Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca "Titik Serang" Lawan Terhadap Ahok di Pilkada DKI 2017

13 Oktober 2015   02:30 Diperbarui: 13 Oktober 2015   06:18 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber gambar ; http://media.viva.co.id/thumbs2/2014/11/19/280441_pelantikan-ahok-sebagai-gubernur-dki_663_382.JPG"][/caption]

Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok sudah memastikan ikut berlaga dalam pemilihan gubernur DKI tahun 2017. Pernyataan kesediaan ikut perhelatan pilkada itu adalah kunci pertama dia sebagai calon kontestan. Kunci keduanya adalah gerakan independen para pengumpulkan 1 juta KTP sebagai syarat administasi Ahok menjadi kandidat dari jalur independen. Hal ini untuk mengantisipasi bila tidak ada partai politik mengusung Ahok.

Maklum saja, sebagai calon pengantin cantik, Ahok pantas ‘pasang syarat’ tertentu kepada parpol yang (akan) meminangnya. Bisa jadi Ahok tetap ingin independen, tidak ingin disetir, baik itu dari soal ‘mahar’, garis kebijakan, dan hal-hal teknis-non teknis lainnya bila menjabat Gubernur DKI untuk kedua kali.

Sejak jauh hari Ahok sudah tunjukkan niatnya tanpa basa-basi, tanpa malu-malu, lebih cepat daripada pesaing lain untuk ikut pilkada DKI. Dengan demikian sejak awal publik disodorkan calon pemimpin (lanjutan) yang berani menunjukkan dirinya ! bukan orang yang maju karena malu-malu mau, atau didorong-dorong kelompoknya.

Satu ‘ciri’ menonjol dari kepemimpinan Ahok adalah sikap tegas, bicara blak-blakkan, cenderung ‘tidak sopan’, bikin gemes, keki dan seringkali melawan ‘arus kebiasaan politik’. Baginya, hal yang sudah biasa dilakukan dalam politik belum tentu benar, baik itu antar eksekutif-legislatif ataupun di relasi eksekutif-eksekutif. Oleh sebab itu dia coba hapus kebiasaan tersebut.

Gaya politik melawan arus itu menjadikan Ahok sebagai sosok kontroversial. Dia memimpin tanpa beban takut kehilangan kursi kepemimpinan, contohnya saat berseteru dengan Legislatif membuat Ahok pernah terancam dicopot dari kursi gubernur DKI. Terciptanya kontroversialitas justru membuat sosok Ahok makin kuat tertanam di benak banyak orang. Bukan hanya warga DKI, namun seluruh Indonesia.

[caption caption=" http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/648207/big/ahok-bersepeda-140207b.jpg"]

[/caption]

Lalu, bagaimana cara mengalahkan Ahok?

Para lawan politik Ahok tentu sudah menganalisa dan mengatur strategi. Ada dua hal utama yang umumnya dilakukan pada pertarungan politik pilkada langsung. Pertama, mengangkat citra calon yang dijagokan di mata publik. Kedua, menjatuhkan citra lawan di mata publik, khususnya incumbent. Kedua cara ini memuat strategi rinci dan sangat khusus. Masing-masing membutuhkan tim spesialis yang bekerja pada setiap lapisan publik, baik itu level bawah, level menengah dan level atas. Tiap level punya dinamika dan konsep tersendiri. Cara pertama digunakan untuk mendapatkan dan menaikkan elektabilitas pada calon. Sedangkan cara kedua untuk menghancurkan elektabilitas incument dengan harapan suara calon pemilihnya bisa berpindah ke calon yang dijagokan.

Mengangkat Citra si Calon

Ini merupakan pekerjaan yang relatif lebih mudah. Ibarat sebuah salon kecantikan, sosok hardware dan software calon gubernur ‘didandan secantik mungkin’ dengan teknik komunikasi-pemberitaan yang serba positif, baik aspek luar (kiprah, kegiatan, prestasi, dan lain-lain). Apalagi bila si calon adalah penantang, bukan petahana/incumbent. Dia punya banyak waktu untuk bersolek dan wara-wiri menjual dirinya. Sementara si Petahana (incumbent) relatif dibatasi oleh waktu dan aturan serta kecurigaan lawan. Bergerak sedikit saja bisa dianggap curi start memanfaatkan fasilitas selaku pejabatan negara. Sangat rentan mendapatkan tuduhan-tuduhan yang mengarah kepada kampanye hitam. Bekerja baik saja diserang, apalagi bila tak bekerja baik.

Menjatuhkan Citra Lawan

Menjatuhkan citra lawan merupakan pekerjaan gambang namun relatif sulit dalam mencapai hasil, terutama bila sang incumbent sudah memiliki citra positif yang kuat. Kunci kuatnya incumbent adalah karena dia sedang bekerja. Apabila bagus kepercayaan publik pun kuat kepada sang incumbent. Publik dibuat “ tak bisa pindah ke lain hati”. Namun hal ini bukan tanpa celah.

