kini pelakunya justru masyarakat umum di lingkungan yang lebih luas setelah berkembangnya media terutama yang berbasis digital. Issu plagiarisme kemudian menjadi familiar di rahan publik, apalagi sejumlah tokoh yang semula dinilai punya integritas di dunia kampus kedapatan melakukan plagiat. Pengetahuan publik menjadi bertambah bahwa plagiarisme itu kejahatan!
Media berbasis digital kemudian berkembang  menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Dari sinilah kemudian muncul kontrol masyarakat terhadap tulisan hasil plagiarisme di media warga, media sosial, blog dan lain sebagainya. Disisi lain, di dalam masyarakat umum sendiri pun banyak terjadi tindakan plagiarisme, misalnya di media (medsos, maintream media, blog, dan lain-lain) yang kepengelolaan dan operasionalnya dilakukan masyarakat umum.
Salah satu faktor pemicunya adalah terbuka dan mudahnya akses informasi. Begitu gampangnya suatu karya tulis beredar. Secara teknis, karya itu sangat mudah dicopy oleh masyarakat umum pengguna alat komunikasi hp, smartphone, BlackBerry, gadget, laptop, tab, dan lain-lain. Seorang tukang bangunan tak lulus SD bisa terbahak-bahak membaca dan kemudian menyebarkan tulisan/status FB lucu yang dia copy dari laman tertentu. Perempuan asisten rumah tangga bisa ngakak terkangkang-kangkang melihat gambar 'meme lucu' kemudian mengkopinya dan dia sebarkan lagi ke sesama kawan se-level. Padahal gambar tersebut bisa jadi tak mudah membuatnya, dan mungkin merupakan karya seorang pakar disain komunikasi visual (Diskomvis).
[caption caption="Sumber gambar : http://i00.i.aliimg.com/wsphoto/v1/1425411848_1/Yang-dilukis-dengan-tangan-postmodernisme-merah-dan-hitam-landscape-awan-sky-tree-dinding-dekorasi-rumah-abstrak.jpg"]
Distorsi dalam Kesadaran Baru
Era posmoderinitas saat ini pada telah memberikan Ruang Permisif bagi plagiarisme untuk berpesta di ranah publik. Ketika jargon 'dunia dalam genggaman mu (Nokia)' serta 'Dunia yang dilipat (Yasraf.A.Piliang, 2004)' telah menjadi nyata milik semua orang tanpa sekat, tanpa hirarkis, tanpa syarat yang sulit, maka pesta itu membentuk kesadaran baru yang anomali, bahwa semua yang ada di media adalah milik bersama. 'Percuma ente mengaku-ngaku itu punya ente karena ane juga punya'.
Konteks 'Kesadaran Baru' sebenarnya merupakan distorsi kesadaran yang tanpa sadar terjadi karena posmoderinitas tak lagi membawa nilai-nilai, namun lebih menawarkan semangat bermain-main! Maka para awam pun serta merta bermain-main dengan sukacita riang gembira tekakak-terkikik sampai terkangkang-kangkang di ruang plagiarisme yang penuh kejutan dan sensasionalitas menuju 'ejakulasi intelektual baru' secara bersama.
Disinilah plagiarisme di satu sisi menjadi wujud kejahatan baru, namun di sisi lain menjadi 'ruang pesta dan ikatan persudaraan baru' bagi semua kalangan.
[caption caption="http://3.bp.blogspot.com/-blQiyD07CK8/UX4XRPXaknI/AAAAAAAABc8/8X97lN6zJoI/s1600/hermaprodit+&+hipospadia.png"]
Banci dan Hermaprodit
Kita yang orang Sadar Plagiarism dan Paham Etika pun dibawanya pada situasi 'Berteman Plagiarisme dan Bersahabat dengan Etika Akademis'. Lihat saja prof. Pebrianov si Penulis Picisan yang penulis artikel ini, dia tertawa terbahak-bahak bersama tukang bangunan dan asisten rumah tangganya menikmati tulisan humor dan gambar meme lucu di media sosial dari sumber milik sejuta umat. Sementara di saat lain, dia tertunduk malu sembari memainkan ujung rambut di kolong meja kampus.
Di dalam posmoderitas ini semua menjadi cair, lentur dan cepat. Seorang Pebrianov levelnya sama dengan tukang bangunan dan asisten rumah tangga. Pebrianov pun bisa menjadi penjahat yang ramah, rajin menolong dan tabah di dalam relasi dunia media. Namun di sisi lain pula dia menjadi tuhan kata-kata yang menjaga orisinalitas karya. Dia menjadi manusia yang disiplin berani dan setia, suci dalam pikiran dan perbuatan, cinta tanah air dan bangsa. Oleh situasi itu, Pebrianov menjadi manusia banci demi persudaraan baru, pertemanan, demi kecairan, demi ini dan demi itu. Pebrianov pun telah berkelamin ganda (hermaprodit). Keduanya 'takdir' tersebut dia gunakan di moment yang berbeda,yakni ; Â untuk reproduksi ide-ide dan nilai-nilai dan untuk meraih kenikmatan pesta bermain-main suka cita riang gembira.
Bagaimanapun, didalam kecepatan arus dan kenikmatan informasi, masih diperlukan sikap idealisme sebagai pangawal harga diri dan nilai-Ilai kejujuran di tengah-tengah semaraknya pesta plagiarisme di ruang publik. Pesta tak terelakkan, kenikmatan persaudaraan tak dapat ditolak. Namun idelisme kaum sadar tak boleh padam. Suara tak boleh lenyap. Kejantanan tak boleh layu, Kegenitan tak boleh berkurang.
Bagaimana dengan anda? Semoga anda menjalaninya dengan kusyuk, tabah dan riang gembira penuh pesona.
--------
Pebrianov, Bandara Soekarno-Hatta3/02/2016
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H