[caption caption="Piknik Keluarga | Ilustrasi: Shutterstock"][/caption]
Wajahnya tampak cemberut, penuh gurat dan tekuk seperti dilipat. Mulut dikunci tak mau bersuara karena saking kesalnya, diajak omong baik-baik malah diam, dikasih pengertian atau dirayu sekalipun tak ada tanggapan.
[caption caption="sumber gambar ; http://us.images.detik.com/content/2014/09/10/857/120746_familypicnic420.jpg"]
Begitulah gambaran anak-anak ketika kecewa karena rencana jalan-jalan dengan papa atau mama tiba-tiba dibatalkan sepihak tepat di hari H karena ada keperluan mendadak yang tak bisa ditinggalkan, misalnya mendapat tugas mendadak dari kantor, ada musibah keluarga dekat atau kerabat yang mengharuskan kehadiran kita (Istri/suami atau keduanya). Rencana piknik ke pantai, berenang ke laut, main pasir, dan gambaran keceriaan lainnya pupus saat itu. Ada banyak lagi contoh rencana senang-senang dengan keluarga yang biasa dilakukan.
[caption caption="http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2013/01/30/145040/670x335/4-cara-ampuh-menghadapi-anak-pemarah.jpg"]
Situasi mendadak itu tentu tak ada dalam bayangan dan pengertian sang anak pada usia SD atau SMP untuk mereka pahami sepenuhnya. Kalau usia SMA atau diatasnya biasanya lebih mudah diberi pengertian. Beda dengan anak usia SDImP yang masih sangat emosional.
Kekesalan anak-anak pada orang tuanya tentu bisa (harus) dipahami. Kita sendiri sebagai orang tua tentu saja tak menginginkan 'acara senang-senang' dengan keluarga kecil (Inti) yang sudah direncanakan mendadak batal. Bete ! Tapi mau bagaimana lagi? Ada keperluan mendadak bersifat 'sosial manusia dewasa' yang menuntut kehadiran kita. Suka-atau tidak suka harus dilakukan saat itu juga.
Pada situasi kesal dan marahnya anak-anak menjadikan suasana rumah tidak nyaman. Bukan tak mungkin mereka spontan berceloteh semaunya karena kecewa yang mendalam.
Tugas Penting Bukan Pembenaran 'Wanprestasi'
Dalam situasi itu, apapun pentingnya atau mulianya "tugas mendadak" tadi, harus disadari kita sebagai pihak yang bersalah karena 'wanprestasi' terhadap anak kita. Sejatinya kita tetap sabar 'diomeli anak-anak'. Jangan malah emosi karena menganggap anak-anak tak memahami 'situasi mendadak' yang dialami orang tua !
[caption caption="sumber gambar ;http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/debat-antara-orang-tua-dan-anak-ilustrasi-_120925235008-108.jpg"]
Tentu saja anak-anak sulit membayangkan situasi riil orang tuanya saat mendadak dapat tugas itu. Karena mereka belum pernah menjadi orang tua ! Sementara kita sudah pernah menjadi anak-anak. Jadi sejatinya kita yang harus memahami kemarahan mereka.
Dunia anak-anak adalah kepenuhan jiwa bebas dan imaginasi kanak-kanak yang kaya. Namun sebenarnya, dunia mereka itu bersifat terbatas. Apalagi secara psikis belum mampu untuk memikirkan sebuah realitas kehidupan yang kompleks.
Kehilangan Dua Hal
Saya pernah melihat langsung seorang kawan yang justru habis marah-marah kepada anak-anaknya yang 'tidak mau memahami' akan tugas mendadak yang penting orang tua. Kebetulan saat itu saya menjemput ke rumahnya untuk keperluan mendadak itu.
[caption caption="http://cdn.klimg.com/vemale.com/headline/650x325/2014/01/bahaya-orang-tua-bertengkar-di-depan-anak.jpg"]
Menurut saya, kawan tersebut telah kehilangan dua hal diwaktu yang bersamaan. Sudahlah mendapat tugas mendadak (yang tentu saja bikin dongkol), eh..situasi rumah yang udah keruh oleh batalnya acara senang-senang tadi justru dirusak lebih parah lagi dengan marah-marah.
Harusnya jangan balik marah-marah, terima saja komplain dan celoteh kekesalan anak-anak tadi, toh nanti bisa ditebus dengan beragam cara cerdas. Bisa jadi skedul ulang dengan bonus-terpaksa mengeluarkan modal dua kali lebih banyak dari rencana semula. No problemo..selagi hal itu bisa menyenangkan anak-anak dan tentunya diri kita sebagai orang tua, kenapa tidak? Hitung-hitung 'bayar denda' pembatalan rencana jalan-jalan terdahulu.
[caption caption="http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/866147/big/019844100_1430470233-Cover.jpg"]
Rumah adalah surga kecil yang kita ciptakan. Bersama anak-anak yang ceria (walau kadang sedikit nakal), bersama pasangan (suami/istri). Rumah (home) adalah sebuah ruang dan tempat yang bebas dari intrik kejamnya persaingan hidup. Di rumah lah semua luka batin yang didapat dari luar rumah bisa disembuhkan. Kita bisa saja kesal, marah atau bahkan luka batin ditempat kerja karena tajamnya persaingan, intrik, fitnah dan caci-maki dari pihak lain (kolega, atasan, teman kerja) untuk 'mempertahankan hidup'. Tapi hal itu jangan sampai membuat surga kecil kita rusak oleh ego kita yang minta dipahami oleh anak-anak !
Bukan berarti kita tak memberi pembelajaran kepada anak-anak tentang situasi nyata kehidupan. Melainkan sesuai dengan konteks dunia anak-anak dan dunia orang adalah dua hal yang tidak sama. Dua ruang yang berbeda. Artinya mereka boleh tahu kejamnya persaingan dan tuntutan kehidupan yang dialami orang tua di luar rumah. Tapi kita tak bisa memaksa imaginasi mereka sepenuhnya masuk kedalam kejamnya dunia dewasa.
Kita jangan malu untuk minta maaf kepada anak-anak dan mengaku salah telah membatalkan sepihak rencana 'jalan-jalan' tadi. Tentu saja banyak cara minta maaf yang elegan sebagai orang tua. Bisa dengan canda, bergaya lebay, akting memelas dan lain sebagainya tergantung setting relasi yang selama ini terbangun bersama anak-anak.
Selamat membatalkan acara senang-senang bersama anak-anak. Lakukanlah dengan riang gembira.
Salam
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H