[caption caption=" gambar ;http://cdnimage.terbitsport.com/imagebank/gallery/large/20150418_060343_harianterbit_Satpol_PP_3.jpg"]

[/caption]

Menjatuhkan Citra Ahok

Sesuai adigium dalam politik : “Bekerja baik saja salah apalagi bila tak bekerja” maka selalu ada celah untuk menjatuhkan orang baik sekalipun. Demikian halnya Ahok sebagai incumbent yang sedang bekerja. Beberapa hal yang cenderung diangkat untuk menjatuhkan Ahok adalah sebagai berikut :

Pertama, Ahok selalu bicara ceplas-ceplos. Oleh sebagian pihak dia seorang pemimpin kasar dan tidak sopan. Oleh karena itu tidak pantas memimpin, tidak memberi contoh etika yang baik dalam berkomunikasi kepada publik. Maka dibentuklah lawan yang santun dan intelektual.

Kedua, takdir Ahok ber-etnis Cina (non-pribumi) dan Kristen masih merupakan lahan empuk untuk diserang habis-habisan. Akan muncul pemikiran ‘Cina dan Kristen’ tidak pantas memimpin Jakarta yang sebagian besar masyarakatnya muslim. Maka dicarilah pesaing Ahok yang pribumi muslim religius. Kalau dulu masih ada sosok Jokowi sebagai 'peredam'nya, namun kali ini sosok Ahok lah yang langsung menghadapinya.

Ketiga, dalam menjalankan pemerintahannya Ahok sering melakukan mutasi. Bahkan memecat pegawainya yang tidak bekerja optimal. Hal ini menyebabkan sebagian orang berpandangan Ahok sosok pemimpin tak punya empati dan semena-mena. Timbul barisan sakit hati yang bersatu dengan publik untuk melawan Ahok dengan harapan nanti bisa kembali menduduki jabatannya. maka dibentuklah janji struktrur birokrasi yang ramah.

Keempat, diawal menjabat hubungan Ahok dengan Legislatif tidak harmonis. Padahal mereka adalah orang parpol yang memiliki konstituen loyal. Resistensi parpol terhadap Ahok tentu akan dikemas lebih lanjut, khususnya kelompok publik berbasis parpol.

Kelima, akibat berlarutnya ‘perseteruan’ Ahok dengan DPRD sempat membuat RAPBD DKI terlambat disahkan. Akibatnya pelaksaanan di lapangan pun terlambat. Dalam perjalanannya serapan anggaran pembangunan pun rendah. Hal ini menjadi titik lemah Ahok, yang akan dikemas pihak lawan dengan membentuk opini kepada publik tentang buruknya kepemimpinan birokrasi Ahok .

Keenam, dalam menjalankan pembangunan seringkali masyarakat kecil digusur, terutama yang bermukim di pinggiran sungai, tempat kumuh dan rawan banjir. Isu ‘penggusuran’ akan lebih dikemas dibandingkan ‘relokasi meningkatkan kualitas hidup’ yang diterima masyarakat. Pada sebagian masyarakat yang tak terakomodir dan merasa diabaikan akan timbul kelompok sakit hati terhadap Ahok.

[caption caption="http://cdn-2.tstatic.net/pontianak/foto/bank/images/ahok-dan-lulung-cipika-cipiki.jpg"]

[/caption]

Keenam  point ini merupakan hal yang kasad mata. Baik pihak lawan maupun Ahok kemungkinan sudah memetakannya. Dari peta itu, mereka sudah mengatur strategi untuk melaksanakan atau mengantisipasinya. Publik pun menjadi penonton dan akan diingatkan kembali kelak ketika suhu politik sudah memanas.

Hal yang sering kali muncul adalah karena emosi atau rendahnya kualitas pribadi,  justru dari mulut langsung si Penantanglah yang keluar statement menyerang pribadi incumbent. Padahal cara ini yang paling konyol dan jadi bumerang bagi citranya sendiri. Publik jadi bisa menilai kualitas pribadinya sebagai calon pemimpin baru mereka.

Berhasil tidaknya pemanfaatan dan antisipasi ‘titik serang’ ini kembali kepada kesadaran dan kedewasaan publik Jakarta apakah akan termakan isu-isu negatif atau tidak. Pada pilkada DKI, seluruh mata Indonesia akan tertuju ke Jakarta. Ini merupakan pertaruhan nama baik publik kosmopolitan Jakarta yang sejatinya lebih rasional dan dewasa dibandingkan daerah lain di Indonesia.

 

......salam damai.....

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun