Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berteman Plagiarisme dan Bersahabat dengan Etika Akademis

3 Februari 2016   15:34 Diperbarui: 3 Februari 2016   17:51 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gasmbar: adgimalang.com"][/caption]

Issu plagiarisme karya tulis kembali menghangat di Kompasiana. Seperti tak ada habisnya. Reda sebentar, kemudian muncul lagi bila ada kasus besar plagiat. Atau adanya gugatan terhadap serbuah karya tulis.

Beberapa waktu lalu plagiariisme sempat jadi pembahasan seru di berbagai media mainstream, medsos dan blog setelah seorang dosen senior UGM Anggito Abimanyu diduga melakukan plagiat artikel di harian Kompas. Akibatnya, Anggito 'mundur' sebagai dosen UGM. Kasus ini membuka mata publik akan posisi orisinalitas karya dan beratnya hukuman sosial pada pelaku plagiat. Orang top pun bisa kehilangan status bergengsi dan jabatannaya

Hal yang seringkali diperdebatkan adalah etika dan moral pelakunya. Si Pelaku dianggap sangat jahat seolah telah seorang 'pencuri' yang 'kejam'. Citra kejahatannya seolah sama dengan pencuri yang menganiaya atau membunuh korbannya.

[caption caption="Sumber gambar : http://2.bp.blogspot.com/-6kHD6WncMH0/UNloGcW4KzI/AAAAAAAABe8/SYYqTTZgkg8/s1600/img-thing.jpg"]

[/caption]

Plagiarisme di Dunia Akademis

Kini sikap sinis publik terhadap pelaku plagiarisme dunia akademis terbangun dari beragam pandangan (pencerahan) di media masa tentang betapa 'jahatnya' perbuatan plagiat. Tingkat 'jahat' itu terlihat tinggi dan masif dikarenakan pelakunya dianggap seorang yang memiliki tingkat intelektual mumpuni atau orang pintar secara akademis dan rasional serta punya materi cukup. Bukan seorang pencuri biasa yang tak berpendidikan, tak punya kedudukan, berstatus sosial rendah, dan terdesak kebutuhan makan sehari-hari.

Dengan statusnya itu harusnya mereka sangat paham hukum, etika, moral, dan nilai-nilai kebaikan. Harusnya menjadi agen pencerah bagi banyak orang lemah. Bukannya membodohi orang lemah. Inilah yang menjadikan posisi mereka dimata publik sangat rendah dibandingkan maling ayam, tukang copet, tukang jambret, pengutil susu dan minyak goreng di supermarket, dan tindakan jahat sejenis lainnya.

[caption caption="http://www.jakartabeat.net/media/k2/items/cache/24d767ce6c156eb07b1fc26c266211f5_XL.jpg"]

[/caption]

Plagiarisme di Ranah Publik

Dulu penjahat plagiarisme didominasi kaum akademis jahat di lingkup terbatas dunia akademis dan belum populer di lingkup kehidupan umum. Namun kini pelakunya justru masyarakat umum di lingkungan yang lebih luas setelah berkembangnya media terutama yang berbasis digital. Issu plagiarisme kemudian menjadi familiar di rahan publik, apalagi sejumlah tokoh yang semula dinilai punya integritas di dunia kampus kedapatan melakukan plagiat. Pengetahuan publik menjadi bertambah bahwa plagiarisme itu kejahatan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun