Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hati-hati Menulis Tentang Teror Bom di Jakarta

15 Januari 2016   11:57 Diperbarui: 15 Januari 2016   15:53 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar: img.okezone.com/content/2016/01/14/338/1288021/kronologi-teror-bom-sarinah-qHFkQGdTgb.jpg"][/caption]Berita kejadian Ledakan bom di gedung Sarinah dan sekitarnya di Jalan MH Thamrin (Kamis 14/1/2016) sangat cepat beredar ke seluruh penjuru dunia. Media televisi, radio, cetak dan online 'berebut' mengabarkannya. Ada yang meliput langsung kejadian 'live' dengan menempatkan reporternya di sekitar kejadian. Ada yang mengutip berita dari media lain. Dan ada pula yang menulis opini berdasarkan data 'sekunder' dari media mainstream.

Usai peristiwa menghebohkan itu, tak terhindarkan muncul beragam tulisan Opini warga yang bertebaran di ragam media; Blog, media sosial (fb, triter, dll). Banyak penulis merasa terpanggil menuangkan gagasannya. Peristiwa Teror Bom Sarinah itu jadi issue seksi untuk dikupas dari berbagai sudut pandang.

Di Kompasiana ini banyak muncul tulisan dengan beragam sudut pandang. Penulisnya berupaya membuat artikel berbeda dibandingkan lainnya. Sifat Kompasiana yang 'bebas beropini resiko ditanggung sendiri ' memungkinkan setiap tulisan bisa langsung diposting dan tertayang. Kalau pun ada 'sensor' admin biasanya setelah beberapa waktu terpampang di kanal Kompasiana.

Karena mengejar tampil beda untuk meraih banyak hits maka si Penulis harus kreatif. Kalau tidak akan terlindas artikel lain.

Konteks 'Kreatif dan Beda' bukan berarti si Penulis boleh menulis 'seenak perutnya sendiri'. Tetap harus ada tanggung 'jawab moral' dan Etika' agar tidak menyesatkan pembaca yang 'haus' akan informasi kejadian dan latar belakang dibalik aksi teror bom. Kejadian ini nyata, bersifat sensitif, sudah diketahui publik, berlatar belakang kompleks dan merupakan issue masyarakat seluruh dunia.

Artikel Aksi Teror Sarinah di Kompasiana

Salah satu tanggung jawab moral dan etika menulis teror Bom Sarinah terletak pada dukungan data sebelum beropini (penyimpulan). Penulis harus bisa memilih dan memilah sumber dan isi data, apakah dari sumber valid, sumber abal-abal, atau hanya sekedar issue omongan kanan-kiri. Jangan sampai hanya karena kejar tayang melupakan data sehingga menulis penyimpulan yang menyesatkan pembaca opini.

Salah satu contoh ; situasi politik di negara kita sedang kacau. Banyak korupsi di tingkat elit politik. Terjadi 'perseteruan panjang antar kelompok politik, antara sejumlah oknum di parlemen dengan lembaga kepresidenan. Belum lagi isuue kelompok diluar pemerintahan dan parpol (kelompokmafia tertentu) yang turut terlibat dalam suatu mega korupsi.

Setelah terjadi Teror Bom di Sarinah, lalu dengan tanpa didukung data valid, membuat analisa dan penyimpulan bahwa teror itu didanai dan dilakukan oleh kelompok mafia/koruptor berseteru dengan pemerintah. Dasarnya hanya karena dendam pada pemerinta karena mereka anggota mereka telah ditangkap pihak berwajib.

Opini sesat pun tercipta di publik bahwa pelaku teror Bom Sarinah adalah kelompok Mafia 'anu' yang dikenal sebagai penguasa pertambangan di tangkap atau di usut pihak berwajib. Opini ditulis tanpa dasar data yang valid. Hanya berupa asumsi setelah membaca bahwa si Mafia ditangkap dan kelompok usahanya bubar.

Ini opini yang menyesatkan. Terlalu dini dan sangat ceroboh. Tidak melihat latar belakang Terorisme tersebut apakah sebuah gerakan lokal atau merupakan issue global. Apakah faktor ideologi atau kepentingan bisnis, dan lain sebagainya. Ada banyak lagi latarbelakang, baik yang sudah diketahui (rahasia umum), maupun hanya desas-desus. Soal terorisme sangat Kompleks.

[caption caption="1.bp.blogspot.com/-ErfeGYwpgxo/Uy4znTN-VNI/AAAAAAAAABo/wrIYKI8wu6o/s1600/Mafia.png"]

[/caption]Kelompok Jahat dan Kelompok Teroris

Ada banyak orang dan kelompok jahat di negeri ini. Walau penjahat, masing-masing punya tujuan, kepentingan dan ideologi yang berbeda. Cara dan garis perjuangannya pun tidak sama. Bisa jadi satu kelompok pantang melakukan suatu jenis tindakan jahat yang biasa dilakuak kelompok lainnya.

Biasa pula sesama kelompok jahat itu berkolaborasi melakukan kejahatan negara,Namun tujuan keduanya berbeda. Misalnya ; masing-masing atas tujuan ideologi dan politik sementara yang satunya lagi atas nama bisnis.

Namun untuk menampilkan opini keterkaitan kolaborasi antar kelompok jahat sebagai pelaku Teror Bom Sarinah maka si Penulis haruslah punya data valid, antah itu dari dokumen resmi, buku sejarah, sejumlah berita teraktual yang menyertakan bukti-bukti, dan lain sebagainya.

Yang harus diingat bahwa masing-masing kelompok berbeda itu punya dapur : 'Pakem, AD/ART, yang sangat rahasia dan prinsipil. Mereka tidak akan membukanya pada sesama penjahat dari lain 'genre'. Ini menyangkut kelangsungan hidup perjuangan kelompoknya.

[caption caption="img.okezone.com/content/2015/12/22/18/1272629/140-orang-disidang-terkait-kelompok-mafia-Wa3cM6aSQG.jpg"]

[/caption]Opini dan Keterkaitan Antar Kelompok Jahat

Dalam membuat opini, jangan sampai si Penulis secara pragmatis hanya melihat hitam-putih kejahatan seperti di filem-filem kartun.

Perlu diingat bahwa stigma kejahatan di ranah dunia nyata, baik itu kejahatan politik, ideologi, bisnis, dll memiliki banyak gradasi/tingkatan warna dan kelompok. Untuk satu 'bidang' kejahatan saja bisa memiliki sejumlah gradasi. Misalnya Korupsi ; ada cara/sistem dan perilaku mega korupsi trilyunan sampai korupsi kelas teri (jumlah kecil). Misalnya oknum pegawai kecamatan memeras pedagang kaki lima di wilayahnya. Selain itu ada model korupsi wewenang jabatan, dan lain-lain.

Para pelaku kejahatan itu bukanlah kelompok orang bertampang buruk rupa dan seram seperti gambaran tokoh antagonis di filem kartun. Mereka justru berpenampilan rapi, wibawa, punya jabatan dan lain sebagainya.

Demikian juga terorisme. Ada yang memperjuangkan kemerdekaan wilayah provinsinya (bersifat lokal). Dan ada terorisme ideologi/faham tertentu (bersifat global). Garis perjuangan keduanya jelas berbeda!

Menulis opini keterkaitan teror Bom Sarinah dengan dendam politik antar kelompok politik di negara ini, atau kolaborasi teror lokal-global tak bisa hanya didasarkan dendam personal si Pemimpin semata. Karena hal itu bukan garis perjuangan kelompok.

Kita sebaiknya hati-hati menulis opini teror bom di Sarinah. Kalau ceroboh, selain bisa menyesatkan pembaca-meresahkan publik serta melecehkan korban dan keluarga, si Penulis opini rawan dituntut kelompok tertentu yang disebut-sebut dalam opini memiliki keterkaitan dengan teror Bom. Atau justru si Penulis dihabisi kelompok tersebut atau kelompok teroris sesungguhnya yang merasa terganggu eksitensinya di jalur Terorisme. 

Opini yang ditulis terlalu dini dan ceroboh bisa membuat kredibilitas si Penulis dipertanyakan. Dia akan jadi obyek olok-olok publik. Kalau seperti itu, rasanya sebagai Penulis sudah tidak ada nilainya lagi. Hidup tanpa nilai adalah teror kehidupan sesungguhnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun